*Squel dari One Night Stand With Dosen*
Pernikahan Shalinaz Rily Ausky dengan Akara Emir Hasan cukup membuat orang sekitarnya terkejut. Berawal dari sebuah skandal yang sengaja diciptakan sahabatnya, gadis itu malah terdampar dalam pesona gus Aka, pemuda dewasa yang tak lain adalah cucu dari kyai besar di kotanya.
"Jangan menatapku seperti itu, kamu meresahkan!" Shalinaz Ausky.
"Apanya yang salah, aku ini suamimu." Akara Emir Hasan.
Bagaimana kisah mereka dirajut? Simak kisahnya di sini ya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 35
"Kamu masih ada kelas?" tanya Azmi ketika mereka berjalan beriringan keluar dari ruang perpus.
"Iya habis ini, emang kenapa? Mau nawarin pulang bareng? Dih ... entar gosip seantero pesantren ngomongin kita." Mereka tertawa bersama.
"Emang salah ya, adik ipar dan kakak ipar jalan bareng, kita 'kan saudara," ujarnya enteng.
"Iya tahu, bisa digorok kita sama abah, bersihin toilet satu antero pondok, itu kalau ketahuan berduaan di pondok, masih ada hukuman lagi kalau yang pacaran, nanti digundulin."
"Ih ... serem ya, duh ... jadi takut."
"Kita 'kan nggak ngapa-ngapain, jadi kenapa harus takut."
"Takut abang kamu lihat, terus salah presepsi, ngomong-ngomong dia sabar banget lho ngadepin aku?"
"Ujian buat Ban Aka, kamu harus mulai belajar mencintai dia, terkecuali—masih mau berencana jadi istri aku. Hehe."
"Ya ampun ... rese' banget sih!" cecar Shalin kesal, satu pensil mendarat sempurna di jidatnya.
"Jangan gitu, sakit kakak ipar."
"Ngeselin tahu nggak, udah sana masuk kelas, jangan berduaan mulu entar yang ketiga setan."
"Perasaan di sini banyak orang, kamu jadi daftar panitia ospek?" tanya Azmi memastikan.
"Jadi dong, biar tambah pengalaman, pingin aja. Kamu udah daftar?"
"Udah juga, dih ... bakalan projek bareng, nanti pasti ada teman seangkatan yang suka sama kamu."
"Kenapa, cemburu?"
Mereka saling menatap sebelum akhirnya melempar senyum.
"Cemburu itu boleh pada tempatnya, kalau aku cemburuin kamu udah pasti bukan pada tempatnya. Aku langsung nikah aja kalau udah ada yang sreg, takut ketikung di sepertiga malam lagi, ngeri," ujar pria itu.
"Aka itu terlalu baik, malah baik banget, kayaknya aku nggak pantas buat dia, kasihan aja masak aku yang minim ilmu agama kaya gini jadi istrinya."
"Kamu berniat ngundurin diri? Rugi lho entar, banyak banget yang suka dan mau daftar jadi istrinya, salah satunya yang aku tahu, ustadzah Mutia, tetapi Bang Aka nolak taaruf sama dia, entahlah."
"Mungkin Ustadzah Mutia jodoh kamu?" todong Shalin ngasal.
"Bisa jadi, hahaha ... ngarang banget aku tuh, nggak mungkin lah, orang udah sedewasa Bang Aka juga. Nanti kamu yang cariin ya?"
"Nggak mau lah, nanti seleraku nggak sama kaya keinginan kamu."
"Pokoknya yang kaya kamu lah, udah cukup langsung aku khitbah. Ngomong-ngomong nanti sore mau pulang jam berapa?"
"Nungguin abang kamu selesai ngajar."
"Udah ya, masuk sana, semoga Allah mengampuni dosa kita hari ini yang sengaja mengobrol bersama."
"Aamiin ....!"
Shalin masuk kelas, sedang Azmi berbelok ke kelasnya juga yang tidak begitu jauh. Mereka satu jurusan tetapi beda kelas. Sekilas Aka yang hendak mengajar, jelas melihat mereka dari arah berlawanan jalan bersama, membuat pemandangan itu mengusik hatinya.
"Astaghfirullah ... banyak sekali panggilan masuk," gumam Shalin menilik ponselnya. Menangkap satu pesan masuk yang seketika membuat hati Shalin menohok.
[Asyik banget, tebar dosa terus, ngobrol lancar, giliran sama suami sendiri, diketusin mulu]~ dostadz Aka.
"Astaghfirullah ... cemburu nih kayaknya, baru juga mau belajar mencintai, gimana ini." Shalin bingung sendiri.
Akhirnya selama materi kuliah siang itu, Shalin tidak berkonsentrasi sama sekali. Pikirannya ke Aka yang mungkin sebentar lagi akan mengamuk, atau memberikan tausiah rohani pada dirinya.
Usai makul terakhir, Shali mengunjungi ruangannya, namun ternyata sedang ada mahasiswa-mahasiswa lain yang sedang bimbingan. Membuat ia mengurungkan niatnya. Shalin memutuskan pulang saja ke rumah, dan menunggu suaminya pulang di kamarnya. Hingga menjelang sore hari, pria itu belum juga kembali, Shalin mencoba menghubungi lewat ponselnya namun tidak ada jawaban.
[Mas, aku jadi ke rumah mommy, katanya mau nganter?]~ Shalin.
Pesan dibuka, tetapi sama sekali tidak dibalas, membuat perempuan itu semakin yakin bahwa suaminya merajuk.
'{Aku ini sabar, tetapi jangan menguji sabarku}'
Tiba-tiba kata-kata Aka terngiang-ngiang di pikirannya. Membuat gadis itu mulai resah.
"Duh ... kayaknya merajuk beneran nih orang," monolog Shalin tak tenang.
Tepat menjelang maghrib, Aka sampai di kamarnya, dia nampak lesu dan tak bersemangat. Hanya salam yang keluar dari mulutnya tanpa menyapa Shalin yang bersiap menyambutnya, pria itu mengabaikan begitu saja. Masuk ke kamar mandi tanpa kata.
"Mas, aku udah siapin baju gantinya buat kamu," ujar gadis itu mencoba mengambil hatinya.
"Terima kasih," gumamnya tanpa menoleh pada istrinya. Kendati demikian, pria itu tetap memakai pakaian yang dipilihkan istrinya.
"Mas, kalau Mas nggak jadi nganter, aku minta jemput Reagan aja boleh," tawar Shalin lirih.
Aka hanya diam tanpa bicara, lalu menatapnya tajam.
"Ya ampun ... serem amad sih," batin Shalin menunduk.
Pria itu bahkan tak ada ucapan atau sapaan pamit, hanya meninggalkan pesan untuk sholat di rumah. Membuat Shalin merasa bahwa Aka benar-benar marah padanya.
pinter bhs arab ya thor...
jd pengen mondok..