Avery Edwards melampiaskan kemarahannya pada Lucas Aylmer. Tiba-tiba saja gadis itu mencium Lucas, hanya demi memperlihatkan jika bukan dia yang dicampakan oleh Alden, yang telah menjalin kisah cinta dengannya sedari masa sekolah menengah atas. Sementara Alden baru saja mulai bekerja, dan tertangkap basah berselingkuh. Tepat di hari kelulusan Avery. Sedang patah hati, malah dimintai pertanggung jawaban.
"Kau telah menciumku?" imbuh Lucas seraya berkata lagi, "Kau harus bertanggung jawab!"
Avery tidak habis pikir dengan pria yang sedang meminta pertanggungan jawaban darinya. Merasa dirinya masih terlalu muda, menikah bukanlah priorotas utamanya. Akankah Avery bisa lepas dari tuntutan Lucas, atau sebaliknya malah tunduk dan patuh akan ingin dan mau Lucas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEKANTUNG TULANG
Setelah mendengar perintah dari Lucas, mahluk tak kasat mata itu pun menghilang dari hadapan Tuannya. Pada saat ini Harper dan ibunya baru saja selesai membuat tes kehamilan palsu. Harper pergi ke toilet sebentar.
Sedang mencuci tangan, tiba-tiba kran di sebelahnya menyala sendiri.
Harper mengulurkan tangannya untuk mematikan kran ait itu. “Eum… ini sepertinya rusak!”
Baru saja selesai mematikan kran, seketika saja semua kran yang ada di toilet itu menyala semua. Tiba-tiba di washtafel tempat harper mencuci tangan ada beberapa tulang yang berlumuran dengan darah segar yang mengucur dari kran air. Harper mendengar suara siulan, lalu dia menoleh ke arah kran air yang menyala dan mengucurkan darah segar merah.
“Hantu… apakah ada hantu di sini!” imbuhnya seraya segera berlari keluar dari toilet, sampai-sampai dia tidak sengaja menendang ember petugas kebersihan yang berisi air kotor. Lalu terpeleset dan terjatuh.
“Oh ya ampun, sungguh sial!” imbuhnya lagi dengan menghardik marah pada petugas kebersihan yang sedang kebingungan memandangi Harper yang menjadi setengah basah.
“Kau tidak becus bekerja ya, baru saja mencelakai aku!” hardik marah Harper sambil menunjuk-nunjuk petugas kebersihan itu.
“Wah Nona ini pandai sekali melakukan lempar batu sembunyi tangan. Nona yang berlari dan terjatuh tapi malah menyalahkan orang atas nasib sialnya!” imbuh si petugas kebersihan membalas perkataan Harper.
“Dasar sial!” imbuh Harper sembari berlalu dengan membawa rasa kesal di hati.
“Kau kenapa?” tanya Nyonya Stela melihat rupa putrinya yang seperti berubah menjadi upik abu dalam kisah Cinderella.
“Sedikit tertimpa sial!” imbuh marah Harper dan segera mengajak Nyonya Stela pergi dari sana.
Di Mansion Edwards, terlihat Mary masih berada di kamar Avery. Dia terlihat sedang sibuk mengompres Avery yang terserang demam tinggi. “Aku panggilkan dokter ya!” imbuh Mary seraya berdiri.
“Tidak usah jangan!” ujar Avery seraya menarik tangan Mary.
“Aku sudah terlalu banyak merepotkanmu!” imbuh Avery yang tidak ingin melibatkan Mary dalam masalah baru.
“Cukup kau yang merawatku, pasti aku akan sembuh!” imbuh Avery sembari memeluk Mary.
Harper dan Nonya Stela pun tiba di Mansion Edward. Pada saat ini di kamar Harper, terlihat gadis itu tidak bisa tidur, karena mengingat-ingat kejadian aneh belakangan ini.
“Tidak demam!” imbuh Harper seraya mengecek suhu tubuhnya dengan meletakan tangannya sendiri di kening lalu memaksakan memejamkan matanya, Karena merasa sangat lelah.
Pada saat menjelang dini hari, di mansion Edwards. Seseorang berpakaian petani dan topi petani terlihat sedang berjalan di koridor sambil menyeret sebuah karung. Ia berjalan menuju ke dapur, sambil bersiul-siul. Lalu membungkuk sambil mengeluarkan satu persatu tulang dari dalam karungnya itu.
Mengambil satu, lalu meletakannya secara berjejer di lantai satu persatu. Tepat dihitungan terakhir, suara yang lembut terdengar menyapa Silbon si hantu bersiul. “Sedang apa?”
Gerakan tangan Silbon pun terhenti, lalu menoleh kepada Avery yang tengah bersimpuh di sisinya sambil menatap tulang yang tengah dijejerkan. Ketika kedua mata mereka beradu, tiba-tiba saja gadis itu pun langsung pingsan.
Tak berapa lama, secara tidak sengaja Tuan Lynch menemukan putrinya itu sedang terkulai pingsan di lantai dapur. Dia pun dengan cepat menggendong Avery dan dibawa ke kamarnya. Setelah merebahkan Avery di ranjang. Tuan Lynch segera saja pergi mencari Mary.
Dengan sedikit gugup dia mengetuk pintu kamar Mary. Mendengar ketukan yang bertubi-tubi, Mary segera bangun dan membuka pintu kamarnya. “Tuan… ada apa, sesuatu terjadikah?”
“Aku baru saja menemukan Avery pingsan di dapur, Apa kau sama sekali tidak tahu tentang hal ini?” tanya Tuan Lynch.
“Di dapur? Terkhir aku meninggalkannya di kamar. Dia demam… masih demam!” imbuh Mary seraya mendorong Tuan Lynch agar tidak menghalangi jalannya untuk ke kamar Avery.
Sesampainya di kamar Avery, Mary langsung mendekat dan duduk di sisi ranjang Avery. “Tidak demam!” imbuh Pelannya seraya menoleh kepada Tuan Lynch. “Sebaiknya kita panggil dokter!”
Tuan Lynch pun menghubungi dokter keluarga Edwards. Tidak lama kemudian dokter itu pun datang. Dia pun segera memeriksa keadaan Avery. “Kondisinya baik-baik saja!” imbuh dokter yang tengah memeriksanya.
“Tapi mengapa dia masih belum siuman?” tanya Mary dengan nada terlihat sangat khawatir.
“Bisa saja terjadi karena selain fisiknya yang sedang lemah, Kesehatan mental yang sedang turun juga bisa mempengaruhi respon pada tubuh!” jelas dokter keluarga Edwards lagi.
“Aku akan menuliskan resep, pastika juga dia menghabiskan obat dan vitaminnya. Aku juga akan memeriksan suntikan agar dia tidak mengalami demam tinggi lagi!” jelas si dokter itu lagi.
Setelah dokter keluarga itu pergi, Mary langsung melemparkan kemarahannya kepada Tuannya itu. “Biarkan aku membawa dia pergi dari sini jika memang Keluarga Edwards tidak menerimanya sebagai garis keturunan dari Keluarga Edwards!”
“Apa kau sedang mengigau?” tanya sarkas Tuan Lynch.
Dari jawaban dan nada bicara Tuan Lynch sangat jelas jika Tuannnya itu, tidak mau. “Jika tida mengizinkannya pergi. Maka perlakukan dia dengan baik!” imbuh marah Marry.
Mendengar perkataan sarkas dari Mary, Tuan Lynch pun pergi meninggalkan kamar Avery. “Jika tidak menyayangi putrimu mengapa wajahmu tadi begitu panik!” gumam pelan Mary sembari menghela napas panjang.
Keesokan paginya, Avery terbangun kerena merasa ada yang bergerak di sampingnya. Dia membuka mata dan melihat tangan Mary sedang mendarat di keningnya. “Oh Mary, aku sudah sembuh!” imbuhnya sembari sedikit menepis tangan Mary.
“Apa kau lupa semalam kau tertidur di lantai dapur!” imbuh Mary seraya mendorong troli berisi sarapan untuk Avery.
“Obat… apa semalam ada dokter yang memeriksaku?” tanya Avery dengan sedikit bingung karena dia tidak dapat mengingat tentang apa yang terjadi semalam.
“Memangnya tadi malam apa yang terjadi?” tanya Avery lagi.
“Tuan Lynch menemukamu tidak sadarkan di dapur,” cerita Mary, lalu dia menambah ceritanya lagi. “Dia menggendongmu sampai kamar, lalu memanggilku dan memanggil dokter untuk memeriksamu!”
“Ayahku melakukan itu untukku?” tanya Avery dengan nada sedikit tidak percaya.
“Setiap orang bisa berubah bukan, Eum atau anggap saja itu hanya sebuah keberuntungan!” imbuh Mary lagi seraya mulai menyuapi Avery.
“Apa sudah mengambil cuti?” tanya Avery yang mengetahui jika Mary memiliki keponakan yang akan melangsungkan pernikahan.
“Eum…!” jawab Mary meragu.
“Aku baik-baik saja, jadi tidak apa jika kau pergi berlibur beberapa hari ke depan,” imbuh Avery.
“Dia pasti membutuhkan kehadiranmu, ibu baptisnya. Siapa lagi yang dia punya jika bukan kau yang di sana!” imbuh Avery lagi.
Adik Mary meninggal di usia muda, lalu Mary pun menjadi wali dari anak adiknya itu. Mary tidak menikah dan memilih bekerja keras untuk membiayai kehidupan keponakannya itu.