Lastri selalu di injak harga dirinya oleh keluarga sang suami. Lastri yang hanya seorang wanita kampung selalu menurut apa kata suami dan para saudaranya serta ibu mertuanya.
Wanita yang selalu melayani keluarga itu sudah seperti pembantu bagi mereka, dan di cerai ketika sang suami menemukan penggantinya yang jauh berbeda dari Lastri.
Namun suatu hari Lastri merasa tidak tahan lagi dan akhir mulai berontak setelah ia bercerai dengan sang suami.
Bagaimana cara Lastri membalas mereka?
Yuk simak kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Kembali Ke Rumah
Bab 35. Kembali Ke Rumah
POV Author
Rara begitu kesal mendengar kata-kata Lastri yang menyudutkan dirinya. Hampir saja ia ingin mengatakan kalau dia juga merupakan isteri Hendra dan paling di sayang dari pada dirinya.
Namun semua keinginannya harus di tahan. Mengingat Hendra yang sedang menabung untuk membayar hutang kepada orang tua Lastri. Sampai saat itu, Rara pun harus menahan sabar.
"Mas, perempuan itu ngeselin banget! Aku sudahi tidak betah di sini Mas, mana sempit lagi kamarnya. Mana kadang ada nyamuk juga, kulitku jadi rusak di gigit nyamuk!"
"Sabar sayang..., nanti kalau dia sudah tidur, Mas kesana nemenin kamu."
"Nanti kalau ketahuan lagi gimana Mas? Mas aja deh yang jemput aku. Aku benar-benar tidak betah disini. Kok bisa sih Mas kamu tinggal rumah sempit begini?! Pokoknya Mas harus jemput aku! Subuh nanti, Mas antar aku lagi balik kesini."
"Tapi subuh banget loh sayang. Karena ini bulan Ramadhan, Lastri pasti puasa dan bangunnya juga pasti subuh sekali bukan seperti subuh biasanya."
"Aku tidak mau tahu, pokoknya aku tidak mau disini. Badan ku gatal semua disini."
Hendra menghela napas.
"Ya sudah, nanti malam Mas jemput kamu. Kamu keluar dari jendela saja dan jangan berisik. Biar Ibu tidak terbangun dan membangunkan Lastri. Dia sensitif soal suara."
"Ribet amat sih! Padahal kita juga sudah menikah dan sah."
"Sabar saja lah sayang. Ini juga demi kebaikan kita juga."
"Kebaikan apanya?!" Sungut Rara dengan wajah di tekuk seribu meski Hendra tidak dapat melihatnya.
Tiba-tiba saja Hendra terpikir sesuatu untuk segera dapat menceraikan Lastri.
"Emm... Sayang, gimana kalau kamu juga bantu? Jadi aku dan kamu sama-sama nabung buat bayar hutang itu?"
"Ih, tidak mau ah! Enak saja! Yang berhutang Kakak mu Mas! Dia yang menikmati hasilnya, kenapa harus kita yang bayar?! Kenapa tidak suruh dia saja?! Lagian kan suaminya PNS, masa iya tidak punya tabungan. PNS itu gajinya sudah besar sekarang, tidak kayak PNS jaman dulu!"
Hendra tidak bersuara di seberang sana. Ia sedang meresapi kata-kata yang baru saja di ucapkan isterinya mudanya.
"Sudah ah, aku mau mandi dan istirahat. Aku tunggu kamu Mas." Kata Rara kembali lalu menutup panggilan telponnya.
Berbicara dengan Hendra membuatnya naik darah, apalagi jika pembahasan mereka menyangkut soal Lastri. Semenjak kedatangan Lastri dari kampung, Rara merasa tidak bebas meski dia sudah menjadi isteri Hendra.
***
Malam yang di tunggu pun tiba. Hendra datang dengan menggunakan mobil dan memarkirkannya sedikit jauh dari rumah sang ibu, agar tidak ketahuan para tetangga, apalagi Lastri. Dalam mobil ia menunggu dengan cemas, takut Lastri mencoba melabrak mereka seperti malam sebelumnya.
"Apa sebaiknya rumah itu aku jual saja? Biar kedepannya Lastri tidak menuntut harta gono gini." Gumam Hendra di keheningan malam.
Hendra sedang berpikir bagaimana caranya agar segera menyingkirkan Lastri dari kehidupannya. Karena menurutnya sekarang, Lastri sudah tidak bisa di harapkan untuk membantu ibunya. Sejak pulang dari kampung, Hendra merasa Lastri sudah mulai berubah dan jauh menjadi lebih berani untuk memberontak. Jadi sudah tidak ada gunanya lagi untuk dirinya dan keluarganya.
"Mas, buka Mas!"
Rara tampak celingak celinguk mencari siapa tahu ada yang mengikuti dirinya atau melihatnya menaiki mobil.
Hendra segera membukakan Rara pintu mobil. Dan Rara pun segera masuk tanpa menunggu lama.
"Aman kan?" Tanya Hendra.
"Jalan saja, keburu malam. Aku sudah mulai ngantuk." Ujar Rara.
Hendra pun menurut dan segera menjalankan mobilnya.
Tiba dirumah Hendra tak kuasa lagi menahan godaan cantiknya sang isteri. Ia pun segera menyambar bibir ranum yang sedari tadi begitu memikat.
Memang pengantin baru sangat sulit untuk bisa menahan gejolak hasrat mereka. Kapanpun dan dimana pun mereka selalu ingin menuntaskan gelora asmara yang kian menggebu.
Peluh keringat membanjiri keduanya ketika puncak asmara telah di raih. Tubuh pun terasa lelah karena pergulatan panas itu hingga Rara langsung tertidur tanpa membersihkan tubuh terlebih dahulu.
Namun baru dua jam memejamkan mata, ia sudah di bangunkan kembali oleh Hendra untuk di antarkan pulang kembali ke rumah Ibunya.
"Sayang, bangun. Kamu harus pulang sekarang." Ujar Hendra mengusap lembut bahu sang isteri.
Rara tidak bergeming. Ia benar-benar kelelahan dan ngantuk.
"Sayang, ayo bangun. Kalau keburu Lastri yang bangun, bisa gawat."
Sontak mata Rara terbuka mendengar nama Lastri di sebut-sebut.
"Mas, bisa tidak sih tidak usah sebut nama perempuan pun kalau kita lagi berdua?!"
"Bukan begitu sayang, Mas cuma mau mengingatkan kamu sebelum dia bangun."
"Aaah sudah lah! Aku tahu!"
Rara beranjak dari tempat tidur meski sebenarnya ia mengantuk dan lelah. Semua itu terpaksa ia lakukan agar hubungan mereka tidak ketahuan.
Dan hal itu terus terjadi berulang-ulang selama beberapa hari, sehingga membuat mereka kelelahan sendiri. Dan pada akhirnya, Rara memutuskan untuk tidak tinggal di rumah Ibu mertuanya.
Rara menyeret kopernya keluar dari kamar Nilam.
"Mau kemana Ra?" Tanya Bu Ida.
Tatik yang sedang menonton Tv dengan kedua anaknya, beranjak dan mendekati Ibunya.
"Aku sudah dapat kos-kosan jadi akan tinggal disana. Lagian aku juga sudah dapat pekerjaan jadi tidak enak selamanya tinggal di rumah ini." Jawab Rara yang seakan sudah benar-benar tidak betah tinggal di sana.
"Loh, bukannya Hendra juga sudah bilang kamu di sini saja?" Kata Tatik.
Mereka memainkan peran masing-masing agar Lastri tidak mengetahui yang sebenarnya siapa Rara. Padahal tanpa mereka ketahui, Lastri sudah tahu kebohongan mereka semua.
"Mas Hendra pasti setuju. Lagian dari sini tempat kerja ku jauh. Sudah ya, aku pergi dulu."
Tanpa basa basi Rara kembali menyeret kopernya dan naik mobil taxi online yang sudah menunggunya sejak tadi.
"Bu cepat telpon Hendra, kalau dia sudah tidak disini, Hendra pasti tidak peduli lagi sama kita." Ujar Tatik menyuruh Ibunya.
"Biar saja."
"Tidak bisa Bu. Hendra semakin pelit sejak menikah dengan wanita itu. Lihat saja, mana pernah lagi kita jalan-jalan dan makan di luar bersama. Tapi kalau ada wanita itu disini, uang belanja Ibu jadi bertambah kan?"
"Benar juga. Sebentar, Ibu telpon dulu."
"Di kamar saja Bu, nanti kedengaran sama Lastri." Ujar Tatik dengan intonasi pelan.
Bu Ida menurut. Ia pun bergegas ke kamar dan menelpon anaknya.
"Ya Bu?"
"Hendra, isterimu apa pulang ke rumah kalian?"
"Iya Bu. Aku sudah menahannya untuk tetap disana. Tapi Rara bersikeras ingin pulang."
"Ck! Kamu itu, masa kalah sama isteri mu. Tidak seperti dengan Lastri dulu.".
"Jangan samakan mereka Bu. Lastri dan Rara itu berbeda. Lastri itu bodoh, sedangkan Rara itu pintar, makanya aku sekantor dengan dia."
"Pintar tapi merugikan."
"Maksudnya Bu?"
"Kamu itu sudah jarang ngajak Ibu jalan-jalan dan makan di luar. Kamu jangan lupa Hendra, Ibu yang menyekolahkan kamu tinggi-tinggi."
Hendra mendesah, ia sadar sudah jarang mengajak keluarganya jalan-jalan.
"Ya sudah lain waktu kita jalan-jalan."
Akhirnya Hendra mengalah. Dan berjanji akan membawa keluarganya jalan-jalan.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊