Malam itu terdengar tangisan di tengah gelapnya malam. Seorang bayi terbungkus kain putih di letakkan begitu saja diantara tumpukan sampah yang berbau.
Keluarga Anggoro, keluarga yang di kelilingi orang-orang kejam tega membuang darah daging mereka demi sebuah gengsi.
Bayi malang Dewi yang lahir kembar dengan Bintang anggoto. Dewi memiliki sisik emas, sisik yang keluar saat dia marah atau sesuatu akan menimpa sedangkan adiknya bintang juga memiliki kekuatan yang luar biasa hebatnya.
akankah mereka bersatu ataukah mereka akan jadi musuh satu dengan yang lain?
ikuti terus kisahnya sampai tamat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27. SANTET
Tombak menancap di lengan Bintang. Wajah Bintang pucat dan membiru disertai keringat dingin keluar melalui pori-pori.
Tombak yang menancap di tubuhnya beracun.
Biksu Tong menyandarkan tubuh Bintang di bawa pohon besar, dengan satu tarikan tombak tercabut.
Darah segar bercampur hitam mengalir deras. Biksu Tong duduk bersila lalu membaca mantra. Sinar biru keluar dari ujung jarinya menutup luka Bintang. Tertutup tetapi kembali sobek seperti semula.
Di coba lagi tapi hasilnya tetap sama.
"Percuma saja, Racun yang ada di tombak itu merupakan racun mematikan nomor satu di hutan ini. Barang siapa kena bisanya pasti akan mati. Sekarang tangkap mereka, malam ini kita akan makan besar."
Sekelompok orang primitif datang mendekat, hitam legam, kulit kayu sebagai penutup tubuh, membawa tombak dan busur sebagai senjata.
Penghuni asli hutan larangan yang sangat di segani. Barang siapa yang masuk dalam hutan itu tanpa seizin mereka jangan harap bisa keluar dengan selamat.
Bintang menjilat lukanya hingga sembuh, tak ada bekas sedikit pun.
Mata tercengang melihat kejadian itu. Baru kali ini ada yang lolos dari keganasan racun buatan mereka.
Kumpulan orang primitif kembali menyerang, menggunakan tombak dan anak panah. Dengan kesaktian yang di miliki, biksu Tong penggaris tanah membentuk lingkaran. Para biksu masuk kedalam lingkaran itu.
Anak panah dan busur hanya sebatas garis, diam dan jatuh.
Berkali-kali mencoba, hasilnya tetap sama, garis pelindung buatan biksu Tong benar-benar sakti menghalau serangan mereka.
Bintang berdiri, kedua bola mata menghitam dan mengeluarkan asap.
"Menyingkirlah."
Biksu Tong dan biksu yang lain segera menyingkir, memberi jalan pada Bintang.
Dengan satu kali kedipan mata, manusia-manusia primitif itu terlempar, tidak sampai disitu saja, asap hitam dari mata Bintang keluar dan mendekat mereka, mengangkat lalu membanting seperti bola.
Jerit kesakitan terdengar ditengah hutan membuat penghuninya berlarian dan berterbangan menyelamatkan diri.
********************************
Wulan dan Dewi sudah kembali ke rumah. Setelah menyantap makan malam bersama dan bersantai sejenak di ruang tamu. Dewi pamit, rasa capek seharian membuat Dewi mengantuk apalagi besok dia harus kembali bekerja sebagai sekertaris Ryo.
Abraham dan Wulan ikut meninggalkan ruang tamu dan masuk ke kamar.
Wulan mengambil barang belanjaan tadi siang dan memperlihatkan pada Abraham.
"Ambillah, aku harap kamu menyukainya."
Dengan mengerutkan dahi Abraham mengambil bungkusan itu lalu membukanya.
Kaos warna putih, warna kesukaan Abraham.
"Mas, apa suka?"
Wulan bimbang, takut kalau Abraham tidak suka dengan pemberiannya.
"Hum....."
Abraham mendengus tapi tak melepaskan baju itu.
Dengan cepat Wulan merampasnya.
"Kalau tidak suka besok aku membelikan yang lebih bagus lagi."
Kecewa pastinya, belum juga Wulan memasukkan baju itu kedalam bungkusan, Abraham mengambilnya kembali.
Abraham mengangkat wajah Wulan dengan perasaan terharu.
"Aku sangat beruntung bisa memilikimu, memperhatikan hal kecil yang tidak semua istri bisa melakukan."
Di kecupnya lembut bibir Wulan dan membaringkan.
"Aku ingin kamu mengandung anakku." ucap lembut Abraham di telinga Wulan.
Wulan membelai wajah Abraham lalu mengangguk.
Satu persatuan-satu kain yang melekat di badan terlepas.
Saling membalas ciuman, berguling diatas tempat tidur hingga keduanya terlentang dengan nafas tersengal.
"Aku mencintaimu."
Abraham mencium kening Wulan yang sudah basah oleh keringat.
"Aku juga mencintaimu mas." balas Wulan memeluk tubuh kekar Abraham.
Sekali lagi mereka mengulang hal serupa hingga tertidur dalam satu selimut.
Malam semakin larut, bulan yang tadinya terang benderang tiba-tiba tertutup awan hitam seiring lolongan anjing malam yang saling bersautan.
Suasana tiba-tiba mencekam, Hawa dingin menyelimuti dengan aura mistis mulai datang di sekitar kediaman mereka.
Hewan kecil berterbangan menempel di dinding kaca dan masuk melalui cela terbuka dalam kamar Abraham dan Wulan.
Hewan-hewan kecil itu dengan cepat meloncat naik keatas pembaringan dan masuk kedalam selimut.
Wulan seketika terbangun, merasakan sesuatu yang bergerak ditubuhnya. Awalnya dia merasa kalau itu ulah Abraham, ternyata bukan, Abraham masih tertidur pulas.
Sedikit demi sedikit wulan membuka selimut. Belatung-belatung kecil sudah menempel di tubuhnya dan tubuh Abraham.
"Mas, bangun ada belatung...."
Di goyangkan-goyangkan tubuh Abraham hingga Abraham bangun. Dengan cepat keduanya memakai pakaian dan melepas belatung yang menempel pada tubuh.
"Pelayan, cepat kemari."
Teriak Abraham hingga seluruh penghuni rumah terbangun. Abraham membersihkan belatung-belatung itu di bantu beberapa pelayan.
Dewi ikut terjaga dan bergegas menuju kamar Abraham.
Terlihat beberapa pelayan memukul belatung-belatung itu dengan sapu ijuk dan lidi.
Makin di bunuh makin banyak pula belatung baru bermunculan. Mati satu tumbuh seribu.
Melihat ada ke kejanggalan, Dewi menyuruh mereka semua keluar. Dewi menutup pintu memperhatikan sejenak belatung-belatung yang jumlahnya sudah semakin banyak.
"Ini bukan belatung biasa, seseorang mengirim mereka kemari."
Dewi duduk bersila, tubuhnya berputar di udara, liontin ular mengeluarkan cahaya keemasan. Makin lama cahaya itu makin panas hingga membumi hanguskan semua belatung yang ada di dalam kamar.
Sementara itu di sebuah gubuk yang jauh dari perumahan penduduk terdengar ledakan cukup dahsyat. Seorang pria tua terjungkal hingga membentur tembok.
Dari mulut dan hidung keluar darah segar.
"Kurang ajar, rupanya dia mau bermain-main denganku."
Pria tua itu membersihkan darah di mulut dan hidung lalu kembali duduk di depan boneka santet bergambar Wulan.
Mulutnya komat-kamit membaca mantra. Dua jarum sudah siap menancap ke tubuh boneka santet.
Kembali dukung itu mengirim santet . Wulan yang duduk di samping Abraham mengejang, berteriak histeris, berguling ke sama kemari menahan sakit. Tubuhnya bak di tusuk benda tajam dari dalam.
"Sayang, kamu kenapa? Pak Tono, cepat panggil dokter Andy."
Abraham begitu panik melihat kondisi Wulan.
Pak Tono segera berlari mengambil handphone dan menghubungi dokter Andy.
Dewi yang baru saja keluar dari dalam kamar segera menghampiri Wulan.
"Tidak kapok juga rupanya."
Dari tubuh Dewi keluar bayangan lalu masuk ke tubuh Wulan.
Dua manusia bertanduk menusuk tubuh Wulan menggunakan tombak.
Dengan cepat Dewi yang sudah berubah jadi ular melilit kedua manusia menyeramkan itu. Di remuk sekuat mungkin hingga tewas.
"Rupanya kamu yang menggagalkan rencanaku menyiksa perempuan ini. Sekarang kamu akan menyesal telah berurusan denganku."
Terdengar suara dari rongga dalam tubuh Wulan.
Tidak lama kemudian muncul belatung yang jumlahnya cukup banyak.
Dewi ular yang sudah siap dengan semburan api terhenti, mendengar suara pria itu lagi.
"Sembur lah kalau kamu mau perempuan itu cepat mati. Semburan apimu akan membakar organ dalam tubuhnya. Ha...ha..."
Dewi ular terdiam, apa yang dikatakan orang itu benar. Memutar otak bagaimana cara mengalahkan belatung-belatung itu yang mulai bergerak menggerogoti tubuh Wulan.
"Ilmu hitam harus dilawan dengan ilmu hitam."
.
semoga aja ada keajaiban Krn Dewi penolong
beda sekali dengan bintang yahhh didikan yg slh JD nya seperti itu
ttp smgt km thor
Sedangkan Bintang mengambil paksa yg bukan miliknya.
kan Dewi baik makanya selalu menang punya kekuatan di gunakan utk kebaikan bukan untuk kejahatan apa kabar saudara kembar si Dewi yaaa apakah jadi musuh