Empat orang perempuan sebaya, bisa melihat makhluk tak kasat mata yang ada di sekitarnya. Walaupun mereka takut tapi itu tidak menghalangi mereka untuk membicarakan makhluk yang mereka lihat.
Sampai dimana, salah satu diantara mereka mengetahui suatu fakta yang membuatnya takut apa yang akan terjadi padanya.
Teman-temannya yang mengetahui hal itu tidak tinggal diam, mereka membantu untuk menyelesaikannya walaupun nyawa mereka taruhannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xzava, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Keesokan paginya ia sangat excited berangkat ke sekolah, bukan tanpa alasan itu semua karena besik ia libur selama seminggu karena seniornya akan ujian nasional.
"Sungguh hari yang cerah." ucapnya sambil melihat matahari pagi.
"Seneng banget pagi-pagi," ucap kak Heru.
"Iya dong, besok Bulan libur kak,"
"Enak banget kampus mah gada libur ujian nasional,"
"Di kampus kan gak ada ujian nasional kak jadi gak ada libur begituan lah." ucapnya sambil memasuki mobil kakak sepupunya.
Sepanjang perjalanan mereka mengobrol perihal mata pelajaran yang akan Bulan pelajari hari ini, di perjalanan ke sekolah ia mampir untuk membeli roti di minimarket dekat sekolahnya.
"Bukannya udah sarapan tadi?"
"Sudah kak tapi ini bukan buat Bulan,"
"Terus?" tanya kak Raffi.
"Buat makan siang,"
"Makan siang apaan, ke kantin lah beli makan roti mana kenyang," ucap kak Heru.
"Hahahaha gak lah kak ini buat makan di sela-sela jam pelajaran,"
"Kirain beneran makan siang." Bulan tertawa melihat ekspresi kakak sepupunya itu.
"Kak nanti jangan lupa jemput Bulan ya, kak Raffi gak masuk hari ini, mereka libur." ucap Bulan mengingatkan kakak sepupunya sambil turun dari mobil.
"Oke dek, belajar yang bener kamu." ucap kak Heru.
Bulan melewati gerbang sekolahnya tapi tidak melihat sosok penjaga gerbang, "Kemana perginya, tumben sekali," ucapnya dalam hati.
"Kau mencari ku?" ucap seseorang dari arah belakang Bulan.
Bulan tidak menoleh justru ia mempercepat jalannya ke kelas.
"Woy Bulan, ngapain lu ninggalin gue,"
Bulan justru semakin mempercepat jalannya.
"Gila dia tau nama aku, mampus dah, besar juga suaranya," ucap Bulan dalam hati.
Sesampainya di kelas, dia langsung duduk di kursinya.
"Bulan," panggil Adel.
"Oh hai udah sampe kamu,"
"Kenapa lu ninggalin gue tadi?" tanya Adel, "Dipanggil bukannya nungguin malah lari," sambungnya.
"Heh kamu ada manggil aku? Kapan?" tanya Bulan keheranan.
"Depan gerbang tadi,"
"Lah itu kamu,"
"Terus siapa nenekmu gitu?"
"Masih pagi udah ribut aja nih berdua,"
"Diem." ucap Adel.
Hari ini, mereka hanya belajar 1 kali karena guru sibuk mempersiapkan ujian kelas tugas.
"Eh si kakak itu gak ada di gerbang lagi tau," ucap Bulan.
"Dia di rumahku." ucap Chika.
"Ko bisa di rumah lu?" tanya Delis.
"Aku ajak pulang," jawabnya santai.
"Si oon bisa-bisanya lu ajak balik," ucap Delis.
"Biarin lagi pun aku dapat banyak info darinya jadi gak rugi." ucap Chika.
"Pantesan gak ada di depan," ucap Bulan, "Terus-terus cerita apa yang lu dapet?" tanya Bulan.
"Jangan disini bahaya," ucap Bulan.
"Aku punya kekhawatiran jadi kalian berdua jangan banyak ikut campur," ucap Chika menunjuk Adel dan Bulan.
"Lah kenapa?" tanya Bulan.
"Ntar aja aku ceritain," Bulan hanya mengangguk.
"Aku makin penasaran apa ada hubungannya sama ...," perkataannya terpotong karena dia di panggil sama teman sekelasnya.
"Bulan di panggil sama ibu Humairah, di ruang seni." ucapnya sambil mendekati Bulan.
"Ruang seni, makasih ya," Bulan bergegas menuju ruang seni menemui gurunya.
Sesampainya di ruang seni, ia melihat beberapa anak seni yang sedang berkumpul.
"Ibu," panggil Bulan.
"Oh Bulan sini,"
"Bulan ini guru-guru yang lain minta buat beberapa lukisan di pajang di ruangan anak-anak ujian, gimana menurutmu?"
"Boleh bu, tapi saran Bulan jangan lukisan yang mau ikut pameran bu,"
"Nah kan, apa saya bilang bu," kata salah satu teman Bulan.
"Kenapa kalian gak setuju semua, sedangkan ini permintaan kepala sekolah," ucap gurunya.
"Maaf bu jika kami lancang, sebelumnya kan kita semua sudah sepakat untuk tidak memperlihatkan lukisan yang akan di pajang di pameran nanti," ucap Bulan.
"Ya sudah nanti ibu bicara sama kepala sekolah lagi, kalian coba pilih beberapa lukisan untuk di pajang," ucap sang Guru lalu pergi.
"Kenapa sih ibu ini," ucap salah satu teman Bulan.
"Ini permintaan kepala sekolah ya wajar aja sih," ucap temennya yang lain.
"Bulan kamu sebagai ketua harus tegas ya sama kesepakatan kita," ucap temannya mengingatkan.
"Tentu, kalau ada apa-apa aku pasti diskusikan bareng kalian juga," ucapnya, "Ayok pisahkan yang mau di pajang." ucap Bulan.
Teman-temannya mulai mempersiapkan lukisan yang akan di pajang.
Saat mereka sedang membereskan lukisan Bulan tanpa sengaja melihat ke arah ruangan seni tari, ia melihat sosok perempuan tapi ia baru kali ini melihatnya.
Ia menggunakan kebaya hitam dan selendang berwarna merah di pinggangnya, Bulan berpikir apakah itu anak tari atau bukan.
"Tapi kalau anak tari kenapa baru kelihatan," ucap Bulan dalam hati. "Mungkin guru tadi kali ya," ucapnya lalu melanjutkan kerjaannya.
Kepala sekolah sepakat untuk memajang lukisan yang di persiapkan oleh anak-anak seni rupa, mereka mengangkat lukisan yang sudah di persiapkan menuju ruang kelas yang akan di gunakan ujian nasional.
Setelah semuanya selesai, Bulan dan teman-temannya kembali ke ruang seni, dari kejauhan perempuan yang dilihat Bulan tadi masih berdiri di tempatnya.
"Kenapa dia gak masuk," ucapnya dalam hati.
"Kenapa liatin ruang tari mulu sih?" tanya salah satu temannya.
"Ah gak ko, pengen liat aja mereka latihan tari apa." ucap Bulan.
Setelah selesai Bulan kembali ke kelasnya, saat berjalan menuju kelasnya ia melihat ke arah ruang tari ternyata perempuan itu sudah tidak ada.
"Mungkin itu siswa baru atau guru tari baru, gak usah dipikirin lah," ucap Bulan.
Sesampainya di kelas ternyata hanya tinggal ketiga temannya.
"Loh yang lain mana?"
"Udah pada balik kita nih nungguin lu," ucap Adel.
"Ko cepet banget sih pulangnya padahal sekarang masih jam 1, kak Heru baru selesai kelas jam 3 lewat," ucap Bulan.
"Bagus dong ke rumah Chika dulu, lu harus tau apa yang baru kita alami," ucap Delis.
"Boleh deh, let's go." Kata Bulan lalu mengambil tasnya berjalan duluan.
"Bener bener nih bocah udah di tungguin malah ninggalin," ucap Chika.
"Konsepnya kan emang gitu Chik," ucap Delis.
Sesampainya di rumah Chika, mereka istirahat dan makan terlebih dahulu. Tak lupa Bulan mengabari kakak sepupunya untuk menjemputnya di rumah Chika.
Delis mulai menjelaskan, hasil dari komunikasinya dengan siswa yang meninggal di angkatannya.
Bulan dan yang lain pun mendengarkan dengan seksama, siswa itu bernama Faisal.
Dia meninggal setelah ospek bahkan sempat masuk untuk belajar, tapi memang sudah tidak ikut perkemahan.
"Dia meninggal di parkiran," ucap Delis.
"Parkiran mana? Bukannya parkiran kita gak ada yang ...," ucap Bulan terputus, "Oh ada di belakang kantor kalau parkiran lagi penuh banget di situ di pake," ucap Bulan saat mengingat parkiran yang ada di sana.
"Iya juga ya di situ kan ada parkiran, " ucap Adel yang juga ingat parkiran yang di maksud.
"Sepertinya kita harus parkir disana deh sesekali," ucap Chika.
"Dengerin dulu aku belum selesai ngomong," ucap Delis.
"Ohiya lanjutkan, sorry sorry," ucap mereka bertiga.