Another Life

Rencana Romeo untuk menjadikan Rena sebagai diva besar dunia sepertinya akan membuahkan hasil. Belum ada 12 jam sejak perilisan, lagu debut berbahasa inggris itu sudah ditonton sebanyak 3 juta kali.

Beberapa orang dari Arial, termasuk CEO agensi tersebut, sempat mengirim pesan berisi ucapan selamat kepada Rena. Sebelum gadis itu mematikan ponselnya karena sang papa mulai menelepon.

Saat ini, Nathan dan Rena sedang makan malam berdua di apartemen Rena. Satu jam yang lalu, mereka baru saja selesai membereskan barang-barang milik gadis itu. Sebagai ucapan terima kasih, Rena memasakkan nasi goreng telur untuk sang kekasih.

“Maaf ya, aku belum sempat belanja, jadi hanya bisa memasak nasi goreng,” ucap Rena.

Nathan menggeleng, “kenapa kamu bicara seperti itu? Nasi goreng ini adalah makanan yang sangat spesial. Apapun yang kamu masak, aku sudah pasti akan suka.”

Rena tertawa mendengar gombalan sang kekasih. Mereka pun melanjutkan makan malam dengan tenang.

Ngomong-ngomong, Nathan tidak pulang sejak pagi tadi. Lelaki itu memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan sang kekasih selagi bisa. Karena setelah ini, Rena pasti akan sangat disibukkan dengan aktivitas promosi lagu.

Ding dong!

Suara bel apartemen membuat Rena yang hendak mencuci piring pun berhenti dan menoleh ke arah pintu.

“Biar aku cuci piringnya. Kamu buka dulu pintunya sana, mungkin itu keluargamu,” ucap Nathan sambil mengambil alih piring di tangan Rena.

“Tapi keluargaku tidak ada yang tahu kalau aku pindah.”

Ucapan Rena membuat pergerakan Nathan terhenti.

“Apa maksudmu, Rena?” tanya Nathan bingung.

“Sebenarnya, aku pindah secara diam-diam. Tidak ada yang tahu alamat apartemen ini,” jelas Rena.

Nathan terdiam mendengar penjelasan jujur sang kekasih. Lelaki itu mulai berpikir bahwa hubungan Rena dan keluarganya lebih rumit dari yang ia pikirkan.

“Kamu tunggu di sini,” kata Nathan hendak menuju pintu.

Grep!

Nathan menoleh saat lengannya ditahan oleh Rena. Gadis itu menggelengkan kepalanya pelan.

“Biar aku saja,” ucap Rena.

“Bagaimana kalau ternyata itu bukan orang baik?” cemas Nathan.

Rena tersenyum lembut, “kakak berpikiran terlalu jauh. Tenang saja, itu mungkin pemilik apartemen.”

Setelah mengucapkan kalimat penenang itu, Rena pun melangkahkan kakinya menuju pintu. Walaupun ia meminta Nathan untuk tenang, tapi justru dirinya lah yang kini merasa sangat cemas.

Ding dong!

Pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan negatif mendengar suara bel yang beberapa kali ditekan. Sayang sekali, meskipun mewah, tapi apartemen ini belum dilengkapi dengan kamera pintu. Ia jadi tidak bisa melihat siapa yang datang tanpa membuka pintu.

Tangan gadis itu bergerak perlahan membuka pintu.

Cklek!

Kedua bola mata Rena membola sempurna melihat siapa yang datang. Hendra, Yohana, dan Leo. Gadis itu melangkah mundur dengan panik saat sang papa memasuki apartemennya dengan langkah gusar.

Plak!

“Ahk!”

Plak!

“Papa?!”

Plak!

Tubuh Rena terus mundur dan terhuyung ketika sang papa menampar pipinya berkali-kali. Hendra terus menampar pipi kiri putri bungsunya, tidak peduli sang istri dan anak sulung yang sudah berteriak panik sambil mencoba menahan tangannya.

Nathan yang mendengar keributan, langsung pergi ke depan untuk memeriksa kondisi Rena. Ia sangat terkejut melihat kekasihnya yang ditampar secara brutal oleh papa gadis itu. Hendra semakin marah saat melihat ada Nathan di apartemen baru putrinya.

“Dasar anak kurang ajar!”

Plak!!

“Rena!”

Nathan menangkap tubuh Rena yang hampir saja jatuh. Lelaki itu menatap penuh khawatir pipi kiri sang kekasih yang sudah memerah dan sudut bibir yang berdarah.

“Jangan sentuh anak saya!” bentak Hendra sambil mendorong Nathan.

Pegangan Nathan pada Rena terlepas membuat tubuh gadis itu jatuh terduduk di lantai. Nathan hendak membantu Rena berdiri, tapi papa dari kekasihnya itu mencengkeram kerah kemejanya dengan kuat.

“Saya peringatkan! Jauhi anak saya!” tegas Hendra tepat di depan wajah Nathan.

Nathan terdiam menyaksikan sorot mata penuh amarah pria di hadapannya. Ia sungguh tidak paham dengan situasi yang terjadi sekarang.

“Kenapa Tuan Airlangga melakukan semua ini? Apa salah Rena?” tanya Nathan dengan nada menuntut.

Hendra mengeratkan cengkeramannya di kerah lelaki 23 tahun itu.

“Ini semua salahmu!” bentak Hendra, “Rena pergi dari rumah karena kamu! Dia berani melawan saya karena kamu! Dia menolak perjod—”

“Aaaaaaa!!!!”

Teriakan kencang Rena membuat Hendra dan Nathan sontak menoleh ke arah gadis yang masih terduduk di lantai itu.

“Cukup!! Hentikan!!!”

Gadis berusia 18 tahun itu berteriak histeris sambil menjambak rambutnya sendiri. Yohana sampai menutup mulut terkejut, tidak menyangka jika putrinya bisa sehisteris ini. Rena sangat kacau seolah mentalnya sedang terguncang.

Nathan hendak menghampiri sang kekasih, tapi gerakannya berhenti ketika gadis itu menoleh dengan sorot mata tajam penuh amarah. Gadis itu berdiri, lalu berjalan pelan mendekati sang papa.

“Sudah selesai?” tanya Rena dengan suara rendah dan tenang.

Hendra hanya diam melihat Rena yang sudah berantakan.

“Papa yakin aku pergi dari rumah karena Kak Nathan?” tanya Rena sambil menatap tajam kedua mata papanya, “papa yakin aku berani melawan papa karena Kak Nathan?”

Lidah Hendra mendadak kelu mendengar pertanyaan menuntut sang anak.

“Aku mengenal Kak Nathan baru-baru ini,” lirih Rena, “mana mungkin dia bisa mempengaruhiku seperti yang papa katakan.”

Semua orang terdiam mendengar kata-kata gadis yang sudah terlihat acak-acakan itu. Suaranya terdengar lirih, tapi sarat akan kebencian.

“Apa papa butuh cermin? Kenapa tidak lihat diri papa sendiri?” sindir Rena sambil tersenyum sinis.

“Hentikan, Rena,” lirih Yohana yang takut suaminya kembali naik pitam.

“Mama juga sama saja!” bentak Rena sambil menatap sang mama, “Kak Leo, Kak Flo, kalian semua sama saja! Kalian semua bersikap seolah-olah lebih baik dari papa…”

Setetes air mata turun di wajah marah gadis itu.

“… tapi kalian tidak pernah benar-benar melindungiku.”

“Kita semua sayang padamu, Rena,” balas Yohana tidak setuju dengan ucapan sang putri.

Rena tersenyum miring, “sayang? Cih, omong kosong. Seharusnya kalian mengatakan itu sebelum aku memutuskan untuk melompat ke laut.”

Hendra, Yohana, dan Leo diam membatu mendengar ucapan Rena. Selama ini, mereka berusaha keras untuk tidak mengungkit penyebab tenggelamnya gadis itu. Mereka tidak menyangka jika Rena akan ingat bahwa dulu dirinya bunuh diri dengan cara melompat ke laut.

...----------------...