NovelToon NovelToon
Arisan Rumpi

Arisan Rumpi

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Kantor / Persahabatan / Fantasi Wanita / Slice of Life
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: Evichii

Ini adalah cerita tentang Lini, seorang gadis yang pergi merantau ke Jakarta dan tinggal di salah satu rumah kost. Hari-harinya dipenuhi warna ketika harus menghadapi trio emak-emak yang punya hobi ngejulidin tetangga. Naasnya salah satu anggota trio itu adalah ibu kost-nya sendiri.

Ga cuma di area kostan, ternyata gosip demi gosip juga harus dihadapi Lini di tempat kerjanya.

Layaknya arisan, ghibah dan julit akan berputar di sekitar hidup Lini. Entah di kostan atau dikerjaan. Entah itu gosip menerpa dirinya sendiri, atau teman dekatnya. Tiap hari ada aja bahan ghibah yang bikin resah. Kalau kamu mau ikut gabung ghibah sama mereka, ayok aja! Tapi tanggung sendiri resikonya, bisa-bisa nanti giliran kamu yang kena giliran di-ghibahin!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evichii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sisi Gelap

Pak Andreas tampak keluar dari ruang meeting dengan tergesa-gesa padahal harusnya meeting berlangsung masih sekitar satu jam lagi. Wajahnya tampak memerah karena menahan amarah.

Mbak Silvi menyusul di belakangnya dengan setengah berlari tanpa berani mengeluarkan sepatah kata pun, diikuti Mbak Iis dan Niken yang sama diamnya. Hanya berjalan dengan langkah cepat-cepat mengikuti Pak Andreas dari belakang menuju ke ruangannya.

Sementara menurut informasi dari Toni yang tadi sempat berpapasan dengan klien Traco di lift, sepertinya mereka memundurkan jadwal produksi karena adanya ketidaksesuaian data. Dari arah obrolan mereka, Toni mengira pihak Traco juga terlihat kecewa dengan hasil meeting hari ini.

Suasana ruangan PPIC gaduh karena pemandangan tadi, mereka bertanya-tanya apa yang terjadi di dalam ruang meeting sampai-sampai Pak Andreas pergi meninggalkan ruang meeting dengan kesal seperti itu.

Gue yang emang dilarang keras sama Mbak Silvi untuk masuk ke ruang meeting, cuma mengintip dari balik layar laptop ketika Mbak Silvi, Mbak Iis dan Niken kembali dari ruangan Pak Andreas. Abis itu gue pura-pura sibuk membuat jadwal produksi untuk seminggu ke depan.

"Lini! Abis istirahat, ikut Huddle Meeting di ruangan Pak Andreas.. Bawa hasil Kick off Meeting kemaren yang di Gading.." sahut Mbak Silvi tegas dan langsung masuk ke ruangannya sambil membanting pintu.

Terdengar bisik-bisik di antara tim PPIC yang lain, tapi gue enggan ikut gabung menggosip. Apalagi ini udah hampir masuk jam istirahat.

Gue membereskan semua kerjaan yang harus gue submit ke lantai produksi karena abis istirahat gue harus fokus penuh dengan masalah Traco.

Gue yakin Pak Andreas marah karena data material khusus yang diminta klien saat meeting terakhir minggu lalu belum dilampirkan dokumen analisa ujinya oleh tim baru. Tim baru disini maksudnya tim tikung kerjaan gue! Siapa lagi kalau bukan Mbak Iis dan Niken.

Gue udah bilang Mbak Silvi kalau klien meminta beberapa material khusus seperti plat jenis SUS 304 dan beberapa material lain yang memang ga biasa kita gunakan di project- project lain. Tapi Mbak Silvi ngambil langkah sendiri dengan melibatkan Mbak Iis dan Niken yang jelas-jelas ga ikutan meeting terakhir minggu lalu, lalu secara sepihak mendepak gue dari project ini.

Anehnya, Mas Abdan juga ga mengingatkan Mbak Silvi soal permintaan khusus itu yang jelas-jelas tertulis di Minutes of Meeting (MoM). Kalau Mbak Silvi sih, gue ragu dia bakalan baca MoM sedetail itu, tapi Mas Abdan?? Apa dia emang sengaja ga mengingatkan hal itu untuk menjatuhkan Mbak Silvi di depan Pak Andreas? Ah, ngapain gue jadi suudzan sama Mas Abdan?!

Yang jelas, gue bersyukur ternyata tenaga dan pikiran gue masih diperlukan untuk terlibat di project ini. Meskipun harus lewat drama dilengserkan dulu dari tim inti.

"Ga usah carmuk deh lo!" Mbak Iis tiba-tiba datang lagi ke meja kerja gue dengan penuh emosi.

Gue langsung bangun dari posisi duduk gue, karena trauma dengan kejadian sebelumnya. Gue masih inget dengan jelas kejadian kemaren waktu Mbak Iis tiba-tiba menghantam kepala gue ke meja sekencang mungkin, sampai gue cidera lumayan parah dan dia sekarang bisa bebas berkeliaran tanpa perasaan bersalah sedikit pun.

"Lo lagi ngomongin diri lo sendiri, mbak?" tanya gue ga kalah sinis dengan suara yang ga kalah kencang.

"Nyolot emang ni bocah!" ekspresi Mbak Iis kesal sekaligus tengsin karena ga nyangka kalo gue ternyata berani nantangin dia.

"Udahlah... Udahlah, Is.." Pak Sarkam ikut bangun dari kursinya dan berjalan menghampiri Mbak Iis untuk menyuruhnya menjauh dari gue.

"Kita udah dewasa, kita satu tim.. Dan kita kerja yaa demi kepentingan perusahaan ini kan? Tujuan kita sama, biar perusahaan ini semakin maju, kita makin sejahtera.. Jadi apa gunanya ribut gara-gara hal yang sebenernya bisa diomongin secara baik-baik.."

Pak Sarkam menengahi Mbak Iis dan gue yang masih beradu tatapan sinis. Gitu juga tim PPIC yang lain, tampak waspada kalau-kalau terjadi pertengkaran yang lebih brutal antara gue dan Mbak Iis.

Jujur gue masih kesel sama Mbak Iis dan semua orang yang seenaknya sama gue. Padahal niat gue cuma pengen kerja, bukan cari musuh dan ga ada niatan untuk menjatuhkan orang lain. Gue cuma pengen kerja!

Tapi ini bukan soal kekompakan tim atau masalah kerjaan. Ini soal harga diri gue yang sejak pertama kali masuk ke sini selalu direndahkan sama tiga orang cewek rese di tim gue. Pas gue digosipin yang engga-engga, gue diem. Pas kepala gue dijedotin ke meja sampe gue ga bisa masuk kerja dan mereka ga ada satupun yang keliatan menyesal, gue juga masih diem aja. Tapi sekarang, ketika jerih payah gue mau diambil gitu aja dan mau diakui sebagai kerjaan mereka di depan Pak Andreas, ya jelas lah gue mau ngelawan! Gue ga takut karena gue ngerasa bener!

"Saya maunya juga baik-baik, pak! Tapi bapak juga liat kan, selama ini gimana mereka memperlakukan saya?"

Gue mendengus kesal dan langsung pergi dari tempat itu tanpa banyak bicara lagi. Gue sadar , setelah kejadian ini maka selamanya gue ga akan pernah bebas untuk bertindak apapun di kantor ini. Apalagi Mbak Iis senior dan cukup lama di sini. Udah pasti gue yang kalah secara dukungan massa. Udah pasti setelah ini gue akan sering mendapat sanksi sosial dari rekan kerja yang lain, seperti diomongin di belakang atau dijauhin.

Tapi ga apa-apa. Lagi-lagi gue kuat. Karena ambu sama abah ga pernah ngajarin gue untuk jadi cewek yang lembek dan manja.

Gue menuruni tangga menuju ke lantai satu dengan perasaan yang masih kesal. Gue mau menenangkan diri di tempat biasa, di lorong belakang gudang sparepart di samping mushola. Gue duduk selonjoran dan menelfon Restu.

"Hai, sayangku.. Lagi istirahat ya?"

Gue tersenyum tipis. Seketika hati gue berasa hangat dan ga kesel lagi.

"Iya.. Lo udah makan?"

"Belom.. Masih nunggu Ado.."

"Mama gimana?"

"Operasinya belom selesai... Mudah-mudahan mama membaik abis operasi ini.."

"Aamiin.."

"Gimana kerjaannya hari ini?"

Gue tersenyum lagi mendengar pertanyaan Restu. Padahal gue ingin ngadu banyak hal sama dia. Gue ingin berkeluh kesah tentang semua hal yang bikin gue bete sejak tadi, tapi gue mengurungkan niat untuk bikin beban pikiran Restu jadi semakin nambah.

"Aman.. Everything is fine!" jawab gue sambil mengusap air mata yang tiba-tiba aja turun.

"Hebat banget sayang aku mah..."

"Dih! Sejak kapan jadi aku-akuan?" gue tertawa, merasa geli sendiri.

"Kenapa emang? Kamu emang sayangnya aku, kok!"

"Gombal!"

"Emang udah ga mau jadi sayangnya aku?"

"Restu! Lo ih.. Ada siapa di deket situ?"

"Ado nih baru dateng!"

"Kan malu tauk kalo Ado denger! Bisa-bisa dia pengen juga hehehe.."

Restu tertawa. "Yaa ampun, belom apa-apa gue udah kangen!"

"Sama Ado?"

"Ya sama kamu dong, pacar!" Gue tertawa sambil mengusap air mata yang terus mengalir. Entah kenapa semakin gue bersyukur punya Restu, gue malah semakin terharu dan bahkan bisa sampe menitikkan air mata kayak gini.

"Kabarin kalo mama udah selesai, nanti pulang kerja gue langsung ke situ.."

"OK, Pak Andi stand by kok.."

"Ya ampun, gue bisa sendiri naek ojek, Restuu.."

"Ga apa-apa.. Lo kan bisa tiduran di mobil.."

Gue menyerah untuk berdebat dengan Restu. Walaupun gue pasti ga akan bisa tidur nanti, tapi gue iyain ajalah..

"Makan dulu gih.."

"Lu juga.. Titip doain mama terus ya.."

"Pastinya..."

"Makasih sayang.."

"Sama-sama, sayang..."

Restu tertawa, kayak bahagia banget waktu gue akhirnya bales bilang 'sayang'.

Panggilan telfon berakhir dan gue masih tersipu sendirian. Ternyata punya pacar itu rasanya aneh. Bahagia tapi sekaligus juga jadi punya list tambahan personil yang perlu dikhawatirin.

Semoga Restu kuat menghadapi ujian ini dan semoga mama juga membaik setelah proses ikhtiar panjang dan berat yang udah dilaluinya selama ini.

Gue baru aja beranjak dan hendak berbalik badan untuk kembali ke kantor. Niatnya pengen nyari makan siang, tapi langkah gue mendadak berhenti.

Mas Abdan berdiri menutupi jalan gue dan bersikap santai sambil menyalakan rokok di tangannya.

"Mas Abdan, sejak kapan lo di sini?"

"Jadi ini tempat lo kalo mau telfon mesra-mesraan sama cowok lo?"

Gue membuang muka dengan salah tingkah, rupanya Mas Abdan diem-diem nguping pembicaraan gue sama Restu tadi.

"Mau kemana sekarang?"

"Umm.. Makan.." jawab gue pelan.

"Gue mau ngomong.."

"Oh, ya udah.. Soal meeting nanti?"

Mas Abdan menggeleng sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

"Terus? Soal kemaren ya.. Oiya, gimana kondisi abang lo, mas?"

Mendengar pertanyaan gue ini, Mas Abdan malah ketawa.

"Lo serius nanyain kondisi abang gue?"

"Yaaaa.. Iyaa, emang salah? Abang lo kemaren tangannya luka kan..."

"Lo ga dendam sama dia? Dia mau perkosa lo kan?"

Gue melotot mendengar ucapan Mas Abdan yang blak-blakan tanpa memikirkan perasaan gue. Padahal gue sebenernya masih trauma kalau inget kejadian kemaren, tapi gue mencoba lupain semuanya karena gue masih menganggap Mas Abdan sebagai orang yang gue kenal dengan baik.

"Bang Aldi ngomong apa aja kemaren?" Mas Abdan mendekat ke arah gue.

Gue mundur walaupun mungkin sikap gue keterlaluan kalau harus takut sama Mas Abdan.

"Ga ada kok.. Gue lupa, tapi dia ga ngomong apa-apa selain ngelantur hal ga penting.." jawab gue sambil menatap mata Mas Abdan. Mencoba meyakinkannya kalau gue sungguh ga memikirkan semua perkataan Bang Aldi tentang Mas Abdan kemaren.

Gue yakin 100% kalo Bang Aldi orang yang ngelantur dan ga berpikiran waras kayak yang diomongin sama genk rumpi.

"Ga usah ditutup-tutupin, Lin.. Cerita sama gue, kemaren dia bilang apa?"

Mas Abdan semakin maju mendekat sampai gue akhirnya tersudut di tembok gudang.

"Mundur mas.. Jangan terlalu deket, nanti kalo ada yang liat dikira kita mau macem-macem.."

Gue mendorong dada Mas Abdan dengan kedua tangan gue agar dia menjauh. Tapi Mas Abdan malah menangkap salah satu tangan gue.

"Bilang Lin, kemaren Bang Aldi cerita apa? Atau gue akan makin nekat di sini.."

Gue terkejut. Maksudnya nekat gimana?

"Ok!" jawab gue panik. "Tapi mundur dulu.."

Gue menunggu Mas Abdan mundur beberapa langkah sebelum akhirnya meneruskan untuk bercerita soal kejadian yang sejujurnya bikin gue trauma.

"Kemaren Bang Aldi bilang kalo Mas Abdan yang ngehamilin istrinya.. Jadi..." gue berhenti untuk melanjutkan omongan gue, karena Mas Abdan langsung berbalik badan dan melepaskan tangan gue dengan kasar.

"Sial!" serunya bikin gue kaget. "Lo percaya?"

"Ya engga lah.. Kata Bu Sri, Bang Aldi emm.. maaf, agak kurang waras.. Kan gue udah bilang tadi, kalo gue udah lupain kejadian kemaren.."

Mas Abdan terdiam dan menatap gue serius sampai beberapa saat lamanya.

Tentu aja gue lagi-lagi salah tingkah dan canggung ditatap kayak gitu. Apalagi gue sama Mas Abdan sempet saling suka-sukaan.

"Gue percaya Mas Abdan orang baik.. Dan bakalan selalu jadi orang baik.." gumam gue pelan sambil balas menatapnya.

Tanpa disangka, Mas Abdan memeluk gue tiba-tiba dan udah pasti gue berontak dong! Ini di lingkungan kerja dan siapa aja bisa liat kita berdua!

"Maaf, Lin.. Anak itu emang anak gue.. Anaknya Diana emang anak gue! Gue khilaf karena gue terlalu frustasi sama lo!"

"Apa???" Gue kelepasan teriak sambil mendorong tubuh Mas Abdan kuat-kuat.

"Mas?? Apa lo bilang?" gue syok ngedenger pengakuan Mas Abdan tadi.

"Gue yang ngehamilin Diana, karena gue frustasi sama lo! Lo selalu nolak gue.. Lo selalu dingin sama gue! Abis ngasih gue harapan, terus lo pergi lagi dari gue.. Gue selalu mikir, apa kurangnya gue? Bahkan Diana yang udah bersuami pun bisa tergoda dan takluk sama gue, kenapa lo enggak??"

"Mas!!! Sakit lo ya??! Gila lo! Gue ga nyangka.. Lo anj***... Gue... !!" Bibir gue gemetar sampe ga sanggup nerusin umpatan yang udah ada di otak.

Mas Abdan kembali menyalakan rokoknya yang baru. Sementara gue masih mencerna setiap cerita yang mengalir dari bibirnya. Kenapa jadi gue yang salah?

"Gue ga habis pikir, mas.. Kenapa ini semua tiba-tiba jadi salah gue? Kenapa jadi gue yang harus diteror sama abang lo, gara-gara diri lo yang nafsuan sama bini orang? Sakit lo mas! Keluarga lo semua sakit!"

Gue berbalik dan buru-buru lari menjauh dari Mas Abdan yang sempat menangkap tangan gue untuk mencegah gue pergi.

"Lo nanti bakal sadar, Lin.. Kalo cowok yang bener-bener sayang dan cinta sama lo, itu gue.. Bukan cowok manja itu!"

Gue berlari sekuat yang gue bisa tanpa menoleh lagi ke arah Mas Abdan. Ga akan! Mulai sekarang dan seterusnya gue ga akan pernah lagi menoleh ke arah dia, sekali pun!

Gue ternyata beruntung, Gue ternyata udah dilindungi sama Tuhan. Ternyata semua peristiwa yang terjadi di kehidupan gue akhir-akhir ini adalah skenario Tuhan buat nunjukin siapa yang terbaik untuk ada di sisi gue.

Seandainya waktu itu gue lebih memilih kabur dari Restu dan malah naik ke motor Mas Abdan, tentu ceritanya ga akan kayak sekarang. Gue pasti akan menyesal, seandainya dulu Restu ga gencar ngedeketin gue dan nekat nungguin gue terus di depan kantor.

Entah gue bisa menghadapi meeting dadakan nanti dengan Mas Abdan yang ada di hadapan gue atau malah setelah ini gue akan mulai ngerasa takut dengan dia.

Yang pasti saat ini gue cuma perlu kabur sejauh-jauhnya dari Mas Abdan. Fix! Di balik semua rasa takut dan keheranan gue tentang sosok Mas Abdan, gue ngerasa beruntung karena gue ga sempat masuk ke perangkapnya.

Mungkin cerita genk rumpi tentang Nisa yang sexy atau tentang si Uli yang minta tanggung jawab ke Mas Abdan secara terus-terusan, bukan cuma gosip belaka.

Gue lagi-lagi cuma bisa bersyukur karena tanpa perlu bersusah payah mencari bukti dan kisah masa lalu Mas Abdan, gue bisa menemukan jawabannya sendiri.

Mas Abdan punya sisi gelap yang ga gue sangka sama sekali. Dia adalah penjahat kelamin berkedok cowok manis sok romantis yang sangat butuh pengakuan sampai nekat melakukan apapun demi mendapatkannya. Bagi gue, itu lebih mengerikan dibandingkan dengan sisi gelap yang dimiliki Bang Aldi.

***

1
Los Dol TV
jos..
gandos
Los Dol TV
Kebahagiaan ternyata mudah ya....
Los Dol TV
sabar
La Rue
wah semakin penasaran jangan² Aldi kerjasama sm Mbak Silvi balas dendam sama Abdan
Los Dol TV
keren
Evichii: Tengkyuuu...
Tungguin kita mau berkunjung ke Rindu Gugat yaaahhh.. :)
total 1 replies
Los Dol TV
kutunggu deh kunjungannya di karyaku Rindu Gugat
Evichii: Otewe baca...
total 1 replies
Los Dol TV
keren mbangets
Los Dol TV
Indah elok asyik
Los Dol TV
aalam untuk restu... Thor
Los Dol TV
Bu Sei nya gimana sih, Thor...
Los Dol TV
makin lama makin keren, aku ikuti dah...
Los Dol TV
Kejutannya aku nemuin karya ini malam, Thor.... semangat ya
Los Dol TV
Judulnya asyik, kebingungan yang membingungkan... keren. Thor
La Rue
Lin,kenapa hidupmu rumit banget
Los Dol TV
good
Evichii: Thank you 🤗 Happy reading..
total 1 replies
Evichii
/Sob//Sob//Sob/
La Rue
Ya ampun kasihannya Lin, kenapa takdir baik belum memihak padamu 😢
Evichii: Lini lagi dapet ujian bertubi-tubi nih.. doain terus Lini ya kak 🙃
Evichii: /Sob/ sabar ya kak.. temenin terus Lini menghadapi ini 🥲
total 2 replies
La Rue
kasihan Lin 😢
La Rue
duh masih diaduk² ni perasaan sm penulis 🫣
mous
lanjutkan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!