Pemuda tampan itu bukan siapa-siapa, sampai di mana ia ditemui wanita yang tiba-tiba menawarkan tiga juta hanya untuk ciuman bibirnya.
Sejauh Marco melangkah, tiada yang tahu jika di balik matrenya berondong itu, ialah pewaris tahta yang dibuang oleh ayah crazy rich-nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 026
Sempat Allura berontak, meronta, menaiki pagar rumah untuk keluar. Sayangnya Allura hanya seorang diri, tanpa Marco, tanpa Natalie atau bahkan Patricia.
Allura hanya meluruhkan air mata di sepanjang para wanita yang berpakaian mirip dayang- dayang di serial laga itu meriasnya.
Bagaimana Allura tak menangis, dia harus berdandan sebelum dipertemukan dengan calon suami yang tak diinginkannya.
Allura bahkan tak memiliki sedikit pun hasrat untuk menunjukkan kecantikan pada lelaki kaya raya pilihan orang tuanya.
Sanggul elegan, kebaya dengan alur payet modern, kain batik tulis asli yang Allura yakin harganya amat sangat mahal telah melapisi pinggang hingga ke atas mata kaki.
"Woayune, calon Tuan muda." Para wanita itu berbisik- bisik. Allura tak paham apa yang mereka bicarakan, sungguh, bahasa medok itu, Allura tak tahu sama sekali artinya.
Mungkinkah membicarakan kemalangan nasibnya? Atau justru menertawakan dirinya yang akan menikahi duda beranak tiga?
Satu wanita yang paling tua bicara. "Terima kasih atas kerjasamanya, Nona. Karena ini, kami semua tidak perlu dimarahi tuan besar."
Allura diam tak menggubris, elok rupanya tidak seindah suasana hatinya. Ke mana intuisi yang dia miliki? Ke mana? Kenapa seolah tak pernah lagi mengatakan sesuatu.
Hilang, Allura rasa akal sehat sudah tak lagi menemaninya. Allura benar- benar sendiri, tiada satu upaya dadakan pun yang bisa mengubah keadaan nasibnya saat ini.
"Mari, Nona."
Wanita itu menuntun Allura, pelan, amat sangat pelan. Allura bahkan sempat ingin terjatuh karena heels dan kain mahalnya.
Berusaha keras untuk tidak berteriak, karena Allura sungguh tidak kuat lagi bertahan di lingkungan yang aneh ini. Semuanya harus serba hening tiada efek suara berlebihan.
...\=\=~©®™~\=\=...
Di sinilah Marco berada, berdiri di depan cermin besar yang menampilkan bayangan tampan nan gagahnya. Kemeja putih dengan pin di ujung lengan.
9 jam lebih, Marco diam di pesawat bersama para abdi dalem kakeknya. Orang- orang terpilih yang dianggap kepercayaan Rayden.
Ternyata, Eyang masih mengikutinya bahkan sampai ke negara seberang. Selama ini Eyang membiarkannya berjuang bukan karena tidak peduli melainkan pilihan Marco sendiri.
Namun, nyatanya Eyang tak sanggup untuk berdiam diri lebih lama hanya untuk melihat cucunya dihina oleh keluarga sombong Rain.
"Gantengnya cucuku."
Eyang putri memeluk tubuh bidangnya dari belakang. Marco sontak berputar dan lekas menyengir, ia rindu orang tua nan cerewet itu.
Kulitnya yang keriput tak menutupi cantik wajah alaminya. Marco beruntung menjadi keturunan wanita menyenangkan ini.
"I miss you!" Marco kembali memeluk tubuh mungil neneknya, bahkan menggendongnya hingga duduk di kursi meja makan.
Tak puas dengan itu, Marco mendapatkan kecupan manis Oma. "Lupakan suamimu, dah menikah lah dengan ku."
"Oo, memang bocah gendeng!" Ujung tongkat ukiran hitam bergagang naga milik Rayden lekas mengenai kepalanya.
Marco meringis. "Sakit, Yang!"
"Kasihan cucuku." Sambil tertawa, Eyang putri mengusap kepala cucunya. Memang selain tingkah nakalnya di luar rumah, Marco selalu membuat kakeknya cemburu.
"Panggil calon mantu ku!" Rayden mengibas sedikit jarinya, ajaibnya satu titah itu segera dilangsungkan oleh beberapa pria.
"Ehm!" Berdehem salah tingkah, Marco berdiri tegak dengan pandangan lurus. Sesekali ia hela napas dalam- dalam demi menetralisir degup jantung yang berpacu sangat cepat.
"Nggak usah pura- pura gugup. Wong kamu sudah nyicipin tidur bareng!" sindir Rayden.
Marco menatap tidak suka, lirikannya lalu dipatahkan oleh tongkat yang terangkat kembali seakan ingin menghakiminya.
Seorang pelayan berlari masuk, tergesa- gesa, walau tidak begitu mengeluarkan gerakan cepat karena lebih mementingkan etika, tata cara menghadap sang tuan.
"Maafkan saya, Ndhoro." Ngos- ngosan yang terdengar membuat Marco mengernyit.
"Nona Allura, lari!" Marco tak pikir panjang untuk berlari keluar. Segera mengarahkan langkah larinya ke pagar di mana Allura dikepung beberapa wanita dan lelaki.
Allura berteriak- teriak heboh, dandanannya sudah lumayan rusak. Heels entah ke mana, kain bawahannya sudah hingga ke lutut.
"Biarkan aku pulang!" Allura yang sempat terpejam karena teriakannya, tergeming senyap sesaat setelah Marco sampai di hadapannya dengan tubuh membungkuk.
Marco mengatur napas setelah berlari dari teras hingga gerbang yang tidak pula dekat, luas jaraknya bila diukur mungkin bisa untuk membangun ratusan pintu kontrakan.
"Marco!" Allura meraba wajah kekasihnya dengan raut riang. "Kamu baik- baik saja kan? Apa aku bilang tadi, kamu nggak akan tega ninggalin aku!"
Setelah cukup memiliki tenaga, Marco memeluk Allura. Bahkan mengusap punggung, mengecup kening, kemudian menggendong wanita itu untuk dibawa kembali menghadap Eyang.
Yang tentu saja, membuat Allura terkejut keheranan. "Kenapa kita balik lagi ke sini?!"
"Ada yang mau kenalan dengan mu."
Allura memaksa turun. "Aku tidak sudi menikah dengan orang Jawa sialan itu, Co!"
"Why?"
"Masih tanya why?" Allura berapi- api.
"Kamu bilang mau menikahi ku?" lanjutnya menggebu- gebu. "Lagi pula aku bukan wanita yang cocok tinggal di tempat aneh seperti ini, mereka bahkan tidak membiarkan sedikit pun suara di langkah kaki ku!"
Marco sedikit menahan tawanya. Dan hal itu menyulut emosi Allura. "Aku nggak bercanda, Marco! Bawa aku pergi dari sini. Aku nggak punya bakat berjalan mengendap- ngendap seperti kebiasaan mereka!"
Marco tak kuat menahan tawa, tapi, sungguh dia sulit memulai kata. Entah dari mana dulu, Marco akan menjelaskannya, ia tak bisa.
"Sayang," panggil Marco. Dan Allura diam bahkan sempat melirik ke kanan dan kiri sembari berpikir, kenapa tidak ada satupun dari mereka yang menangkapnya.
"Tunggu, Marco!" Allura curiga sesuatu sekarang. Yah, Allura mencurigai sesuatu yang terjadi saat ini juga. "Jadi kamu yang sekongkol sama mereka buat jebak aku?"
Kalau dipikir ulang, Allura tiba di sini setelah sebelumnya menginap bersama Marco. Dan, dari mana orang- orang ini tahu di mana dia berada jika bukan dari Marco sendiri?
Apakah ini membuktikan, bahwasanya benar yang dibicarakan oleh Langit? Marco hanya pemuda matre yang menghalalkan segala cara demi mendapatkan banyak uang?
Allura terkekeh samar. "Kamu tega jual aku sama mereka, Co?!"
"Demi Tuhan, tidak!" sanggah Marco.
"Lalu?"
"Ini rumah keluarga ku."
Allura tercengang sejenak, sebelum tertawa kemudian. "Cukup para penulis novel saja yang berhalusinasi, Marco! Ini nggak lucu!"
Astaga Marco 😅😘
Thor kasih jodoh terbaik untuk natalie
kau tau dian saat wanita tersakiti mungkin mudah untuk memaafkan tapi sulit untuk melupakan.
dan kata2 itu sudah terpatri di hati para kaum wanita yang di sakiti di hianati di selingkuhi seperti natalie.
berjuang lah dian sampai kamu merasa lelah seperti apa yang dulu natalie rasakan.
berkorban lah sampai kau merasa pengorbanan mu sia2 karna tidak ada kepercayaan dari natalie.
berusahalah sampai kamu merasa ingin menyerah karna tidak pernah di tanggapi oleh natalie.
itu baru setimpal dengan apa yang kamu perbuat pada natalie.
dari istri baik2 sampai menjadi istri tak punya harga diri hanya karna mengharap cinta laki2 pecundang seperti dirimu.
egois kamu dian.
kutunggu penyesalan terdalam mu.
silahkan kamu penjarakan natalie di ruang cintamu bersama tapi terasa jauh itu menyakitkan bestie 😅😅.