CEO DUDA ITU SUAMI KU

Esok hari di sekolah Soya. Riuh para siswa dan siswi selalu menjadi kegiatan rutin saat jam istirahat mereka tiba. Seperti anak lainnya Soya dan kawan-kawan juga ikut mengantri di kantin sekolah untuk mendapatkan makanan kesukaan mereka. Terlihat Jino kepayahan membawa satu nampan berisi penuh dengan tiga mangkok bakso beserta minuman mereka. Tak lupa juga dengan camilan yang sudah  para gadis itu pesan. 

"Wah, ya ampun itu para mak-mak pada nggak mau ngalah hampir saja nampan ku terbalik tadi," ujar Jino membuat Soya dan Hana tertawa sambil melihat riuhnya para siswa dan siswi mengantri. 

"Bagusnya setiap hari kamu saja yang kalah, Jin!" ucap Hana yang sudah meledakkan tawanya dan bertos ria dengan Soya. 

Setiap hari sebelum tiba jam istirahat, seperti biasa Jino, Hana dan Soya selalu melakukan hompimpah untuk menentukan siapa yang akan mengantri di kantin. Dan sudah hampir tiga hari berturut-turut Jino lah yang kalah dan artinya ia yang harus melakukan kegiatan itu. 

"Sudah, sudah. Makan yuk! dingin nggak enak," ucap Soya menyela. 

Tiga orang sahabat bagai kupu-kupu ini langsung mengambil sendok dan langsung menyantap bakso pesanan mereka. 

"Ya, pulang sekolah kita harus kebengkel. Jadwal anak-anak gajian. Mereka merindukanmu sudah hampir satu bulan ini kau tak melihat kinerja mereka," ucap Jino sambil menyeruput kuah bakso panas miliknya. 

"Oke! hari ini aku juga tidak ada kegiatan, kau ikut Han!" pinta Soya terlihat sebagai perintah. Hana yang sudah mendapat mandat hanya bisa menganggukkan kepalanya pasrah. Karena sudah dipastikan Soya tidak hanya mengajak untuk menemani, tapi otak cerdasnya pasti akan dikuras disana. 

Bilang Beno, siapkan semua bahan, kita sekalian meeting nanti disana. Bagaimana Han?" tanya Soya. 

"Apakah aku bisa menolak," ucapnya pasrah. Jino dan Soya terbahak melihat wajah Hana yang masam. Bisa dipastikan hari ini Hana akan ketinggalan drama korea kesukaannya. 

"Han, bagaimana kabar bunda? lama aku tak berkunjung," tanya Soya

"Ibu baik, hanya saja sudah satu bulan ini Ibu tak memiliki pekerjaan," jawab Hana. Jino dan Soya yang mendengar itu seketika menghentikan kegiatan mereka menikmati semangkok bakso yang sudah berubah warna karena terlalu banyaknya sambal yang mereka tuangkan.

"Kok,  kamu diam saja! Kalau Bunda tidak memiliki pekerjaan lagi?" sungut Soya. 

"Aku hanya tidak ingin merepotkan kalian, kalian sudah terlalu banyak membantuku, lagian juga tabunganku masih cukup untuk makan dan uang saju sekolah. Ini juga sekarang bekerja jadi buruh cuci sampai ibu mendapatkan pekerjaan yang lebih layak lagi, atau mungkin buka usaha kecil-kecilan, ah aku juga tidak tahu," Hana kembali mengambil bulatan daging yang ada di mangkoknya. 

"Bekerja saja di kafe milikku, biarkan Bunda yang memilih pekerjaan apa yang pantas untuk dia," tutur Soya memberikan saran. 

"Tidak!" ucap Yoyowahana cepat. 

"Why?" tanya Jino. 

"Ibu pasti tidak akan mau, apa lagi jika ia tahu kafe itu itu milikmu, Ya."

"Hah, lalu bagaimana?" ujar Soya mulai kesal. 

"Jika Tante Tia tidak mau, kamu saja yang bekerja full di kafe Soya, bereskan!" usul Jino. 

"Betul!" timpal Soya. 

Selama ini walau Hana sudah dianggap lebih dari sekedar sahabat oleh Jino dan Soya namun Hana selalu mengatakan jika ia tak mau di spesialkan atau kasarnya dikasihani. Ia mau mendapat tapi ia juga akan membayar bantuan itu dengan sebuah pekerjaan. Dia tidak ingin jika orang lain akan mengatakan ia berteman dengan Soya dan Jino karena mereka anak orang kaya dan pasti ia sebagai teman pasti ikut mendapatkan kemudahan. Sungguh Hana tidak ingin orang lain menilainya seperti itu. 

"Aku akan pikirkan, ucapnya membuat Jino dan Soya tersenyum senang. 

Mereka bertiga mulai menyantap makanan mereka kembali, tetapi kenikmatan itu tiba-tiba buyar karena teriakan seseorang. 

" Minta maaf! dasar adik kelas nggak tahu diri!" sarkas seorang gadis seumuran Soya menatap gadis yang sedang tertunduk di kakinya dengan kilatan amarah. 

"Saya nggak sengaja kak, terlalu ramai orang!" tuturnya dengan menahan tangis yang siap pecah kapan saja. 

Soya and gengs yang melihat kondisi itu langsung beranjak dari tempat duduknya berjalan pelan menuju meja di sebelah dekat jendela kantin. 

"Ada apa lagi sih, Kinan! bikin ribut saja!" tutur Soya. Sedangkan Hana membantu adik kelas yang terduduk di lantai tadi. 

"Ck! nggak usah sok jadi pahlawan deh! mentang-mentang anak orang kaya!" tutur gadis bernama Kinan itu. 

Soya menatap malas  gadis yang seumuran dengannya itu. Sejujurnya dia enggan meladeni sikap Kinan yang selalu saja membesar-besarkan masalah yang bisa dibicarakan dengan kepala dingin. Bukan sok jago atau berkuasa, tapi Soya yang notabene dicap anak bandel disekolah nyatanya tak pernah sekalipun membully teman yang lain. Karena memang itu bukan gayanya. Apa lagi sampai menindas kaum yang lebih lemah, itu bukan sifat seorang Soya. 

"Kamu, bangun! balik ke kelas sana!" tunjuk Soya pada adik kelasnya yang sudah bercucuran air mata dengan dagunya. 

"Soya!" pekik Kinan. 

"Berisik!" teriak Soya. 

"Jangan mentang-mentang kamu saudara Kevin, jadi seenaknya!" tuding Kinan. 

Soya yang mendengar nama kakak sepupunya disebut langsung mendekat ke arah Kinan tepat di depan wajah gadis itu, "walaupun Kevin bukan sepupuku, aku akan tetap membela siapapun yang mendapat perlakuan tak pantas hanya karena masalah yang tak berbobot seperti ini, dan satu lagi. Mau kamu kejar Kevin sampai ujung langit sekalipun Kevin juga nggak mau, tch! jangankan mau melirik kamu saja itu tidak mungkin!" sinis Soya. 

Kinan yang mendengar penuturan Soya kesal setengah mati, dengan langkah kesalnya ia berjalan keluar kantin dengan menghentakkan kakinya. 

"Dasar ondel-ondel!" pekik Hana. 

"Kenapa sih dia jadi gitu?" ujar Hana. 

"Aku juga nggak tahu, padahal dulu waktu kelas satu dia cukup jadi anak baik, walau sedikit manja dan kekanak-kanakan," timpal Soya. 

"Jika bukan anak dari kakak Ibuku, sudah aku tenggelamkan dia," lanjut Jino melihat ke arah Kinan berlari. 

Tak lama, bel sekolah pun berbunyi. Tiga remaja serta siswa yang menyaksikan keributan itu bergegas menuju ke kelas mereka untuk melanjutkan perjuangan, meraih mimpi untuk masa depan yang indah.