NovelToon NovelToon
Pahlawan Tanpa Bakat

Pahlawan Tanpa Bakat

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sistem / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Epik Petualangan
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Bayu Aji Saputra

Lahir di sebuah keluarga yang terkenal akan keahlian berpedangnya, Kaivorn tak memiliki bakat untuk bertarung sama sekali.

Suatu malam, saat sedang dalam pelarian dari sekelompok assassin yang mengincar nyawanya, Kaivorn terdesak hingga hampir mati.

Ketika dia akhirnya pasrah dan sudah menerima kematiannya, sebuah suara bersamaan dengan layar biru transparan tiba-tiba muncul di hadapannya.

[Ding..!! Sistem telah di bangkitkan!]

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bayu Aji Saputra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Teman masa kecil

Sosok di depan Kaivorn perlahan melangkah keluar dari bayangan.

Cahaya redup yang menyusup ke dalam gua memperlihatkan wujudnya—seorang pria berambut putih yang sedikit acak-acakan, seolah tidak peduli dengan penampilannya.

Matanya merah tajam, membawa ketenangan sekaligus kekuatan yang tersembunyi.

Tubuhnya ramping dan atletis, seolah dirancang untuk pergerakan yang cepat dan efisien.

Dia mengenakan pakaian yang ringan, celana longgar dengan atasan sederhana, cocok untuk seseorang yang sering berpetualang tanpa terikat oleh aturan.

Kaivorn mengernyit, mencoba meraba siapa sosok ini, sebelum tiba-tiba suara lirih namun terkejut memecah keheningan.

"Tuan Muda Kaivorn?"

Suara itu membawa Kaivorn kembali ke masa lalu.

Sejenak, ingatan masa kecilnya melintas—seorang anak remaja yang selalu melindunginya, yang bertarung tanpa pedang, namun memiliki semangat yang membara.

"Raivan?" Kaivorn akhirnya menyadari.

Pria itu—Raivan Vraquos, sahabat masa kecilnya, yang telah pergi meninggalkannya tiga tahun lalu, berdiri di depannya.

Sejenak, rasa tak percaya menguasai Kaivorn.

Mereka belum bertemu sejak Raivan berusia 14, dan saat itu Kaivorn hanya seorang anak 12 tahun yang terpesona pada petualangan besar sahabatnya.

Dan kini, pada usia 15, Kaivorn berhadapan dengan sosok yang terasa akrab namun juga asing karena perjalanan waktu.

Raivan tersenyum tipis, menatap Kaivorn dengan rasa hormat yang tak tergoyahkan. "Aku tidak pernah menyangka akan bertemu kau di tempat seperti ini, Tuan Muda."

Kaivorn memicingkan mata, menganalisis setiap gerakan Raivan seperti seorang jenius yang sedang memecahkan teka-teki.

"Kau tidak berubah, Raivan. Masih memanggilku Tuan Muda, padahal kau adalah sepupuku." katanya dengan sedikit cemooh di ujung suaranya, tetapi dengan nada yang penuh keakraban.

Raivan tersenyum lebih lebar, lalu dengan anggukan kecil dia mengakui, "Itu adalah caraku menghormati kau, tapi... melihat kau sekarang, aku kira aku yang harus mengakui bahwa kau telah berkembang jauh dari yang aku bayangkan."

"Dan kau," Kaivorn menyeringai, "berhasil membuatku terkejut lagi. Kau memang selalu muncul saat aku tidak menduganya."

Dia menatap Raivan lebih dalam, mencoba mencari tahu bagaimana pria ini berubah setelah tiga tahun. "Apa yang membawamu kembali? Petualanganmu tak cukup memuaskan?"

Raivan tertawa kecil. Suaranya serak namun penuh semangat. "Kebetulan saja aku di sini. Tidak pernah terlintas dalam pikiran bahwa aku akan bertemu dengan kau di tempat terpencil seperti ini."

Keduanya saling diam untuk sejenak.

"Sudah lama sekali sejak terakhir kita bertemu," Kaivorn melanjutkan, nada suaranya mulai lebih ringan, tetapi tetap tajam. "Kau meninggalkan kami saat aku berumur 12. Pergi begitu saja tanpa pamit."

Raivan menatap Kaivorn dengan kesungguhan di matanya. "Saat itu, aku merasa tidak ada yang bisa aku lakukan di sana. Namun, kau... aku tahu, bahkan sejak kecil, bahwa kau adalah sosok yang luar biasa. kau akan mencapai hal-hal besar, Tuan Muda Kaivorn."

Kaivorn mendengus, tapi hatinya tahu bahwa Raivan tidak berbicara asal.

Dia menatap Raivan lebih lama, dan menyadari ada perasaan hangat yang muncul—rasa persahabatan yang telah lama hilang.

"Jadi, apa kau sudah mengelilingi dunia?" Kaivorn bertanya, berusaha menyelami pengalaman sahabat lamanya.

Raivan mengangguk. "Banyak tempat, banyak pelajaran. Tapi satu hal yang selalu aku ingat adalah... pelajaran tentang menghormati mereka yang berjalan di jalan yang sulit, jalan yang kau pilih sendiri."

Kaivorn terdiam sejenak, melihat Raivan yang kini lebih dewasa, namun tetap memiliki jiwa pemberontak yang sama.

"Dan itu yang kau pikirkan tentangku? " tanyanya sedikit terkejut, "Bahwa aku berjalan di jalan yang sulit?"

Raivan menatap Kaivorn penuh percaya diri. "Kau selalu melakukannya. Sejak kecil, kau berbeda. Tidak ada yang bisa memaksa kau untuk mengikuti apa yang orang lain inginkan, tidak juga aturan keluarga besar kita."

Kaivorn menghela napas, lalu beralih menatap Calista yang masih tertidur. "Sebenarnya... aku baru saja berjalan di jalur yang lebih rumit dari yang kubayangkan."

Raivan memperhatikan Calista sejenak, menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih dalam antara Kaivorn dan gadis itu. "Aku percaya apa pun masalahnya, kau akan menemukan jalannya, Tuan Muda."

Kaivorn tersenyum samar, dan dia menyadari bahwa Raivan masih memiliki kepercayaan yang tak tergoyahkan padanya.

Itu adalah hal yang jarang ditemuinya—kepercayaan murni tanpa keraguan.

Bukan karena darah bangsawan atau nama besar Vraquos, tapi karena Raivan benar-benar melihat siapa dirinya.

"Kau selalu punya cara membuatku merasa seperti bisa melakukan segalanya," ujar Kaivorn sambil berdiri. "Kau sudah lama pergi, Raivan. Dunia ini sudah berubah. Aku... juga sudah berubah."

Raivan menatap Kaivorn, lalu tersenyum lagi. "Kalau begitu, keberadaan aku di sini mungkin untuk melihat sejauh mana perubahan itu membawa kau. Tentunya aya tidak pernah meragukan kau, Tuan Muda."

Mereka berdiri berhadapan, dua sosok yang pernah terpisah oleh waktu dan jarak, tapi sekarang dipertemukan kembali oleh kebetulan yang tidak terduga.

Kaivorn merasakan sebuah kekuatan baru mengalir dalam dirinya, seperti semua keraguan yang tersisa perlahan hilang.

Di depan Raivan, dia tidak perlu menjadi siapa pun selain dirinya sendiri.

"Jadi, kau akan ikut denganku kali ini?" Kaivorn bertanya dengan nada yang setengah berharap.

Raivan mengangkat alisnya. "Jika kau menginginkannya... aku akan selalu berada di sisimu."

Sebuah senyum kecil muncul di wajah Kaivorn. "Kau benar-benar gila, Raivan."

Raivan hanya tertawa, melangkah mendekat, dengan ikatan yang tampaknya tidak pernah benar-benar hilang di antara mereka.

Raivan tertawa kecil mendengar kata-kata Kaivorn, tetapi sorot mata yang tenang dan tajam tetap memancarkan kebersamaan yang mereka miliki.

Kaivorn duduk kembali, bersandar pada dinding gua yang dingin.

Raivan ikut duduk di sebelahnya, suasana hening, namun penuh keakraban.

"Jadi, apa yang kau lakukan selama ini?" Kaivorn memulai dengan nada datar, tetapi ada sedikit rasa ingin tahu yang tersirat.

Raivan menghela napas pelan. "Petualangan, seperti yang kau bilang tadi. Ada banyak hal yang aku temui di luar sana, tetapi tidak semuanya seseru yang kubayangkan."

Kaivorn memicingkan mata, lalu menatap Raivan dengan pandangan menggoda.

"Kau tahu, aku ingat satu hal dari masa kecil kita yang tidak pernah bisa kulupakan," Dia melirik ke arah Raivan dengan tatapan licik. "Kau selalu menghindari latihan pedang. Kau bahkan pernah mencoba sembunyi di gudang senjata, dan aku yang akhirnya harus membawamu keluar."

Raivan mengangkat bahu, senyumnya tetap tenang. "Aku hanya tidak ingin mengikuti jalur yang sama seperti yang diinginkan keluarga. Dan sepertinya, aku berhasil."

Kaivorn tertawa, teringat akan masa itu. "Tapi kau juga berhasil membuat semua orang marah. Bahkan paman Gyorgy hampir kehilangan kesabarannya padamu waktu itu."

Raivan menunduk, ada kilatan geli di matanya. "Ya, aku ingat hari itu. Dia mengancam akan mengikatku di aula latihan kalau aku tidak ikut latihan pedang."

Kaivorn tertawa lebih keras. "Dan kau lari! Lari dari aula seperti tikus yang dikejar kucing! Semua orang di aula menertawakanmu."

"Hei, setidaknya aku tidak memegang pedang seperti orang lain. Itu sudah cukup untuk membuatku berbeda." Raivan menjawab, namun ada cengiran di wajahnya. "Dan kalau diingat-ingat, aku berhasil bersembunyi sepanjang hari di puncak menara."

Kaivorn menggelengkan kepala, masih tertawa. "Sampai aku menemukanku di sana! Aku yang menyeretmu turun."

Raivan menatap Kaivorn, kali ini dengan ekspresi yang lebih serius. "Dan kau tidak pernah menertawakanku seperti yang lainnya. Kau hanya berkata, 'Jika kau tak suka pedang, temukan caramu sendiri'."

Kaivorn menatap Raivan dengan sedikit terkejut. Dia mengangkat alis. "Aku berkata seperti itu?"

Raivan mengangguk, menatap jauh ke masa lalu. "Kau satu-satunya yang tidak pernah memaksaku menjadi seseorang yang bukan diriku. Ketika orang-orang di keluarga kita meremehkanku karena tidak memilih pedang, kau malah mendukungku. Kau menyuruhku mencari jalan sendiri." Raivan tersenyum kecil. "Itu membuatku merasa dilihat dan dihargai."

Kaivorn terdiam, merenung sesaat. "Aku tidak ingat mengatakan hal itu, tapi... kurasa itulah yang aku rasakan saat itu. Kau selalu berbeda, Raivan. Dan berbeda itu bukan hal buruk."

Raivan tertawa pelan, nada suaranya lembut dan penuh kehangatan. "Kau tidak tahu betapa berharganya kata-katamu waktu itu. Kau memberiku kepercayaan diri untuk tetap setia pada jalanku. Aku belajar Sérvantis, dan meski tak ada yang memahaminya, aku merasa itu benar. Semua orang mungkin merendahkan cara bertarungku, tapi kau... kau satu-satunya yang mendukungku."

Kaivorn tersenyum tipis, merasa sedikit terharu. "Aku hanya melihat kau punya potensi yang luar biasa. Ternyata aku tidak salah."

Keheningan lagi-lagi jatuh di antara mereka, tetapi kali ini lebih penuh makna. Mereka tidak perlu kata-kata, karena semua sudah terungkap dengan jujur.

"Malam ini panjang," Kaivorn bergumam sambil melihat ke arah pintu masuk gua, di mana sinar bulan samar masih menembus. "Kapan terakhir kali kita ngobrol seperti ini?"

"Sudah terlalu lama." Raivan menjawab, pandangannya juga tertuju ke luar gua. "Terlalu banyak yang telah berubah, tapi mungkin itulah hidup."

Kaivorn menatap api unggun yang perlahan meredup, lalu menoleh pada Raivan. "Kau benar-benar telah dewasa."

"Kau juga, Tuan Muda." Raivan balas menatapnya dengan senyum tipis.

Mereka berdua terdiam lagi, menikmati momen kebersamaan yang sederhana, seolah waktu tidak pernah berlalu di antara mereka.

Langit perlahan mulai berubah warna, menandakan fajar yang sebentar lagi tiba.

Cahaya jingga pertama mulai menyusup ke dalam gua, memberikan nuansa kehangatan yang lembut.

"Aku tidak pernah menyangka kita akan duduk di sini, berbicara sampai pagi seperti ini," Kaivorn berkata sambil tersenyum lelah.

Raivan mengangguk pelan, tatapannya tetap pada horizon yang mulai memerah. "Dunia mungkin berubah, tapi ada hal-hal yang tetap sama, Tuan Muda Kaivorn."

Kaivorn mendengus, "Kau benar-benar tak bisa berhenti memanggilku begitu, ya?"

Raivan hanya tersenyum, dan di bawah cahaya pagi yang perlahan datang, keduanya merasakan bahwa meski banyak hal telah berubah, persahabatan mereka tetap terjalin erat.

1
azizan zizan
di awal rasa sombong bila di beri latihan nah malah tak mampu...cieehhh sampah..
Igris: wkwkwk
total 1 replies
azizan zizan
lah mau tulis pengsan aja ayatnya bertele tele..iesshhh......
𝐉𝐚𝐬𝐦𝐢𝐧𝐞<𝟑
LUCU BNGTTT😭😭
Thinker: lucuan km g si?
total 1 replies
Callian
menurut gua kwsimpulannya gini, Kaivirn pura pura bodoh dari kecil karena dya gapunya bakat buat bertarung, lalu dya mendapatkan sistem yang bikin dya mikir klo dya gaperlu pura pura bodoh lgi(gua mikir gini karena dya nanya ke sistem dlu). ini juga terlihat di bab awal sekitar chptr 1-2 Kaivorn teelihat kek anak kecil polos yang penakut, tapi berubah ketika situasi genting(ketika dya lawan pembunuh—dya jdi bisa nguasain situasi dengan baik). trus kecerdasannya juga udh di tunjukkin di chpter "profil", yang jauh melampaui maid ama kakaknya.
Ray
lah bisa gitu
Ray
yahhhh tumbang
CBJ
BISA BISANYA?!!
Ray
awalannya udah cukup bagus, gatau lanjutannya kek mana, semoga bagus dah
CBJ
mau nanya, rata rata orang dewasa disana dapet stats berapa?
Callian: menurut gua antara 10 kalo ga 15, liat aja si pembunuh yang harusnya cukup terlatih kalah sama bocah statistik sekitaran 15
total 1 replies
Thinker
iyadeh si paling manusia yang di pilih oleh dewa, keren sih tpi
@...?????...@: buset...keren coy keren
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!