Hasrat Tertahan Presdir Tampan

Pria itu berjalan mendekat ke arah tempat tidur Arneta.

Ia menyibak selimut yang Arneta kenakan, gadis itu tidur tengkurap dengan ponsel di tangan yang masih setengah ia pegang.

Gadis itu sama sekali tak terbangun saking lelahnya.

Pria itu menatap lekat wajah Arneta yang tertidur pulas.

"Arneta, bangun," ucap pria itu tepat di telinga Neta.

"Enghh...."

Gadis itu menggeliat, ia mengganti posisi tidurnya, kini ia telentang dan tak berselimut.

Pria itu dengan sengaja mengikat kedua tangan Arneta dengan tali.

Pria itu naik ke atas ranjang, lalu mengambil posisi mengukung Arneta.

Pria itu menciumi leher Neta berulang kali. Barulah saat itu sang gadis merasakan tidak nyaman dan segera membuka matanya.

Mata Neta membulat sempurna meskipun nyawanya belum terkumpul sepenuhnya, Neta yakin bahwa pria yang ada di atas tubuhnya itu adalah Sevan.

Dan lebih mengejutkannya lagi saat ini pria itu tepat ada di atasnya.

Arneta berharap ini hanyalah mimpi.

Kedua tangan Arneta sudah terikat di sudut ranjang yang ia tiduri.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Arneta memberanikan diri. Ia tak menunjukkan kalau dirinya ketakutan.

"Tentu saja meniduri isteriku!" jawab Sevan lantang, baritone pria itu memenuhi kamar kecil tersebut.

"Bukankah kamu udah janji gak bakalan menyentuhku dan mencampuri semua urusanku? Kenapa kamu mengikat tanganku dan berada di atasku seperti ini, tolong lepaskan aku!" ujar Arneta dengan tubuh yang sudah gemetar.

"Heh! Emang kenapa kalau udah janji, sekarang kamu adalah isteriku? Kamu mau teriak minta tolong juga tidak ada yang akan menolongmu malam ini bocah tengik!" pekau Sevan.

Arneta tak lagi bisa menahan bendungan air matanya, ia menangis sejadi-jadinya.

"Jangan sentuh aku, aku mohon. Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau, tapi tolong jangan menyentuhku? Apa kamu tidak merasa malu dengan usiamu? Tolong lepaskan aku, hiks...."

"Bukankah kamu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang? Bahkan dengan senang hati menikah denganku, bukankah hanya uang yang ada di otak kecilmu itu!" cetus Sevan sambil menekan paha Arneta dengan tubuh besarnya.

Gadis itu meringis kesakitan.

"Hiks, aku memang butuh uang, tapi aku tidak seperti yang kamu pikirkan. Kamu boleh menghinaku mengerjaiku sesukamu, tapi tolong jangan pernah menyentuhku dan orang tuaku!" ujar Neta dengan nada bergetar.

"Cih, dasar munafik! Siapa juga yang tertarik sama bocah bau kencur sepertimu!" oceh Sevan.

Ia sengaja mengerjai gadis itu malam-malam seperti ini karena ia tidak bisa tidur setelah bermain beberapa ronde dengan Kartika. Bahkan wanita itu sekarang tinggal di dekat rumah Sevan. Bisa dibilang mereka sekarang bertetangga. Lebih tepatnya agar Sevan lebih leluasa memanjakan isteri sirinya itu.

Sevan beranjak dari atas Neta lalu berdiri di lantai sambil memunggungi gadis yang menangis ketakutan itu.

"Kalau kamu tidak membutuhkan uangku? Kenapa kamu mau menikah denganku? Dasar!"

"Bukankah kamu mengancamku hari itu? Apa kamu tidak ingat?"

Arneta masih berusaha menjawab apapun yang dikatakan Sevan meskipun ia ketakutan setengah mati dan tubuhnya bergetar hebat.

"Heh! Hanya gertakan biasa! Coba aja pergi dari rumah ini kalau kamu bisa! Aku tidak akan pernah mengganggumu, apalagi mencarimu kalau kamu berhasil kabur," ucap Sevan sambil melepaskan ikatannya pada kedua tangan Arneta dengan kasar.

Gadis itu langsung menutupi tubuhnya dengan selimut tipis yang ada di sana.

Setelah mengatakan kalimat itu Sevan pergi dari kamar Arneta dengan perasaan puas karena berhasil telah mengerjai gadis yang menurutnya masih di bawah umur tersebut.

"Tidak perlu kamu suruh, aku juga akan pergi dari rumah ini secepatnya. Bagaimana pun caranya," gumam Arneta lirih.

Setelah punggung monster pria itu pergi, ia segera berlari kecil dan menutup pintu kamar, tak lupa ia menguncinya kali ini.

"Apa Arsen bisa membantuku kalau aku menghubunginya saat ini?"

Arneta memeriksa kembali ponselnya, ia melihat beberapa pesan yang belum sempat terbaca. Rupanya pesan itu dari Arsen, malaikat pelindungnya.