Dira, gadis yang dulu menjadi korban bully dari teman sekolahnya akhirnya berubah menjadi sosok yang kuat dan berkuasa. Selama bertahun-tahun dia tinggal di luar kota. Dia berusaha mengubur dalam-dalam kenangan pahitnya sewaktu menjadi korban bully dan ingin melanjutkan hidupnya dengan tenang karena yakin karma akan bekerja dengan sendirinya.
Tetapi kemudian, Dira mendengar jika ternyata orang-orang yang dulu membullynya sekarang hidup bahagia, Dira merasa tidak terima. Kepulangannya ke kota kelahirannya yang tadinya hanya demi karier berubah menjadi keinginan untuk membalas dendam. Dira bertekad jika karma belum menghampiri mereka maka dia yang akan menghantarkannya.
Akankah Dira berhasil membalas dendamnya atau justru memaafkan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nita kinanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Selamat Tinggal Ibu
"Video apa maksud ibu?"
"Tolong ambilkan handphone ibu," ucap Narti lirih. Dira pun mengambil handphone ibunya yang berada di dalam tas bersama barang-barang lain yang dibawa ke rumah sakit. "Kamu lihat sendiri saja, ibu tidak sanggup melihatnya lagi."
"Memangnya video apa Bu?" Tidak pernah sedikitpun terpikir oleh Dira jika video yang ibunya maksud adalah video pembullyan yang dia alami dulu karena Alex sudah berjanji tidak akan menyebarkannya.
"Kamu pasti tahu video apa yang ibu maksud. Memang wajah mereka tidak terlihat, tetapi dari suara, ibu yakin itu suara Non Selvi dan non Rieke. Ibu sungguh tidak rela kamu diperlakukan seperti itu." Narti kembali meneteskan air mata.
"Ibu tidak pernah menyangka kamu mengalami penderitaan itu di sekolah Dira. Maafkan ibu karena ibu tidak pernah memperhatikan kamu. Ibu bukan ibu yang baik buat kamu." Selama ini dia tidak tahu apa yang dialami dan dirasakan oleh Dira. Dia terlalu sibuk mengagumi anak majikannya sehingga anaknya sendiri tidak terlihat istimewa di matanya.
Dimata Narti, Dira tidak punya teman sama sekali. Hanya Selvi dan Rieke yang mau jadi temannya. Dira harus bersyukur mereka berdua masih mau berteman dengannya. Narti selalu menganggap Dira anak yang tertutup, pendiam dan selalu murung. Mana ada yang mau berteman dengan anak semacam itu?
Berbeda dengan Selvi, selain cantik, dia juga periang dan ramah. Karena itu dia punya banyak teman. Setidaknya itulah yang selalu ada dipikiran Narti sehingga dia terus membanding-bandingkan Dira dengan Selvi, tanpa dia sadari jika ternyata Selvi lah penyebab Dira menjadi anak yang pendiam dan murung.
Dira tidak bisa berkata-kata. Wajahnya memucat bahkan lebih pucat dari sang ibu yang sedang terbaring sakit. Dira meletakkan kembali ponsel ibunya, tidak ingin melihat video memalukan itu. Mengingatnya saja membuat dadanya terasa sesak dan malu apalagi jika harus melihatnya.
"Sudahlah Bu ... Itu sudah lama terjadi. Tidak usah memikirkan itu. Sekarang ibu istirahat saja. Aku pergi sebentar untuk mengurus administrasi nanti aku kembali lagi. Aku panggilkan bibi, untuk menemani ibu," ucap Dira berusaha tenang di depan ibunya walaupun sebenarnya gemuruh menggema di dadanya.
Belum sempat ibunya menjawab, Dira sudah berjalan keluar dari kamar perawatan. Dia memanggil pembantu rumahnya untuk menemani sang ibu setelah itu dia langsung berlari, bukan ke arah ruang administrasi, melainkan ke tempat parkir untuk menyusul Alex, berharap pria itu belum pergi.
"Alex!!!" teriak Dira melihat Alex yang baru akan menaiki mobilnya. Alex urung masuk ke dalam mobil dan berdiri menunggu Dira.
"Ada apa Sayang? Kamu ingin pulang bersamaku?" tanya Alex begitu Dira sampai di depannya.
Dira tidak menjawab, tetapi tangannya tiba-tiba maju dan mendaratkan tamparan di pipi laki-laki psikopat tidak tahu malu itu.
"Apa-apaan kamu Dira??!" Alex terkejut karena Dira tiba-tiba menamparnya.
"Berikan kunci mobilku!" bentak Dira.
Alex melihat kemarahan di wajah Dira dan segera menyerahkan kunci mobilnya tanpa bertanya lagi. Dira segera merebut kunci itu dari tangan Alex.
"Kamu tahu? Kondisi ibuku drop karena melihat video itu! Kamu sudah berjanji tidak akan menyebarkannya, lalu kenapa video itu bisa sampai ke ibuku?!!"
"Apa maksudmu?! Aku bersumpah aku tidak menyebarkannya, percaya padaku!"
"Kamu tidak menyebarkannya tapi kamu memberikannya pada Selvi, benar 'kan?! Aku tidak takut lagi dengan ancamanmu Alex! Kita putus !!!" ucap Dira lalu pergi dari hadapan Alex.
"Aku benar-benar akan menyebarkan video itu jika kamu memutuskan aku, Dira!" ancam Alex.
"Aku tidak peduli!!!" ucap Dira sambil terus berjalan dan mengacungkan jari tengahnya kepada Alex. Ketakutannya membuatnya bodoh dan mau saja menuruti keinginan Alex.
Kenapa harus tunduk pada ancaman laki-laki tidak tahu diri itu jika pada akhirnya dia tetap menyebarkan videonya.
Selama ini Dira hanya diam dan mengikuti alur. Biarlah traumanya dia hadapi sendiri dan dia sembuhkan dengan caranya sendiri. Tetapi ketika ibunya ikut-ikutan terseret dalam masalah ini dan nyawanya menjadi taruhannya, Dira tidak akan tinggal diam lagi. Dia harus lebih tegas dan lebih berani.
Dira kembali ke ruang perawatan ibunya.
"Bi, kenapa menunggu di luar?" tanya Dira melihat pembantu rumahnya menunggu di depan pintu kamar perawatan Narti.
"Tadi kondisi ibu memburuk. Sekarang dibawa ke ruang ICU dan sedang ditangani dokter. Bibi tadi nyari Non Dira tapi nggak ketemu, bibi telfon juga nggak diangkat. Jadi Bibi nunggu di sini takutnya Non Dira kembali dan mencari-cari kami," terang pembantu itu.
Sekarang Dira mulai terlihat khawatir, ibunya memang sudah sakit-sakitan tetapi tidak pernah sampai drop separah ini.
"Ya sudah Bi, kita tunggu di depan ruang ICU saja," jawab Dira berusaha tetap tenang. Lalu mereka berdua berjalan menuju ruang ICU.
Beberapa saat menunggu akhirnya dokter pun keluar. Mereka mengatakan jika kondisi ibunya kritis dan harus dirawat secara intensif. Dira diperbolehkan masuk ke ruang ICU tetapi harus mengenakan pakaian khusus yang sudah disiapkan.
Perlahan Dira melangkahkan kakinya mendekati ibunya yang terbaring lemah dengan banyak selang menempel di tubuhnya. Dira tidak tega melihat keadaan ibunya seperti ini.
Dira menggenggam tangan ibunya dan mengusapnya pelan. Dia sedih melihat kondisi ibunya seperti ini. Meskipun hubungan mereka tidak dekat, Ibunya tetaplah orang paling penting dalam hidupnya dan Dira tetap berbakti kepadanya.
"Dira ... " panggil Narti dengan mata terpejam.
"Iya Bu ... Dira di sini," sahut Dira semakin mengeratkan genggaman tangannya pada sang ibu.
"Maafkan ibu ya Nak, ibu sungguh menyesal. Seharusnya ibu lebih memperhatikan kamu dulu, bukannya membanding-bandingkan kamu dengan non Selvi," ucap Narti lemah.
"Tidak ibu, ibu adalah ibu terbaik bagi Dira," ucap Dira menahan air matanya.
"Mungkin ibu sudah tidak bisa menemanimu lagi. Jaga dirimu Dira. Jangan biarkan orang lain memperlakukanmu dengan buruk dan mempermalukan kamu seperti itu lagi."
"Iya Bu, Dira mengerti," jawab Dira.
"Satu lagi pesan ibu, menikahlah! Carilah pendamping yang baik untuk menemanimu kelak," ucap Narti dengan lirih dan terbata.
Dira mengangguk. "Ibu ... Sudahlah. Ibu tidak boleh banyak bicara, harus lebih banyak beristirahat."
"Sekali lagi ibu minta maaf padamu Dira." Sesal memenuhi relung hati Narti tetapi sayang penyesalan itu datang di akhir hayatnya. Narti menghembuskan nafas terakhirnya setelah meminta maaf kepada Dira untuk yang kesekian kalinya.
Dira berduka, tetapi tidak dia tampakkan wajah dukanya. Tidak setetes pun air matanya mengalir di pipinya, hanya wajah dingin dan datar yang dia tunjukkan. Tetapi jauh di dalam lubuk hatinya Dira merasakan kesedihan yang mendalam.
Ibunya meregang nyawa karena tidak sanggup mengetahui kebenaran jika selama ini anaknya tersiksa, dan meninggal dalam rasa penyesalan. Bahkan di saat-saat terakhirnya, hanya permintaan maaf yang terus keluar dari bibirnya. Akankah Dira diam saja?