"Kau tidak bisa pergi dariku, mana mungkin aku melepasmu setelah aku bisa merasakan hasratku bangkit, kau tidak bisa hanya datang karena ingin merasakan kepuasan! Selena Agatha." Lirih Bentley Leister.
Selena Bianca Agatha seorang mahasiswi cantik berumur (22 tahun) ia terkejut tat kala orang yang begitu ia kenal dan sudah beristri menanyakan hal dewasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya baik dia maupun pria tersebut.
Di samping itu keanehan terjadi pada pria tampan berkuasa yaitu Bentley Max Leister (32 tahun) dimana hasrat bercintanya malah membara ketika bertemu dengan adik dari sahabatnya sendiri yang seharusnya ia rasakan bersama sang istri.
.
.
Lantas bagaimana hubungan Bentley dan Selena ke depannya? dan apakah Ben mampu menahan gejolak pada dirinya yang ia anggap bermasalah?
SIMAK KISAH LENGKAPNYA>>
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dilla_Nurpasya_Aryany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 26
Selena terpaku melihat pemandangan itu, namun ia juga harus ingat tujuan datang ke rumah itu untuk apa. "Ekhem??.. Om?."
Mendengar suara yang begitu familiar Bentley menoleh.
Selena tersenyum sekilas seraya mengangguk tanda menyapa. "Maaf ganggu waktunya ini aku mau kembalikan map yang waktu itu."
"Anak kecil ya..." Lirih Ben yang memperhatikan Selena meletakkan map itu di meja samping.
"Berhenti menyebutku anak kecil om, Selena saja." Bantah Selena.
"Cih.." Decak Ben. Ia perlahan naik ke atas permukaan.
Selena menelan salivanya melihat pemandangan itu, ah atletis sekali pikirnya namun Selena harus tetap tenang mungkin Ben akan lebih angkuh jika dipuji.
"Kau menghindari ku?." To the point Ben setelah berhadapan dengan Selena.
"Tidak, aku tak akan kesini jika menghindari mu." Balas Selena menghindari perdebatan. "Terimakasih atas bimbingannya semoga ke depannya kita bisa bekerjasama dengan baik."
Bentley tersenyum sinis. "Beberapa hari tak bertemu kau jadi anak formal sekali."
Selena memutar mata malas. "Iya terserah om saja aku hanya ingin menyampaikan rasa terima kasihku!."
"Iya cil.."
Tatapan Selena tertuju pada celana Ben ia masih dapat melihat reaksinya bagaimana, seketika pipi Selena merona. Rupanya masih tetap, hanya bereaksi pada wanita itu saja.
"Aku tidak bisa lama-lama di sini map juga sudah ku kembalikan om."
"Kesepakatan kita kau lupa? kau belum pernah sama sekali membantuku untuk sembuh dari kelainan ini." Ujar Ben menagihnya.
"Waktu itu pernah tapi om menolaknya untuk di urut jadi buat apa? katanya om juga semua cara sudah dicoba aku sedikit kebingungan di sini." Jelas Selena. "Akan ku pikirkan cara lain."
Ben tak langsung menjawab. "Duduklah dulu, kau tak menemukan cara untuk kelainan ini sebagai gantinya temani aku di sini!."
Selena melihat sekeliling sebenarnya ia sedikit canggung berduaan dengan Ben sekarang. Namun Selena akan melawan rasa canggung itu.
"Jangan takut aku tak akan menindih mu lagi bocil, aku hanya ingin menguji sedikit kemampuanmu." Jelas Bentley.
"Aku tidak takut!." Potong Selena seraya duduk berhadapan dengan Ben.
"Bagus, harusnya memang tidak takut." Lirih Ben.
Dengan tubuh kekarnya yang terekspos juga celananya yang masih basah, Bentley menguji Selena dengan pertanyaan-pertanyaan susahnya untuk mengetahui seberapa jauh kinerja/kemampuan wanita cantik itu.
Sekitar 20 menit akhirnya selesai juga, dan benar kata Ricky Selena mampu melaluinya.
"Oke bagus ternyata diluar dugaanku."
"Off course.."
Tak terasa seiring keduanya berbincang malam pun tiba, Selena melihat wajah tampan Bentley tampak membiru pucat, terlihat juga jika ia seperti menggigil menahan sesuatu.
"Sudah malam kau pulanglah bocil, aku bisa menyuruh anak buahku untuk mengantarmu jika kau takut." Lirih Ben.
"Tak usah om."
"Baiklah." Itu ucap Ben, namun tanpa sepengetahuan Selena dari dulu Ben sudah mengutus seseorang untuk memantau kemanapun Selena pergi demi keselamatannya.
Sebelum pergi Selena mengambil handuk di sampingnya, ia melangkah menutupi tubuh atletis Ben yang polos itu. "Jangan biarkan tubuhmu sakit, sekarang istirahatlah om kelihatan kurang sehat."
"Hmmm..." Balas singkat Ben.
"Aku pergi." Pamit Selena, ia hendak melangkah untuk berlalu dari rumah itu namun tiba-tiba tangan kekar Ben menahannya.
"Jangan sekarang.."
Ben ambruk wajahnya menimpa meja di hadapannya, melihat itu tentunya Selena terkejut.
Di sentuhnya dahi Ben ternyata demamnya begitu tinggi. "Ah ya ampun lagian kenapa sih om berenang jam segini? sudah tahu sakit."
"Iya bawel.." Lirih Ben begitu lemas.
Karena panik juga Selena berdiri mencoba memapah tubuh besar Ben untuk masuk ke dalam.
Dengan perlahan Ben berjalan, bibi pelayan terkejut melihat keadaan tuannya namun melihat kode jari Ben si bibi peka dan tak jadi membantu.
Selena sedikit kelabakan karena tubuh Ben yang berat. "Kamarnya yang mana om?."
"Di sana.." Tunjuk Ben ke lantai atas.
Dengan susah payah anak tangga itu dilewati Selena yang memapah Bentley dan akhirnya...
Brukh!!
Tubuh Ben jatuh di atas kasur, Selena ngos-ngosan juga. "Om jangan dulu tidur, lepas dulu celana basahnya ini ngaruh!."
Namun tidak ada pergerakan dari Ben ia hanya menggigil.
"Bagaimana ini?.." Resah Selena.
"Aku keluar dulu mencari si bibi."
Saat Selena hendak keluar si bibi sudah datang dengan kompresan juga obat-obatan yang lain. "Ini non."
"Ah terimakasih banyak bi."
"Sudah jadi tanggung jawab."
Dengan telaten Selena mengompres Bentley, setelah dirasa aman Selena menghampiri si bibi yang hendak keluar lagi. "Bi.."
"Iya non kenapa?."
"Bi sekalian tolong lepasin celana om yang basah memberi efek itu karena dingin."
Si bibi menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Bukan tugas bibi non, bibi hanya melaksanakan apa yang diperintahkan." Setelahnya pembantu itu berlalu.
Selena hanya bisa diam dan kembali menatap Ben yang berbaring.
Mau tak mau Selena harus melakukannya, ia menutup bagian paha kekar Ben agar tak melihat benda pusaka nya dengan selimut, setelahnya ia tarik celana basah itu hingga terlepas.
Barulah Selena menghela nafas lega, lalu merapikan posisi selimut agar tak kedinginan apalagi Ben sepenuhnya telanjang karena Selena tak mungkin memakaikan celana baru lagi. Bisa-bisa ia bersilaturahmi dengan miliknya yang besar kekar itu.
Selena duduk di samping Bentley, melihat pria itu yang terus memejamkan mata. "Cepat sembuh om." Ucapnya.
Termometer masih menunjukkan suhu tubuh yang tinggi, Selena yang ingin pulang mengurungkan niat karena sedikit kasihan kepada om duda yang ditinggalkan istrinya itu.
"Ini kurang hangat.." Lirih Ben pelan.
Selena kebingungan padahal selimut Ben lumayan tebal.
"Terus bagaimana? mau aku panggilkan dokter saja?."
"Tak perlu." Timpal Ben. "Dengan kau masuk ke dalam selimutku itu sudah cukup.."
.
TBC
kekurangannya menurutku pemilihan kata2 yg kurang sesuai dengan makna kata itu sendiri. bahasanya juga....😶🌫️
love sekebon deh