Tidak ingin menikah dengan pria yang usianya hampir dua kali lipat dengan usianya, Lisnawati atau gadis yang akrab di sapa Lilis memilih melarikan diri dari kampung halamannya. dan siapa sangka di saat tengah melarikan diri ke kota ia justru tertabrak mobil yang dikendarai oleh seorang pemuda kota yang tengah patah hati akibat ditinggal menikah oleh sang kekasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri adalah lentera hati.
Pemandangan memuakkan di depan matanya saat ini menyurutkan semangat Tari mencari gaun keinginannya, terlebih sahabatnya terkesan kurang setuju jika ia ingin merebut Shaka dari istrinya. tanpa banyak bicara Tari kembali melajukan mobilnya kembali ke kampus, mengantarkan Lika untuk mengambil mobil yang tadi sengaja ditinggalnya.
Lika hanya bisa menghela napas dalam-dalam melihat sikap sahabatnya itu, sangat keras kepala menurutnya.
**
"Maaf ya Ka, karena urusan papah di Surabaya membuat kamu harus kembali bekerja lebih awal."
Shaka menjemput ayahnya yang baru saja tiba di ibukota.
"Nggak masalah, Pah, lagian istri Shaka juga sudah mulai sibuk kuliah. Ketimbang sepi di rumah mending kembali bekerja lebih awal." jawab Shaka sembari menarik rem tangan mobilnya, di saat berhenti di lampu merah.
Papa Arves mengulum senyum mendengarnya. dari penyataan Shaka, pria paru baya tersebut semakin yakin jika putranya itu sudah jatuh hati pada istrinya. Buktinya, Shaka mengaku kesepian tanpa keberadaan lilis di sisinya.
Shaka kembali melajukan mobilnya ketika lampu lalu lintas berubah hijau.
"Oh iya Ka, bagaimana persiapan untuk perayaan ulang tahun perusahaan???." papa Arves teringat akan acara perayaan ulang tahun perusahaan yang akan di adakan minggu depan.
"Semua persiapan hampir tujuh puluh lima persen, pah." jawab Shaka sambil membelokkan setir mobilnya memasuki kawasan tol.
Papa Arves masih kepikiran tentang satu hal yang sampai detik ini belum di ketahui oleh Shaka, dan sepertinya ini saatnya papa Arves menyampaikan hal itu pada putranya, mengingat mereka hanya berdua saja.
"Ka."
Dari intonasinya, papa Arves seperti ingin menyampaikan hal penting. Shaka menatap ayahnya memalui pantulan spion depan mobil. "Iya, pah."
"Sebelumnya papa ingin minta maaf sama kamu jika seandainya keputusan yang papa ambil ini akan membuat kamu kurang nyaman, tapi papah melakukan semua itu karena papa tidak ingin media yang akan meliput acara perayaan ulang tahun perusahaan nanti sampai membuat berita jika perusahan kita memilih-milih dalam mengundang rekan sesama pengusaha." papa Arves berhenti sejenak, untuk menghela napas.
"Papa juga mengundang tuan Rasyid Adam dalam acara perayaan ulang tahun perusahaan kita." lanjut papa Arves.
Kini giliran Shaka yang menghela napas panjang mendengarnya. Ia ingat betul Rasyid Adam adalah nama dari ayahnya Tari. Bukan apa-apa, Shaka hanya tidak ingin sampai mantan kekasihnya, Tari, ikut hadir di acara tersebut nantinya. Ia khawatir Tari sampai berbuat macam-macam di sana, karena ia tahu betul dengan perangai Tari. Bukannya takut, tetapi Shaka hanya tidak ingin sampai kehilangan kesabaran menghadapi wanita itu. Perbuatan Tari yang membuat berita hoax pada media waktu itu saja masih sulit termaafkan, apalagi jika sampai wanita itu kembali berulah, bisa-bisa Shaka akan mencekik mantan kekasihnya itu di depan semua tamu undangan yang hadir.
"Tapi kamu tidak perlu khawatir nak, karena papa akan menurunkan semua bodyguard kita untuk berjaga-jaga, mereka akan melakukan penjagaan yang ketat ke setiap sudut lokasi perusahaan."
Shaka meresponnya dengan anggukan. Sebagai seorang anak tentu saja Shaka sangat mengenal sosok ayahnya. menurut Shaka, papa Arves adalah sosok ayah sekaligus pria dewasa yang sudah cukup berpengalaman di dalam dunia bisnis, sudah paham betul dengan asam garamnya kehidupan dalam berbisnis, tentu keputusan yang diambil oleh ayahnya tersebut sudah dipikirkan matang-matang sebelumnya.
Beberapa saat kemudian, Toyota Lexus yang dikendarai Shaka memasuki gerbang rumahnya.
Mama Vivi dan menantunya yang sedang menikmati teh hangat di teras depan Sembari menunggu pujaan hati mereka tiba pun kompak mengulas senyum, menatap ke arah datangnya mobil Shaka.
Dua hari tak bertemu dengan pujaan hatinya sudah membuat papa Arves begitu merindukan ibu dari anaknya itu. Ya, meski usia pernikahan mereka sudah lebih dari dua puluh lima tahun tetapi papa Arves dan mama Vivi masih terlihat romantis. di tengah kerinduannya tehadap sang istri, terbesit di benak papa Arves untuk menggoda putra semata wayangnya itu.
"Ternyata menantu papa kalau lagi senyum manis banget ya, pantes saja anak papa semakin kepincut dengan pesonanya."
Shaka hanya nampak mengulum senyum sembari mengusap tengkuk mendengar omongan menggoda ayahnya. "Papa bisa aja." ucapnya.
"Jadikan istrimu sebagai satu-satunya pemilik hatimu !!! senyum istri adalah lentera serta kebahagiaan dalam rumah tangga, jika senyum itu tak lagi terlihat maka kebahagiaan dalam rumah tangga tersebut perlu dipertanyakan." pesan papa Arves dengan gurat wajah yang berubah serius, sebelum sesaat kemudian melepas seat belt yang terpasang pada tubuhnya lalu turun dari mobil hendak menghampiri sang pujaan hati. begitu pun dengan Shaka, segera turun dari mobil dan menghampiri istrinya.
"Kenapa duduk di teras sayang, di sini kan anginnya dingin." ujar Shaka merangkul bahu istrinya posesif. pria itu seperti tak rela membagi tub_uh istrinya meski hanya dengan hembusan angin malam.
"Baru sebentar kok, mas." jawab Lilis seadanya.
"Liat deh anak kamu mah, angin malam aja dicemburuin." kalimat menggoda dilontarkan papa Arves setelah mendaratkan tangannya di bahu istrinya, sambil melirik ke arah putranya.
"Nurun dari mana coba????." Kini giliran mama Vivi yang melirik ke arah suaminya. Papa Arves hanya bisa tersenyum mendengar ucapan istrinya yang tidak meleset sedikitpun. Ya, dari mana lagi Shaka menuruni sikap posesif itu kalau bukan dari dirinya.
"Keliatan banget ya mas, kalau papa sayang banget ke mama." komentar Lilis setelah mereka kembali ke kamar.
"Ya, begitulah. sejak mas kecil sampai sekarang mas nggak pernah melihat papa dan mama sampai bertengkar hebat. Paling juga mama yang ngambek, setelah di bujuk sama papa hilang deh ngambeknya." Shaka sedikit membuka perjalanan rumah tangga ayah dan ibunya.
"Bahkan sewaktu mama di vonis dokter nggak bisa punya anak lagi setelah operasi pengangkatan rahim lima belas tahun yang lalu, mama sempat meminta papa buat nikah lagi biar bisa punya anak lagi selain mas, tapi di tolak keras sama papa. papa bilang mending punya anak tunggal daripada harus menduakan pemilik hatinya."
Lilis jadi terharu mendengar kisah cinta ayah dan ibu mertuanya.
"Jika seandainya aku ada di posisi mama waktu itu, apa yang akan kamu lakukan, mas???."
Shaka yang sedang melepas kancing kemejanya spontan menghentikan pergerakannya, melangkah mendekati istrinya. "Kenapa kamu bicara seperti itu,hm??." tanya Shaka sembari menatap manik mata hitam milik Lilis.
"Nggak papa, cuma penasaran saja." jawab Lilis.
Bukannya menjawab, Shaka justru membawa tubuh istrinya itu ke dalam pelukannya.
"Jangan bicara seperti itu lagi, mas tidak suka!!." pinta Shaka sembari mengelus lembut rambut panjang Lilis.
"Jika harus memilih, Mas lebih baik tidak punya anak dari pada harus menduakan kamu, sayang." batin Shaka, seraya mengeratkan pelukannya.
Shaka baru melonggarkan pelukannya ketika menyadari Lilis kesulitan bernapas.
"Maaf sayang, mas khilaf." ucapnya kemudian di susul dengan senyuman kecil saat melihat Lilis mengerucutkan bibirnya sebal.
