Serka Davis mencintai adiknya, hal ini membuat sang mama meradang.
"Kamu tidak bisa mencintai Silvani, karena dia adikmu," cegah sang mama tidak suka.
"Kenapa tidak boleh, Ma? Silvani bukan adik kandungku?"
Serka Davis tidak bisa menolak gejolak, ketika rasa cinta itu begitu menggebu terhadap adiknya sendiri, Silvani yang baru saja lulus sekolah SMA.
Lalu kenapa, sang mama tidak mengijinkan Davis mencintai Silvana? Lantas anak siapa sebenarnya Silvana? Ikuti kisah Serka Davis bersama Silvani
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Mama Verli Kecewa
Mama Verli kecewa karena Davis tidak datang ke rumah. Hatinya dilanda takut, kalau Davis terlanjur menjalin hubungan serius dengan perempuan yang tadi malam ditemuinya.
Sama dengan Silva, ia merasa tidak rela jika sang kakak menjalin kasih dengan Rara yang setahunya adalah pacar Ardo. Silva merasa sangat sedih dan kehilangan Davis yang dia kenal.
"Seandainya ...." Silva langsung menepis rasa itu, yang harus dia pupuk dalam dirinya hanyalah perasaan sayang terhadap seorang kakak, tidak lebih.
Paginya, seperti biasa Silva sudah bersiap untuk kuliah pagi. Mama Verli tiba-tiba memberikan ide kepada Papa Vero untuk mengantar Silva sampai gerbang kampus.
"Pa, kita antar Silva sekalian ke kampusnya. Pulangnya mama pengen beli asian dan manisan di swalayan samping ULD, sebentar lagi Danis dan Sintia pulang dari kampung. Mama ingin berikan asinan kesukaan Sintia." Mama Verli memberikan ide untuk mengantar Silva ke kampus pagi ini.
Papa Vero mengerutkan keningnya heran, tidak biasanya Mama Vero tiba-tiba ingin mengantar Silva kuliah. Tapi pada akhirnya Papa Vero menyunggingkan senyum, dia setuju mengantar Silva ke kampusnya.
"Baiklah. Ayo." Papa Vero setuju seraya berjalan duluan menuju pintu keluar, diikuti Mama Verli dan Silva.
Di dalam mobil, sepanjang jalan Mama Verli melihat samping kiri dan kanan jalan, entah apa yang tengah diawasinya.
"Papa, nanti pulangnya sekalian saja kita cari rumah Davis. Kita tanya saja tiap orang yang lewat di sekitar komplek perumahan belakang rumah kita ini, atau tanya Pak RT nya langsung, apakah ada warga baru yang menempati rumah di komplek itu," ucap Mama Verli lagi.
"Kalau mencari rumah Davis, jangan sekarang, Ma. Lagian Davis juga jam segini pasti sudah pergi ke kantor," sergah Papa Vero seakan masih kurang setuju kalau Mama Vero mencari-cari rumah Davis.
"Tidak masalah Davis sudah pergi ke kantor, itu justru lebih baik agar kita bisa melihat-lihat suasana sekitar rumah baru Davis," teguh Mama Verli masih ingin menelusuri di mana alamat rumah Davis.
"Ya sudah, terserah Mama. Papa ikut saja," tukas Papa Vero akhirnya setuju.
Akhirnya mobil Papa Vero tiba di depan gerbang kampus ULD. Silva menuruni mobil lalu berpamitan pada kedua orang tuanya.
"Silva masuk dulu, ya, Ma, Pa. Assalamualaikum," pamitnya seraya membalikkan tubuhnya menuju kampus ULD.
"Waalaikumsalam, hati-hati Silva," balas Mama Verli seraya menatap kepergian Silva ke dalam kampus.
Setelah itu, Papa Vero melanjutkan tujuannya menuju swalayan di samping kampus ULD, untuk membeli asinan kesukaan Sintia.
Beberapa bungkus asinan segar sudah dibeli Mama Verli. Bukan hanya untuk Sintia saja, Mama Verli pun membeli untuk stok di rumah.
"Sudah, Ma?" Papa Vero yang sejak tadi menunggu di parkiran, sudah siap membuka pintu untuk Mama Verli.
"Silahkan Mama Sayang, cintaku," goda Papa Vero sembari terkekeh. Mama Verli merungut, dia tahu suaminya sedang menggodanya.
"Huh, Papa ini, lebay," ejeknya. Papa Vero hanya terkekeh, ia tidak peduli istrinya merungut marah.
"Sebentar, Pa. Bukankah itu Davis? Davis bersama perempuan di kafe Delicious itu, kan? Mau ke mana mereka? Mereka masuk swalayan. Kurang ajar Davis, dia pagi-pagi begini sudah mengantar ceweknya ke swalayan. Mama tidak bisa biarkan Davis seenak udelnya antar jemput cewek nggak jelas itu, jangan-jangan Davis sedang berusaha diporotinya," resah Mama Verli memelototi Davis dan Rara yang kini sudah memasuki swalayan.
"Biarkan saja dulu, Ma. Nanti saat Davis ke rumah, kita tanyakan apa hubungan dia dengan perempuan tadi. Kalau memang mereka pacaran lalu jodoh, semoga saja ada jalan untuk mereka segera ke pelaminan," respon Papa Vero membuat kepala Mama Verli semakin berat saja.
"Aduh Papa, jangan sejauh itu mikirnya sampai mereka berjodoh dan ke pelaminan. Mama tidak suka." Mama Verli merungut tajam sampai wajahnya terlihat geram.
"Bagaimana caranya aku supaya bisa membuat Davis tidak jatuh cinta sama perempuan di kafe itu? Aku rasanya tidak srek saat melihat perempuan itu pertama kali di kafe," batin Mama Verli berpikir keras.
Di lain tempat, Davis yang tadi akan pergi ke kantor, tiba-tiba dihubungi Rara. Rara merengek untuk diantar ke swalayan samping kampus ULD untuk membeli perlengkapan MOS yang hari ini akan dilaksanakan. Dengan mimik wajah yang sedih, Rara memohon pada Davis untuk mengantarnya, karena perlengkapan yang dia bilang menurutnya harus dia dapatkan hari ini juga, kalau tidak maka Rara akan kena hukum.
Davis percaya dan akhirnya dia mau mengantar Rara. Demi mengantar Rara dan kasihan padanya, Davis rela ijin masuk siang ke kantor.
Setelah di swalayan, Rara bingung apa yang sedang dicarinya. Rara justru ngajak Davis mutar-mutar swalayan. Ngajak sarapan pagi, lalu kembali sibuk mencari benda yang katanya untuk keperluan MOS.
"Sebetulnya apa sih yang kamu cari, Dek? Dari tadi kamu seperti orang bingung. Tapi yang dicari tidak ketemu-ketemu. Jadi nggak sih beli barangnya, kakak sebentar lagi harus ke kantor. Gara-gara kamu, kakak harus bolos kerja hari ini," ucap Davis sedikit ngedumel.
"Sabar Kak, sepertinya aku baru ingat apa sebenarnya yang aku cari. Ayo, kita kembali ke atas," ajaknya seraya meraih lengan Davis dan menariknya membawa menaiki eskalator.
Tiba di sebuah toko tas, Rara berhenti dan memasuki toko itu. Dengan wajah yang berbinar, ia langsung memburu tas-tas yang terpajang di etalase. Davis terkejut, dia bingung kenapa Rara membawanya ke toko tas.
Rara tiba-tiba sudah memegang sebuah tas, lalu ditunjukkannya pada Davis.
"Ini Kak yang aku cari, aku butuh tas ini," ujarnya membuat Davis mengerutkan keningnya dalam.
"Tas, tas ini untuk kegiatan kamu MOS?" heran Davis tidak percaya.
"Iya," angguknya yakin. Rara segera membawa ke kasir lalu bilang kalau tasnya akan dibayar oleh pacarnya.
"Ini Mbak tasnya, nanti pacar saya yang pakai baju tentara itu yang akan bayar," celoteh Rara seraya bergegas mengitari etalase yang lain dan melihat-lihat tas di sana.
"Mas, total semuanya satu juta lima ratus," ujar kasir itu seraya memberikan struk pembelian tas yang dipilih Rara. Davis terkejut bukan main. Kenapa ia tiba-tiba harus membayar tas itu dengan harga yang tidak murah pula.
"Kenapa, Mas? Mas, kan, pacarnya. Masa iya, Mas tidak mau bayarin tas semurah ini," tukas kasir itu membuat Davis terpaksa mengalah.
Davis membayar dengan terpaksa. Lalu ia membawa tas itu keluar dari toko. Di luar toko, Davis melihat Rara tengah asik menerima telpon entah dari siapa.
Dengan perasaan dongkol, Davis memberikan tas yang sudah dibayarnya di depan wajah Rara.
"Dek, jadi tas ini benda yang kamu bilang untuk keperluan MOS?" tanya Davis sembari menatap Rara kurang suka. Davis merasa geram, padahal baru dua kali jalan, itupun Rara yang memaksa dan merengek minta diantar, kirain merengek meminta mencari barang yang paling dibutuhkan, tapi rupanya sebuah tas yang bagi Davis tidak murah.
"Iya, ini, Kak. Terimakasih sudah dibayarkan, ya, Kak," ucapnya sok imut.
Davis tidak menjawab, ia langsung bergegas pergi meninggalkan Rara yang tengah berbunga-bunga dengan tas yang baru dibelikannya.
"Kak, tunggu," teriak Rara tanpa lagi didengar Davis.
akhirnya direstui juga...
nunggu Davis tantrum dulu ya ma
berhasil ya Davis 😆😆😆👍👍