NovelToon NovelToon
Clara : Si Pendiam Yang Di Inginkan Banyak Orang

Clara : Si Pendiam Yang Di Inginkan Banyak Orang

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Mafia / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

meski pendiam , ternyata Clara mempunyai sejuta rahasia hidup nya, terlebih dia adalah anak dari seorang petinggi di sebuah perusahaan raksasa,

namun kejadian 18 tahun silam membuat nya menjadi seorang anak yang hidup dalam segala kekurangan,

dibalik itu semua ternyata banyak orang yang mencari Clara, namun perubahan identitas yang di lakukannya , menjadikan dia sulit untuk di temukan oleh sekelompok orang yang akan memanfaatkan nya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ayahku seorang penjahat

Hujan rintik-rintik menempel pada jendela kaca, menciptakan irama monoton yang mengisi ruangan kecil di perbatasan Sky Corp. Peter menatap peta yang bergelimpangan di meja. Jari-jarinya mengelilingi titik-titik merah yang menunjukkan kota-kota tempat orang-orang hilang 18 tahun lalu.

“Besok kita harus ke perpustakaan,” Peter memecah keheningan.

Clara mengangguk, matanya menyipit. “Kenapa?”

“Buku-buku lama mungkin menyimpan informasi tentang keluarga kita. Mungkin ada yang tahu sesuatu soal… kejadian itu.”

Clara menggeleng. “Keluargaku sudah menghapus semua jejak. Mereka suka menutupi, bukan mengungkap.”

“Tapi ada orang yang ingat.” Peter meluruskan punggungnya, menyusun keberanian. “Keluargaku terlibat, Clara. Keluargaku… mereka membuat keputusan yang merugikan banyak orang.”

Raut wajahnya berubah. “Apa maksudmu?”

“Ayahku… aku menemukan bahwa dia punya peran besar dalam semua ini. Mungkin ada hubungan antara hilangnya keluargamu dan keputusan yang diambil oleh kantorku,” tukasnya, suaranya bergetar.

“Mungkin kamu harus berbicara dengan ayahmu.” Clara berusaha menjaga nada suaranya netral, tapi kecerahan di matanya memudar.

“Tidak semudah itu. Ayahku berpura-pura seperti tidak ada yang salah. Saat aku mempertanyakannya, dia selalu mengalihkan isu,” jawab Peter bingung.

“Setidaknya kamu berani bertanya.” Clara mengalihkan pandang. “Setiap kali aku berhadapan dengan ayahku, semua terasa menakutkan.”

“Mungkin kita bisa bertanya bersama-sama,” sarannya.

Senyum tipis muncul di wajah Clara. “Bersama? Kau di pihakku?”

Dia mengangguk mantap. “Aku ingin tahu, Clara. Aku tidak bisa duduk diam saat kebenaran mengintai kita.”

Clara terdiam sejenak, memikirkan tawaran itu. Beberapa detik kemudian, dia menghela napas. “Baiklah. Kita hadapi ini bersama. Tapi kita perlu rencana.”

“Rencana?” Peter berwajah serius.

“Kita tidak bisa hanya bertanya tanpa bukti. Kita harus menemukan sesuatu yang konkret.” Clara tampak semangat.

Peter berdiri, mencuci matanya di bawah sorot lampu neon. “Kita bisa mulai dari catatan-catatan di perpustakaan. Apakah ada catatan yang bisa dikaitkan dengan keluarga Sky Corp?”

“Jika ada,” Clara menatap Peter penuh keyakinan, “itu bisa jadi kunci untuk membuka misteri ini.”

***

Perpustakaan tua menyimpan aroma kertas usang dan debu. Peter menepuk-nepuk buku di rak-rak tinggi, sementara Clara memeriksa bagian konsolidasi dokumen.

“Pasti ada di sini,” gumam Clara dan membuka sampul buku tebal, mencari petunjuk.

Peter menyusuri lantai dengan hati-hati, beban pikiran terus mengganggu. Dia berhenti di depan rak yang lebih rendah. “Lihat, Clara. Buku ini tentang sejarah kota!”

Clara melirik. “Bisa berikan?”

“Ini.” Dia memberikan buku itu, meneliti sindiran di wajah Clara saat dia membaca halaman demi halaman.

“Apa kamu lihat ini?” Clara menunjuk. “Tentang hilangnya penduduk. Digambarkan seperti ada kesepakatan gelap yang terjadi.”

Peter mendekat, mencoba menyamakan fokusnya dengan Clara. “Itu bisa jadi penugasan untuk ayahku dan Sky Corp.”

“Kita perlu membandingkannya dengan waktu dan tempat yang ada,” Clara bersemangat. “Ini bisa menjelaskan begitu banyak.”

Mereka bekerja tanpa henti, terlarut dalam lautan informasi. Jam berlalu, dan ketegangan terasa semakin meningkat. Hanya suara kertas yang berdesir dan derap langkah sepatu mengisi ruang.

“Clara, lihat!” Peter menunjuk ke salah satu foto yang terlipat. “Ini gambar yang diambil saat festival tahun itu.”

Clara menyipitkan mata pada foto itu. “Lihat, banyak orang yang tertawa di sini. Tapi…” dia memegang dagunya, “apa mereka masih hidup?”

“Jika kita bisa menemukan siapa yang berpartisipasi…” Peter menatap Clara dengan akhirnya. “Mungkin seseorang ingat sesuatu tentang keluargamu.”

“Ya, kita bisa bertanya satu per satu.” Clara tersenyum. “Kita bisa membawa orang yang hilang kembali ke cahaya.”

Tiba-tiba, seorang lelaki tua menghampiri mereka, mendekat dengan tatapan curiga. “Apa kalian mencari sesuatu yang spesifik?”

Peter merasa tegang. “Kami hanya meriset mengenai sejarah kota ini.”

“Sejarah? Hmm…” Lelaki tua itu menaruh tangan di bahu, mendekat. “Terlalu banyak yang terpendam. Terkadang, lebih baik tidak menggali.”

Clara dan Peter saling melirik, jantung mereka berdegup.

“Apa maksud Anda?” Tanya Peter tanpa mengalihkan pandangan.

“Beberapa kisah seharusnya tetap terkubur. Mereka bisa membangkitkan kemarahan yang tidak perlu.”

Clara merengut. “Kami ingin tahu kebenaran. Apa yang pernah terjadi pada keluarga kami.”

Lelaki tua itu tampak merenung sejenak, kemudian menggeleng. “Kalian berdua terlalu muda. Tawaran untuk mengetahui itu adalah pedang bermata dua.”

“Kami tidak takut.” Clara mengedipkan matanya. “Kami perlu tahu apa yang sebenarnya.”

“Baiklah.” Lelaki itu ragu sejenak. “Tapi ingat, tidak setiap kebenaran menyenangkan. Dan kalian mungkin menemukan lebih dari yang ingin kalian lihat.”

Dia berbalik dan meninggalkan mereka sendiri, membuat Peter dan Clara merenung.

“Dia benar,” kata Peter akhirnya. “Tapi kita tidak bisa mundur sekarang. Terlalu banyak yang dipertaruhkan.”

“Ya, kebenaran harus diungkap,” jawab Clara, penuh tekad.

---

Malam tiba, dan langit gelap penuh bintik-bintik bintang. Peter dan Clara melangkah keluar dari perpustakaan, rasa dingin menyelimuti mereka. Dalam diam, keduanya merasakan bobot pengetahuan yang baru mereka temukan.

“Besok kita cari tahu lebih banyak,” kata Peter, menatap Clara.

“Ya, kita tidak bisa berhenti di sini,” jawab Clara. “Bersama, kita akan menghadapi apa pun yang terjadi.”

Mereka berjalan beriringan, resolusi baru menyatu di antara mereka, merangkai benang harapan di tengah ketidakpastian yang menanti.

Peter melirik ke arah Clara, melihat ketegangan di wajahnya. “Kamu yakin dengan keputusan ini?”

Clara menarik napas dalam-dalam, masa lalu membayangi pikirannya. “Aku sudah terlalu lama bersembunyi. Ternyata, berani mencari tahu lebih baik daripada hidup dengan ketakutan.”

Peter menghampiri Clara, jarinya menyentuh ringan lengan gadis itu. “Apa pun yang kita temukan, kita hadapi bersama.”

Clara tersenyum tipis, merasakan kehangatan dalam dukungan Peter. “Terima kasih. Bergantung pada satu sama lain membuatku merasa lebih kuat.”

Mereka melanjutkan perjalanan ke rumah masing-masing, suasana sekeliling penuh ketegangan. Namun, saat Clara melangkah di rumah, keraguan kembali menggerogoti pikirannya.

“Clara!” Suara ibunya memecah keheningan malam. “Kau pulang larut. Apa yang kau lakukan?”

Clara menelan ludah, berusaha mempertahankan ketenangan. “Belajar. Ada banyak hal yang perlu diketahui tentang kota ini.”

“Belajar? Atau mencampuri urusan orang tua?” Ibu Clara menatap penuh curiga.

“Urusan orang tua? Apa maksudmu?” Clara menjaga nada suaranya tetap tenang.

“Kau tahu bahwa tidak semua yang terjadi di luar sana baik untuk kita. Aku tidak ingin mencemari hidupmu dengan kebenaran yang menyakitkan.”

“Bukankah itu yang seharusnya kita hadapi?” Clara membalas. “Aku tidak mau terjebak dalam kebohongan yang menyakitkan.”

Ibu Clara mendesah, wajahnya keruh. “Dengarlah, nak, lebih baik tidak menggali masa lalu jika itu hanya akan menyakitkan.”

“Aku akan menangani ini sendiri,” Clara menegaskan, suara bergetar karena emosi.

Kedua mata mereka bertemu dalam keheningan yang sarat dengan ketegangan. Clara merasa imannya untuk mencari tahu semakin menguat.

Sementara itu, Peter tiba di rumahnya dengan pikiran berkecamuk mengenai percakapan itu. Dia beralih ke arah ayahnya yang sedang duduk di sofa dengan tatapan tertuju pada layar televisi.

“Ayah,” Peter mencoba memulai, suara serak di tenggorokan. “Ada yang ingin kutanyakan.”

Ayahnya mengalihkan pandang, menatap anaknya dengan keheranan. “Tentang apa?”

“Yang terjadi delapan belas tahun lalu.” Peter berusaha menenangkan detak jantungnya. Namun sang ayah pergi meninggalkan nya begitu saja

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!