NovelToon NovelToon
Jodoh Setelah Hijrah

Jodoh Setelah Hijrah

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:13.9k
Nilai: 5
Nama Author: As Cempreng

Ana Arista, gadis berusia 22 tahun yang hijrah dengan mulai memakai hijab. Namun, dia harus menerima kenyataan pahit saat pernikahannya dibatalkan dua minggu sebelum pernikahannya, karena alasan hijabnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon As Cempreng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 27

"Anna!"

"Winda?"

"Ann, jangan beritahukan TBC itu ke siapapun termasuk Winda. Katakan, abi operasi paru karena pendarahan, itu saja!" Damar dengan tegas mengingatkan saat Winda berlari lalu Anna mengangguk. "Itu ayahku yang memintanya."

"Hei, aku baru dari rumahmu tetapi nggak ada orang, kata Pak John kamu dari magrib pergi dengan Damar." Winda, dalam hatinya sungguh cemburu karena berpikir Anna banyak menghabiskan waktu dengan Damar jadi ia langsung menyusul sampai kemari. "Tapi kebetulan kita ketemu di sini?"

"Iya, kami mau pulang. Kamu naik apa?"

"Grab! Motorku itu masih di servis." Winda melirik Damar yang berjalan menjauh.

"Assalamualaikum, Ayah?" Damar lalu diam menyimak saat sang ayah memerintahkan agar mobil box itu segera dibawa pulang. "Iya ini Damar juga mau pulang. Ya sudah, Assalamualaikum."

"Kalian ikut mobilku, ya?" pinta Azzam menyela obrolan para perempuan.

"Mobilku saja, Ayo Ann, aku ditunggu Ayah!" Damar dengan dada turun naik menahan rasa panas di dadanya.

"Gini saja. Anna dengan Bang Azzam. Aku ikut dengan kamu saja Mar, ayo!"

Anna tercengang melihat Winda mendorong bahu Damar. Damar yang tampak protes dan tidak nyaman seperti kesulitan menolak hingga akhirnya mereka berdua naik ke mobil box.

"Ayo!" Azzam mengangguk.

Gleg. Anna menelan saliva dengan seluruh tubuh dipenuhi merinding. Dia mengangguk lalu melongo karena pintu mobil depan itu dibukakan untuknya. "Bolehkah kalau Anna di belakang saja, Abang?"

Azzam melihat tangan Anna saling meremas di depan panggul. Dia pun menghembuskan napas pelan dan membukakan pintu belakang. "Silahkan, Mademoiselle Rista !"

"Apa?" Anna menggosok telinganya.

"Silahkan Nona?" Azzam mengulanginya.

Damar menggelengkan kepala membuang kecemburuan saat melihat Azzam tersenyum dengan antusias memegangi pintu sampai Anna masuk ke jok belakang. "Huh!"

Winda melebarkan mata saat tangan Damar meremas stir. "Kenapa, Mar?"

"Nggak papa." Damar menggertakkan gigi, untung Anna duduk di belakang. Kalau di depan dia akan semakin kebakaran jenggot sendiri.

"Kalian kok kompak banget pakai masker?" Tanya Winda saat Damar mengikuti Mercedes Benz hitam.

"Di rumah sakit kan sebaiknya memakai masker."

Winda mengangguk lalu tersenyum sangat manis. "Kamu besok mengisi pengajian sore, Mar?"

Damar menggelengkan kepala. "Abi akan menukarnya dengan orang lain dulu untuk minggu ini."

"Kenapa?"

"Aku ada perlu."

"Apa mengurusi Pak Hamdan?" Tanya Winda dengan penasaran. Mereka memang dekat saat kecil, bisa dibilang Pak Hamdan tangan kanannya ustadz.

"Hm!"

Winda mengerutkan bibirnya, begitu dinginnya raut wajah Damar, berbeda saat pemuda itu berbicara dan menatap Anna yang dengan lembut penuh antusias.

Ketika mobil masuk kompleks perumahan, Damar ditelpon sang ayah yang menyuruhnya lebih cepat. Dia memutuskan panggilan. "Kamu, turun di rumahmu saja ya! Mobilnya ditunggu pak sopir."

"Iya, tidak apa-apa, aku bisa ke rumah Anna dengan jalan kaki. Terimakasih, Mar!" Winda turun dari mobil langsung disambut ibu dan seorang tetangga.

"Katanya mau ke rumah sakit kok sudah pulang? Gimana kondisi Pak Hamdan?"

"Winda belum sempat melihat Pak Hamdan karena ketemu Anna di parkiran, Bu."

"Lho anak ini, mau jenguk Pak Hamdan apa cuma mau main?"

"Ih, ibu, orang Annanya juga pulang masa aku di sana?"

"Setidaknya, kamu lihat Pak Hamdan dulu, tanyain kenapa. Kamu ini kerjanya main saja?"

Bibir Winda berkerut karena kena omel bikin hatinya jadi nggak enak aja. "Iya, nanti aku tanyain, Bu, sebentar lagi juga mau ke rumah Anna."

Winda men charger hpnya yang low bat, sambil melirik tetangganya yang melirik ponsel milik ibu di atas etalase.

"Itu, bu dewan kan?" Mata Juminten melebar lalu Winarsih tertawa sambil tangan yang penuh gelang emas itu mengetuk-ngetuk deretan status wa yang mana foto itu diambil di warungnya sendiri.

"Oh iya, ini seperti biasa beliau mampir. Nih aku foto bersamanya setelah bu dewan belanja sampai satu mobil. Alhamdulillah, nih foto borongnya sampai dipajang di statusnya!" Winarsih memperlihatkan status WhastApp milik bu dewan yang berfoto dengannya dengan background belanjaan satu mobil pajero penuh, bahkan belanjaan sampai ditaruh di kursi depan. Ruang tersisa hanya untuk jok kemudi.

Juminten melirik samping. Biasanya status bu dewan muncul di pembaruan status milikku. Kali ini kenapa tidak muncul?

"Eh, tunggu di mana itu?" Bu Jum gemetar melihat status WhatsApp dari kontak bu dewan yang tulisannya jam 18.30. Padahal status Juminten jam segitu juga dilihat oleh bu dewan. Jelas sekali, bu dewan itu dengan sengaja menyembunyikan status WhastApp darinya. "Ini di rumah Bu RT?"

"Iya, katanya ada acara keluarga."

"Tumben Bu RT nggak pesan kateringku?" Juminten tertegun dengan dada panas melihat status WhatsApp milik bu dewan dari hp Winarsih yang diantara perkumpulan keluarga terlihat banyak makanan rumahan di piring-piring hias. Janggal baginya. Nggak mungkin bu rt masak sendiri.

"Biasanya bu dewan dan bu rt kalau ada acara pesen katering aku kok ya," gumamnya betulan heran.

"Kemarin, Anna masak di tempat bu rt!" celetuk Winda.

"Oh ya?" Juminten meremas bungkusan telur saat Winarsih duduk di kursi kebesarannya. "Kemarin sore?"

"Iya."

Juminten terus menggerutu dalam perjalanan menuju rumah Ustad Malik. Ada apa gerangan sampai Bu Lis mengalihkan acara masak-masak ke pemulung itu. Perasaan selama ini orang-orang , termasuk bu dewan dan bu rt puas dengan masakannya.

Sementara itu Damar duduk didepan ayahnya setelah mandi. Dia melihat mobil box sudah dibawa sopir untuk mengangkut barang. "Ayah, waktu Damar di rumah sakit, aku melihat Bu Sarah kebingungan. Sepertinya tidak pegang uang. Memang selama ini yang bekerja siapa, apa hanya Pak Hamdan?"

"Sarah juga bekerja bantu-bantu di tempat Bu Hajjah Rosidah. Kalau kamu melihat begitu kenapa tidak membantunya alih-alih cuma cerita?"

"Itu loh tadi pagi Azzam minta tolong aku untuk menemaninya mencari kontrakan lebih besar untuk Anna."

Damar pindah duduk ke samping ayah sambil melihat ke dalam. Setelah jelas tidak ada sang ibu, dia mendekatkan mulutnya ke telinga ayah.

"Azzam mau ngontrakin rumah yang mini memiliki dua kamar buat Anna demi menyediakan kamar terpisah antara abi dan Anna, tetapi aku tidak asal setuju. Dia masih bersikeras jadi aku minta supaya uang kontrakan itu patungan sama Damar."

Malik berkedip pelan lalu melirik anaknya. Uang kontrakan itu bukanlah hal yang sedikit. Namun, kalau anaknya mau berbuat baik, dia merasa bersyukur.

"Damar nggak mau Anna cuma melihat kebaikan Azzam. Biasanya kan orang baik-baik hanya di awal_"

"Astagfirullah! Nak! Kamu, jadi berprasangka buruk kepada Azzam? Jauhi hal seperti itu! Kurang baik."

1
Widi Widurai
kaya tau kisah inii.. tp dicritain siapa y 🤔
S. M yanie
semangat kak..
S. M yanie: sama sama kak, saling mendukung yah, karna aku baru belajar.
As Cempreng tikttok @adeas50: terimakasih kak yanie🙏 kakak juga semangat
total 2 replies
LatifahEr
Nyesek, Thor 😥
As Cempreng tikttok @adeas50: igh igk/Sob/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!