NovelToon NovelToon
The Prisoner

The Prisoner

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / cintamanis / CEO / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: Miss Loxodonta

Kembali ke Kota kelahirannya di Hamburg—Jerman menjadi awal penderitaan Lenka Lainovacka. Dia disekap di ruangan bawah tanah oleh Steven Gershon—pria yang sangat membencinya karena mengira ia adalah orang suruhan Piero—musuh bebuyutannya Stevan dan turut terlibat dalam kecelakaan yang menewaskan kekasih pria itu.


"Kau ingin mati, bukan?" menautkan kedua tangan di bawah dada, Steven bersandar pada dinding ruangan itu. "Tapi aku belum rela, Len—ka," dia menekan nama perempuan itu sampai suara gemeratuk giginya terdengar. "Aku harus menyiksamu setengah mati dulu."

***

Ig : @missloxodonta

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Loxodonta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rasa Tidak Nyaman

Tetap diam di tempatnya, Steven terus memperhatikan pergerakan Lenka yang kini mengubah posisi tidur menjadi telentang. Selimut perempuan itu sedikit tersingkap, menampilkan kedua lengan dan kakinya.

Manik Steven menatap tajam ke bawah, tepatnya menatap ujung jari kaki Lenka yang tampak terluka. Berpindah posisi tepat di bawah kaki perempuan itu, Steven kini bisa melihat lebih jelas kondisi jemari Lenka.

“Kau sengaja melakukan ini?” Gumam Steven sambil tangannya menyentuh lembut permukaan kulit Lenka yang tampak memar. Dia tahu, Lenka menolak sepatu balet pemberiannya dan luka tersebut pasti disebabkan oleh gesekan lantai ke jemari perempuan itu.

Setelah sekian menit terpaku, Steven membetulkan selimut Lenka dan ketika dia hendak menutup bagian pundak perempuan itu, Steven menemukan bekas goresan yang terlihat samar di tangan Lenka. Goresan berbentuk lingkaran tersebut cukup banyak memenuhi tangan perempuan itu.

Rasa sesak tiba-tiba memenuhi dada Steven, ingatannya berputar pada kejadian dimana dia memerintahkan pengawalnya untuk mengikat Lenka menggunakan tali tambang. Pria itu sebelumnya tidak pernah memperhatikan Lenka se—detail ini, membuat ia tak pernah menyadari bekas luka yang ada di tubuh perempuan itu. Dan sepertinya, pertengkaran terakhir mereka (mungkin) membuat Steven pelan-pelan berubah.

Kembali, dia mengusap lembut permukaan kulit Lenka yang terluka. “Kenapa semuanya menjadi sangat menyakitkan?” Lirih pria itu.

“Steve, kau sudah pulang?”

Sungguh, Steven terkejut setengah mati mendengar pertanyaan Lenka yang tiba-tiba dan secara reflek dia menjauhkan tangannya dari perempuan itu. Manik Lenka tampak mengerjap dan berlahan mulai terbuka sempurna—menatap ke arah Steven.

“Hmm.” Jawab Steven singkat, jantung pria itu kini berdetak tak karuan. Dia tak menduga jika Lenka akan terbangun dan memergoki dirinya disana.

“Kau akan menyiksaku karena menolak memakai sepatu balet darimu ‘kan. Bisakah aku meminta sedikit kelonggaran? Aku sangat mengantuk sekarang, izinkan aku tidur lagi dan lakukan besok pagi. Aku berjanji tidak akan melawanmu sedikitpun.” Ujar Lenka dengan suara parau khas bangun tidur.

Tubuh Steven membeku mendengar kalimat yang perempuan itu ucapkan, dia bahkan sangat kesulitan bernafas sekarang. Lenka yang terlihat pasrah dan berpikir jika kepulangannya adalah untuk menyiksa perempuan itu menimbulkan rasa sakit yang teramat sangat di dada Steven.

“Maaf, a—aku tidak serius dengan permintaanku tadi, aku—“ Lenka hendak beranjak bangun sebab Steven tak kunjung bersuara.

“Tidurlah.” Memalingkan wajah, Steven beranjak pergi.

-

-

“Non, Anda cantik sekali.” Puji Samantha pada Lenka yang saat ini sedang berdiri di depan meja rias milik wanita paruh baya itu. Menggunakan sleeve dress sebatas lutut berwarna biru langit dengan aksen bunga, lengan gaun perempuan itu memanjang—mencapai pergelangan tangan. Tak lupa Lenka menguncir rambutnya dan mengikatkan pita berwarna senada dengan gaun yang ia kenakan. Dia terlihat cantik meski tanpa polesan make up.

“Terimakasih, bi.” Ujar Lenka tersenyum.

Saat ini mereka sedang berada di kamar Samantha. Pagi-pagi sekali, wanita paruh baya itu membangunkan Lenka dan menyuruhnya bersiap karena Steven akan mengajak mereka keluar.

“Anda sudah selesaikan, Non. Kita keluar sekarang ya.” Ajak Samantha yang langsung diangguki Lenka.

Mereka berdua berjalan menuju ruang tamu, menghampiri Steven yang sedang sibuk dengan ponselnya.

“Tuan—“

“Uhm, kalian sudah selesai.” Mendengar suara Samantha, pria itu segera menyimpan ponsel yang ia genggam ke dalam saku celananya. Menengadahkan kepala, Steven tak berkutik ketika maniknya bertemu tatap dengan Lenka.

Penampilan perempuan itu terlihat berbeda sekarang, sangat fresh—menawan dan tentunya can-tik. Kembali, gelanyar aneh itu muncul di dada Steven.

“Apa aku terlalu berlebihan?” Tanya Lenka sambil meremas ujung gaun yang ia pakai. Steven yang terus memandanginya dengan tatapan dingin membuat perempuan itu merasa tidak nyaman.

“Tidak terlalu, tapi cukup berlebihan,” jawab Steven cepat. “Kita berangkat.” Lanjutnya.

Jawaban pria itu sungguh membuat Lenka malu dan ingin segera berlari ke kamar Samantha untuk mengganti pakaiannya.

“Astaga, apa yang kulakukan? Kenapa aku malah berdandan? Pasti dia berpikir aku sedang menggodanya.” Batin Lenka merutuki kebodohannya.

Tiba di halaman villa, mereka masuk ke dalam mobil yang terparkir disana. Lenka mengambil posisi di kursi penumpang dan meminta Samantha duduk di depan bersama Steven yang memegang kemudi. Ini kali pertama Lenka melihat suasana di luar villa yang tampak asri dan sangat memanjakan mata.

Mobil tersebut berlahan mulai menjauh meninggalkan villa. Keheningan mengisi perjalanan mereka, sampai suara dering ponsel milik Samantha memecah kebisuan disana.

“Siapa, bi?” Tanya Steven yang tetap fokus memegang stir sambil menatap ke depan.

“Uhm, anu Tuan. Panggilan video dari Tono keponakan bibi. Sepertinya mau bicara dengan non Lenka. Bisa tidak, tuan?” Tanya Samantha meminta izin yang justru membuat Steven mengerem mobil secara mendadak.

“Hati-hati, tuan!”

Seru Samantha sambil mengelus dada karena begitu kaget. Perbuatan Steven yang tak sengaja itu berhasil membuat Lenka diliputi rasa takut, keringat dingin mulai membasahi kening perempuan itu. Dia memejamkan mata kala peristiwa yang ia alami bersama Airen kini memenuhi kepalanya.

Melalui kaca spion yang berada di atas kepalanya, Steven tampak memperhatikan Lenka. Tangan perempuan itu terkepal kuat, sesekali ia menggeleng. Melihat perubahan yang tak wajar dari Lenka, Steven segera turun—berpindah ke kursi penumpang.

“Lenka.” Steven mengguncang lengan perempuan itu tapi Lenka masih menutup kuat maniknya.

“Lenka, kau kenapa?” Kali ini Steven menangkup pipi perempuan itu. Samantha berbalik badan untuk ikut melihat kondisi Lenka, tampak kekhawatiran di raut wanita paruh baya itu, sampai panggilan video dari keponakannya pun ia abaikan.

Tak mendapat respon dari Lenka, berlahan Steven mengulurkan kedua tangannya ke pinggang Lenka dan mendekap perempuan itu erat. Sentuhan itu Lenka rasakan, aroma tubuh itu sangat ia kenali dan perasaan nyaman pun juga aman kini memenuhi relung hatinya.

“Aku takut.” Ujar Lenka pelan, menyandarkan kepalanya di dada bidang Steven, perempuan itu mulai berani membuka matanya.

Detak jantung tak beraturan kembali menerpa Steven, ditambah posisi mereka yang kini saling berpelukan membuat hatinya berdesir.

“Kau cukup tenang sekarang?” Pertanyaan penuh perhatian itu meluncur begitu saja dari mulut Steven.

Lenka mengangguk, “Terimakasih.” Ujarnya tulus. Ini kali kedua Steven memberi pelukan untuk menenangkan dirinya dan pria itu selalu berhasil mengusir rasa takutnya.

Meletakkan dagunya di atas pundak kecil Lenka, pikiran Steven berkelana pada banyak hal yang terjadi pada mereka. Ketakutan yang baru saja perempuan itu alami juga menjadi pertanyaan besar untuknya. Termasuk mimpi buruk Lenka kala di rumah sakit, waktu itu perempuan yang berada di dalam dekapannya sekarang juga terlihat sangat ketakutan.

Sadar akan tujuannya hari ini, Steven berlahan mengurai tautan tubuh mereka.

“Kita bisa kesiangan. Aku mengemudi dulu, ya. Kau bersama bibi Samantha di belakang.” Dia yang biasanya memperlakukan Lenka dengan sekenanya kini berbicara sangat lembut pada perempuan itu.

“Kau tidak punya kesempatan lagi nak, Tono.” Gumam Samantha dalam hati setelah menyaksikan semua perlakuan manis dan perhatian sang majikan pada Lenka di depan matanya sendiri.

1
Ivonovi
thor lanjutin dong 🙏🙏
narrehSha
love in strugell gmn kak kok ga ada kelanjutannya
F.T Zira
sudah mampir thor..
salam kenal yaa...
kalo berkenan mampir juga di karyaku Silver Bullet
muna aprilia
lnjut
marrydianaa26
mampir thor, semangat updatenya🔥
mampir juga di karya aku ya😄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!