Sejak kecil Rea seorang anak tunggal terlalu bergantung pada Jayden. Laki-laki sok jagoan yang selalu ingin melindunginya. Meskipun sok jagoan dan kadang menyebalkan, tapi Jayden adalah orang yang tidak pernah meninggalkan Rea dalam keadaan apapun. Jayden selalu ada di kehidupan Rea. Hingga saat Altan Bagaskara tidak datang di hari pernikahannya dengan Rea, Jayden dengan jiwa heroiknya tiba-tiba menawarkan diri untuk menjadi pengganti mempelai pria. Lalu, mampukah mereka berdua mempertahankan biduk rumah tangga, di saat orang-orang dari masa lalu hadir dan mengusik pernikahan mereka?
Selamat Membaca ya!
Semoga suka. 🤩🤩🤩
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Budi Asih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 31
"Jayden, kamu harus tahu satu hal. Perempuan itu gampang sekali luluh dengan perhatian dan kata-kata manis. Tapi, sekali saja hatinya terluka, seribu kali perhatian dan kata-kata manis tidak akan membuatnya luluh seperti dulu lagi. Mungkin, seseorang yang disukainya pernah membuat hatinya patah. Jadi, dia lebih memilih pria lain yang membuatnya aman dan nyaman."
Tanpa sadar Jayden menghela napas panjang, punggungnya yang tegak kini bersandar lemas. Mungkin benar kata ibunya. Pasti Clareance merasa sakit hati saat Jayden menolak perasaan cintanya dulu. Karna itulah Rea tidak percaya lagi padanya. Bahkan, Clareance hanya menganggap ucapan Jayden sebuah candaan saat lelaki itu mengajaknya menikah tempo hari.
Ah, andai saja dia melakukannya lebih awal. Mungkin gadis itu tidak akan memilih pria lain.
###
"Jaga sikapmu di depan orang tua Clareance. Jangan sampai membuat papa malu."
Altan menarik napas dalam usai membaca pesan singkat dari papanya, Pedro Bagaskara.
Malam itu, usai menjemput Clareance di lokasi pemotretan, Altan akan mengajak calon istrinya ke sebuah restoran untuk makan malam. Di sana, kedua orang tua mereka sedang menunggu.
Jarang-jarang keluarga mereka bisa berkumpul untuk makan bersama, karna kesibukan masing-masing. Jadi, malam itu Pedro sengaja mengundang calon besan dan calon menantunya untuk makan malam di restoran, yang sudah ia pesan sebelumnya.
Tentu saja Benyamin Handoko Aldinaya dan juga istrinya menyambut undangan itu dengan perasaan bahagia. Walau bagaimanapun, mereka akan menjadi satu keluarga setelah Rea dan Altan menikah nanti. Jadi, sudah seharusnya mereka berusaha untuk akrab satu sama lain.
"Altan, menurut kamu, aku perlu fitting gaun pengantin sekali lagi, nggak? Aku merasa berat badanku agak naik akhir-akhir ini. Hm, apa kita ke butik saja ya besok, buat memastikan. Bagaimana menurutmu?" Clareance menoleh ke arah Altan. Namun, yang ditanya hanya diam mematung. Lelaki itu tampak terlalu fokus pada jalanan di hadapannya. Hingga Rea harus memanggilnya sekali lagi.
"Altan?" panggilnya dengan tepukan ringan di pundak, membuat lelaki itu terkejut dan menoleh. "Kamu dengerin aku nggak, sih?"
"Eh, kenapa, Zika ... Eum, maksudku, Rea," ralatnya cepat, meski hal itu tetap membuat Rea curiga padanya.
"Kamu ngomong sama aku?" Rea berdecak kesal. Altan tak pernah salah menyebut namanya. Tapi, kenapa malam ini dia terlihat sangat kacau. Lalu, nama siapa yang tadi dia sebut? Apa nama perempuan di apartemen itu?
"Kamu lagi mikirin siapa, sih?"
"Enggak ada."
Clareance menyipitkan kedua matanya, mencoba mencari kebenaran dari semua ucapan Altan padanya.
"Kamu kenapa, sih? dari tadi aku ngomong sama kamu, loh. Tapi, kamu kayak nggak peduli begitu. Ada masalah di kantor?"
Ehm, maaf."
Maaf? Hanya maaf? Tak adakah penjelasan atas sikapnya yang semakin hari semakin menyebalkan itu?!
"Tadi kamu ngomong apa?"
Rea membuang napas kasar lalu melipat tangannya di dada. "Nggak jadi," sahutnya kesal.
Gadis itu menoleh ke samping, menatap jendela mobil dan tak bersuara lagi hingga mereka berdua sampai di restoran.
Sesampainya di tempat tujuan, Rea keluar dari dalam mobil setelah Altan membukakan pintu untuknya. Namun, saat gadis itu ingin meraih lengan Altan untuk di gandeng. Tiba-tiba ia mendengar ponsel calon suaminya berdering.
Raut wajah Altan seketika berubah saat melihat sebaris nama yang muncul di layar ponselnya. Entah siapa yang menelpon, tapi Rea yakin dia melihat Altan tampak begitu gelisah.
"Siapa?" Tanya Rea penasaran sekaligus curiga. Dia berhak tahu karna Altan adalah calon suaminya. Seharusnya tidak ada lagi rahasia di antara mereka berdua kan?
"Ah, itu ... stafku di kantor. Kamu masuk duluan. Nanti aku nyusul," katanya, lalu berbalik pergi menjauhi Clareance.
Karna kesal dengan sikap Altan, akhirnya Rea berjalan gontai masuk ke dalam restoran itu sendirian. Mendahului calon suaminya untuk bertemu orang tua mereka.
"Loh, Altan mana?" Tanya Pedro begitu ia melihat calon menantunya datang. Seperti biasa, pria paruh baya itu menatap kagum pada penampilan Clareance.
Sayang sekali, gadis cantik itu adalah calon istri putranya. Coba kalau tidak, mungkin dia bisa mengajak bermain-main dan sedikit bersenang-senang berdua saja.
"Altan ada di luar, sebentar lagi nyusul," sahut Rea dengan senyum sopan, berusaha sekuat tenaga agar terlihat baik-baik saja.
Tak lama kemudian Altan tiba di restoran. Setelah Rea menghadapi berbagai pertanyaan tentang hubungan mereka dari kedua orang tuanya. Gadis itu lelah karna berpura-pura bahagia, dan seolah tak terjadi apa-apa. Hanya karna tak ingin membuat kedua orang tuanya khawatir. Juga karna rasa cintanya yang begitu dalam pada Altan.
"Hai, sayang. Maaf, ya. Tadi ada urusan sedikit sama orang kantor," ucap Altan, usai memberi pelukan dan kecupan singkat pada Clareance, membuat kedua orang tua mereka saling tatap dengan senyum haru.
"Kalian berdua benar-benar pasangan yang serasi," seru Selena. Wajahnya berbinar penuh kebahagiaan. Wanita itu merasa sangat lega karna akhirnya Rea menemukan lelaki yang tepat untuk menjadi pendamping hidupnya.
Mendengar pujian dari calon ibu mertuanya, membuat Altan tersenyum senang. Lelaki itu meraih tangan Rea yang terkulai di pangkuan dan meremasnya lembut, seolah menegaskan bahwa dia benar-benar beruntung karna telah memiliki Clareance.
Sementara itu, Rea hanya menanggapinya dengan senyum hambar. Berbagai pertanyaan muncul di dalam benaknya. Pertanyaan yang membuatnya semakin curiga pada calon suaminya.
###
"Altan duduk dulu. Mama mau bicara sebentar sama kamu," ujar Yuta begitu ia sampai di rumah.
Wanita itu pulang bersama putranya selepas makan malam dengan keluarga Clareance. Sementara Pedro pergi entah kemana, mereka tidak pulang bersama karna pria itu ingin bertemu seorang rekan kerja, katanya.
Yuta tahu suaminya berbohong, dia sudah hafal betul bagaimana tabiat Pedro. Lelaki itu pasti ingin menemui salah satu wanita simpanannya. Tapi, Yuta tak mau ribut dan memperpanjang masalah, karna itulah dia memutuskan untuk pulang bersama Altan.
Usai menyeduh teh hangat untuk dia dan putranya, Yuta duduk di samping Altan.
"Ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari Mama?" Tanya Yuta to the point.
Wanita itu tahu betul siapa Altan dan bagaimana sifatnya. Sulit bagi Yuta untuk tidak merasa curiga setelah melihat gelagat Altan dan Clareance di restoran tadi.
"Mama ini ngomong apa, sih?"
"Jawab saja pertanyaan Mama, Al," ucapnya lembut sambil meremas punggung tangan Altan. "Siapa tahu Mama bisa bantu mencari jalan keluar."
Seketika Altan terdiam. Ingin sekali dia mencurahkan semua penat yang selama ini ia pendam sendirian. Tentang hubungannya dengan Zika dan kehamilan perempuan itu.
Semua hal yang membuat Altan kehilangan kendali dan fokus pada rencana pernikahannya dengan Clareance.
"Bicaralah, Al. Mama akan mendengarkan keluh kesahmu. Jangan ada yang kamu tutup-tutupi." Yuta menatap ke arah putranya, berharap Altan mau berterus terang dan mengeluarkan semua keresahannya sebelum lelaki itu menikahi Clareance.
"Altan bingung, Ma?"
"Bingung? soal apa?"
"Clareance," desah Altan, seperti berat hendak mengungkapkan isi hatinya. "Altan kasian sama dia, Ma."
"Kenapa? Apa dia sedang mengalami masalah serius? Mama sering dengar namanya di sebut-sebut di media sosial. Apa berita miring tentangnya itu benar?" Cecar Yuta cemas.
Altan menggeleng. "Enggak, Ma. Bukan soal itu. Clareance gadis yang sangat baik, semua berita yang Mama lihat di media sosial hanyalah omong kosong belaka. Clareance bukan gadis seperti itu."
"Lalu, kenapa kamu merasa kasian? Apa terjadi sesuatu yang serius dengannya?"
Lagi-lagi Altan menggeleng. "Dia terlalu baik. Clareance hanyalah tumbal dari keserakahan Papa. Karna itulah Altan nggak tega, Ma."
Yuta mengernyit. Ekspresi wajahnya berubah terkejut, sama sekali tak paham dengan ucapan putranya. "Tumbal? Maksud kamu apa, Al?"
"Semua ini karna keinginan Papa, Ma. Papa yang memaksa aku untuk menikahi Clareance."
Tunggu ... Maksud kamu, kalian tidak saling mencintai satu sama lain? Bukankah kamu bilang dia perempuan yang sangat baik? Mama nggak ngerti sama apa yang kamu bicarakan, Al. Mama pikir, selama ini kalian memang saling mencintai, bukankah karna itu kamu mengajaknya menikah?"
Altan menarik napas dalam, kepalanya tertunduk. Tak sanggup membalas tatapan Yuta yang menunggu penjelasan darinya.
"Bukan Clareance yang selama ini ada di dalam hati Altan, Ma. Altan mencintai perempuan lain. Tapi, Papa nggak suka sama dia."
"Kalau kamu menyukai perempuan lain, kenapa kamu mengajak Clareance menikah?"
"Papa yang paksa aku, Ma. Papa mau Altan menikah dengan seseorang yang punya kedudukan tinggi seperti keluarga Clareance."
"Jadi, semua ini bukan keinginanmu?"
Lelaki itu menggeleng lemah.
"Lalu, bagaimana hubunganmu dengan gadis itu? Apa kalian sudah putus?"
"Altan nggak mungkin putus sama dia, Ma." Altan mendongak, memberanikan diri untuk menatap ibunya.
"Altan nggak mungkin ninggalin dia. Karna sekarang, dia sedang mengandung anaknya Altan."
Seketika Yuta lemas. Punggungnya rebah di sandaran sofa. Rasa sesak mendadak memenuhi rongga dadanya, membuat wanita itu sulit bernapas.
Ya, Tuhan apa yang harus dia lakukan? Apa yang harus dia katakan pada keluarga Clareance? Pernikahan Altan hanya tinggal menghitung hari, Pedro bisa saja membunuh putranya sendiri kalau sampai Altan lebih memilih perempuan lain dan membatalkan pernikahannya.
Siapa yang udah baca sampai sini? Gimana ceritanya? Bagus nggak sih? Komen, ya. Makasih 😘 🥰