NovelToon NovelToon
Jodoh Pilihan Abi

Jodoh Pilihan Abi

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Pelakor jahat
Popularitas:78.7k
Nilai: 5
Nama Author: Siti Nur Halimah

Sebagai anak bungsu dan perempuan satu-satunya, malam itu adalah pertama kalinya Abi membentak Zahra supaya putrinya itu menikah dengan anak Kyai Amir, Gus Afkar. Padahal Gus Afkar adalah suami incaran sahabatnya, dan dia sebenarnya berencana untuk lanjut S-2 dulu.
Setelah pengorbanannya, ia harus menghadapi sikap sang suami yang tiba-tiba berubah dingin karena setelah akad nikah, dia mendengar rencana Zahra yang ingin menceraikannya. Belum lagi, reputasi pondok yang harus ia jaga.
Mampukah Zahra bertahan diantara orang-orang yang punya keinginan tersendiri padanya? Dan akankah ia dapat mempertahankan rumah tangganya?
Zahra sang anak kesayangan keluarga, benar-benar ditempa dalam lingkungan baru yang tak pernah ia sangka-sangka sebelumnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Nur Halimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dinginnya kembali sikapmu, Gus

‘Harusnya aku bahagia lelaki ini tidak menghiraukanku, bukankah itu akan mempercepat perceraian kami? tapi kenapa melihatnya mengabaikanku, membuatku sedih’ pikir Zahra bingung dengan perasaannya sendiri.

Ia menatap lelaki itu yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Lelaki itu tak menolehnya sama sekali.

‘Gus!’

Zahra serasa mengulangi malam pernikahannya dulu.

Ingin ia menjelaskan semuanya apalagi tentang Adrian tadi. Namun sikap Nayla di Semarang dan rasa bersalahnya pada gadis itu, menghalanginya.

Lelaki itu sekarang tampak mengambil bantal dan selimut, lalu tidur di sofa.

Dalam sekejap saja, dia sudah terlihat terpejam.

Air mata Zahra tak terasa menetes ke pipinya, ia segera mengusapnya sebelum lelaki itu melihatnya.

‘Tidurlah Gus! karena aku tidak bisa meringankan beban di hatimu’

Zahra bangkit dari ranjangnya dengan putus asa, ia hendak berjalan keluar menuju dapur. Mungkin dengan menyibukkan diri  ia akan melupakan segalanya.

******

Sudah hampir seminggu sejak ia kembali dari Semarang, suaminya mengabaikannya dan terus bersikap dingin.

“Ini Gus!” ucap Zahra sambil memberikan handuk bersih itu kepada suaminya yang terlihat bingung mencari handuk di lemari.

Lelaki itu langsung meraih handuk tersebut dan pergi ke kamar mandi.

Zahra menghela nafas panjang sambil memperhatikan lelaki itu yang masuk ke ruangan tersebut tanpa sepatah kata pun.

‘Aku memang pantas diabaikan, Gus!’ 

Tes

Air mata kembali menetes di atas pipinya.  Ia segera mengusapnya, dan berjalan mengambil sepatu pantofelnya.

Untuk berapa lama ia tertegun memandang sepatu itu.

Air matanya kembali menetes mengenai sepatu itu.

‘Seandainya aku bisa memilikimu, seperti seserahanmu ini, Gus,’ pikir Zahra.

Ia kembali tak bisa menahan perasaannya, namun karena ia ingat ini adalah hari pertamanya mengajar di madrasah yang dikelola pesantren tersebut, Ia berusaha menguatkan diri.

Segera dipakainya sepatu tersebut, dan beranjak menuju dapur untuk menyiapkan sarapan pagi di meja makan.

Sementara itu suaminya yang baru saja keluar dari kamar mandi berpapasan dengannya.

‘Gus’

Zahra terhenti, namun lelaki itu bahkan tidak melirik ke arahnya.

Zahra menelan ludahnya, berusaha menghentikan matanya yang terus berair.

‘Sabar Zahra, kamu bisa menahan semuanya’

Ia kembali berjalan menuju dapur dengan perasaannya yang begitu hancur.

Satu persatu dari mulai nasi sampai sambal, ia keluarkan dari dapur itu, dan ditaruhnya di atas meja makan.

Tak Berapa lama suaminya itu telah keluar menuju meja makan.

Makan dulu Gus ajak Zahra dengan nada yang begitu lembut

Lelaki itu kemudian duduk, sekali lagi bahkan tanpa meliriknya.

‘Tidak apa Zahra’ gumam Zahra dalam hati sambil bangkit untuk mengambilkan suaminya itu nasi.

Namun tiba-tiba, lelaki itu mengangkat piringnya dan mengambil nasi sendiri.

Sudah hampir seminggu juga lelaki itu melakukannya, tapi Zahra tetap berusaha, mungkin saja lelaki itu melunak.

Zahra kembali menelan ludahnya, dan duduk untuk makan.

Ia menatap sang suami yang duduk di depannya itu.

Lelaki itu tampak makan sambil menunduk dan memperhatikan ponselnya.

Lalu selang tak lama, dia bangkit.

Zahra segera mengikutinya bangkit dan menyalaminya.

Lelaki itu terdengar menjawab salamnya sekedarnya, kemudian mengambil ransel di kamar dan keluar.

‘Gus’

Kembali air mata menetes di atas pipi Zahra, dan sekali lagi pula ia mengusapnya.

‘Tidak Zahra, kamu harus kuat’ ucap Zahra pada dirinya sendiri.

Ia kemudian membereskan makanan dan peralatan yang ada di atas meja makan itu, kemudian mengambil tas ranselnya dan beranjak pergi.

“Bahkan bayanganmu saja sudah tidak kelihatan, Gus,” guman Zahra dalam hati setelah membalikkan badannya, sehabis mengunci pintu.

Iya mulai melangkah dengan murung.

“Assalamualaikum, Ning Zahra,” sapa Ning Alfiyah yang baru saja keluar dari arah rumah Ummi Aminah.

“Waalaikumsalam,” jawab Zahra agak heran, tumben Ning Alfiyah berangkat ngajar tapi memutar ke rumahnya terlebih dahulu.

“Lihatnya biasa saja, Ning Zahra,” ucap Ning Alfiyah, mungkin menyadari ekspresinya yang keheranan.

“Nggak, aneh saja kamu menyusulku dulu, bukannya itu tambah memutar jauh, Ning,” tanya Zahra.

“Enggak, masa’ menjemput kakak iparnya dibilang jauh,” jawab Gadis itu dengan mimik yang terlihat begitu bahagia.

Zahra menyipitkan mata sambil meliriknya penuh curiga.

“Apa terlihat banget?” tanya Ning Alfiyah sambil menoleh ke arahnya setelah tampak meringis malu.

Zahra mengangguk serius.

“Sebenarnya ini hari pertama Kak Adrian mengajar di sekolah ini juga,” bisik Ning Alfiah lirih.

‘Jadi benar kamu sudah kembali dari Jerman, Kak Adrian?’ pikir Zahra tanpa sadar terhenti dan tertegun.

“Lah kok malah diam?” tanya Ning Alfiyah sambil menoleh ke arahnya, membuatnya tersadar dari keterpakuannya.

Zahra berusaha mengalihkan topik, takut perasaannya terbaca oleh gadis itu.

“Kelihatannya kamu begitu senang dia kembali,” tanya Zahra.

Gadis itu menunduk sambil tersenyum malu, lalu berbisik kepadanya, “Sepertinya tak ada yang bisa aku sembunyikan darimu, Ning.”

‘Jangan-jangan kau punya perasaan padanya, Ning Alfiyah?'

“Menurut Ning Zahra kalau aku mendekati Kak Adrian dia bakal menerimaku atau tidak ya’

Zahra tersenyum hangat seraya berkata, “ternyata anak gadis kesayangan Kyai Amir sudah dewasa.”

“Lah masa iya, aku kecil terus Ning,” jawab gadis itu kemudian tertawa disusul Zahra. 

“Assalamualaikum, Ning Alfiyah, Ning Zahra.”

‘Kak Adrian’

Zahra terkesiap kaget dan menoleh.

Tampak lelaki itu berjalan menghampiri mereka dari arah parkir.

“Waalaikumsalam,” jawab Zahra yang masih termangu menatapnya.

“Lama tak bertemu Ning?” tanya lelaki itu sambil melirik Zahra kemudian tampak tersenyum kepada Ning Alfiyah.

“Nggih, Kak Adrian,” jawab Ning Alfiyah.

Zahra hanya tertegun diam menatapnya sambil berpikir heran, ‘Apa kau meninggalkan pendidikanmu, Kak?’ 

“Kak Adrian, gimana kabarnya?” lanjut Ning Alfiyah bertanya.

“Alhamdulillah baik, Ning sendiri gimana?” tanya balik Kak Adrian.

“Alhamdulillah baik, Kak,” jawab gadis itu terlihat berbinar-binar.

Zahra berusaha berjalan sambil melihat ke depan, tak menolehnya. 

“Ning Zahra!” panggil lelaki itu membuatnya mau tak mau menoleh padanya.

Jakunnya terlihat naik turun setelah mengatakannya.

“Apa Ning Zahra baik-baik saja,” tanya lelaki itu seraya terlihat menatapnya dalam-dalam.

“Alhamdulillah baik,” jawabnya lembut sambil berusaha tersenyum sewajarnya. 

“Saya pergi dulu, nanti berkas-berkasnya tolong digandakan. Kalau sudah siap bawa ke meja saya. Mengerti!”

Deg

Terdengar suara Gus Afkar.

Zahra terhenti dan langsung menoleh ke arah suaminya yang sedang bersiap-siap pergi dengan mobilnya di halaman madrasah itu.

‘Mau kemana dia?’

Ia menatapnya dalam-dalam, lelaki itu melirik sebentar ke arahnya kemudian masuk mobil.

Zahra memperhatikan terus mobil tersebut tanpa sadar hingga keluar menuju jalan raya.

“Dasar kulkas dua pintu, gak pamit, gak sapa dulu ta, basa -basi!” umpat Ning Alfiyah pada kakaknya itu.

Zahra kembali menoleh ke arah mereka dengan tersenyum, seolah ia dan Gus Afkar tengah baik-baik saja. Namun tatapan Kak Adrian membuatnya merasa ketahuan. Lelaki itu terlihat termangu menatap matanya dengan iba.

1
Siti Yatimatin
mana julukan istri shjolihahmu zàhra yg kau ajarkan pada muridmu emang takut dosa suami minta hak ìstri menolak dilaknat alloh
Siti Yatimatin
Dasar bodoh kamu AZZAHRA KHOIDUNNISA
Lilik Juhariah
disini yg bikin pembaca jengkel , lebih takut janji ke sahabat drpd janji pada Sang Pencipta
Lilik Juhariah
bener bener Gus afkar menahan nafsunya , tapi istrinya yg keterlaluan
Lilik Juhariah
karaktermu aneh Zahra , sama suami berani udah tau hukumnya , kl sama sahabat takutnya minta ampun
Lilik Juhariah
hiks iks ks
Lilik Juhariah
punya suami sprt Gus afkar , jadi istrinya tersanjung banget
Lilik Juhariah
nurut suami zahra
Lilik Juhariah
ceritanya bagus pemilihan katanya bagus
Lilik Juhariah
ya ahirnya, biang keroknya kabur semua, andai suami sprt Gus afkar damai tuh para istri, sabar pengertian
Lilik Juhariah
la opo kok nuduh orang gk jelas
Lilik Juhariah
karakter Zahra sampe disini gk suka banget, mentingin temennya , gk jujur, dan lebih jengkelin lagi sukanya bicara dalam hati
Lilik Juhariah
ini Zahra udah tau bertemu selain mahram apalagi udah punya suami dosa, dilakukan trs , ntar jadi fitnah
Lilik Juhariah
ini kelakuannya nayla
Lilik Juhariah
Zahra lebih banyak bicara dgn hatinya, wkkwk
Lilik Juhariah
Nayla terlalu Ter obsesi
Lilik Juhariah
kesenengnya ngomong gitu, ntar kl nikah beneran sakit hati, untung Islam melarangnya , Zahra Zahra
Lilik Juhariah
haaah janinnya siapa , tapi masih ngejar Gus afkar
Lilik Juhariah
walau pun amnesia juga gk begitu , tetap harus jujur ,
Lilik Juhariah
lah Nayla ini lucu , wong Gus afkar cintanya sama Zahra , emang kl Zahra cerai trs bisa kamu gantikan jadi istri Gus afkar
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!