Kayshan shock mendengar diagnosa dokter atas Gauri, otaknya berpikir cepat untuk melakukan serangkaian prosedur medis demi kesembuhan sang anak.
Masalah timbul ketika Kay harus mencari ibu kandung putrinya. Geisha pasti akan menolak sebab teringat masa lalu pernikahan mereka. Gauri adalah pembawa petaka baginya saat itu.
Semua kian runyam manakala Gauri menolak tindakan medis dan menutup diri, Kayshan terpaksa mendatangkan seseorang untuk membujuk Gauri agar bersedia berobat sembari terus meyakinkan Geisha.
Siapa sosok lembut yang akan hadir? Mampukah dia membuat Gauri luluh? Apakah segala upaya Kayshan berhasil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Qiev, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27. RENGEKAN GAURI
Menjelang tengah malam, Efendi beberapa kali memergoki Elea turun dari ranjang tanpa bantuan Nana guna ke kamar mandi.
Hati lelaki paruh baya yang tidur di sofa kian cemas akan hasil diagnosa dokter esok pagi. Lisannya merapal doa lirih semoga Elea tidak mengidap penyakit seperti mendiang Maesarah.
Pemilik As-Shofa tidak benar-benar tidur kala Elea memilih salat di atas brangkar. Beberapa kali menengadah, seperti menyebut sebuah nama tapi tidak tertangkap indera tuanya, Efendi penasaran apa yang diminta si anak bungsu pada ilahi.
"El?" sebut Efendi tak tahan berpura-pura. Dia bangkit mendekati ranjang.
"Beik, Buya. Aku gak bisa tidur, rasanya panas dan nyeri di sekitar panggul," keluh Elea pada ayahnya.
Deg. 'Jangan ya Robb, jangan. Aku saja, aku saja,' batin Efendi mendengar keluhan sang putri.
"Jangan stres. Buya temani tidur sejenak sebelum subuh. Miring kanan, Salihah." Efendi duduk di sisi ranjang sambil mengusap pelan pinggang dan punggung Elea yang tertutup mukena serta selimut.
Tak lama, deru nafas halus terlihat. Gadis bungsu Efendi Ghazali terlelap. Pria sepuh itu mengulas senyum.
"Emang kudunya di urus sendiri oleh tangan buya ya, El. Namun, bagaimana caranya agar kamu tinggal denganku, Nak. Ada dia di sana dan aku tidak mungkin meminta Eiwa pergi dalam keadaan hamil," gumam Efendi, kembali dilanda bingung.
Efendi membangunkan Elea jelang waktu subuh berakhir. Rasanya tak tega tapi kewajiban tetaplah perkara utama.
Elea marah pada sang ayah. Dia hampir melewatkan rutinitas fajar. Tapi kemarahan itu perlahan sirna saat dia melihat barisan semut di jendela.
"Nana, Nana, tolong letakkan remahan roti di jendela." Elea memanggil khidmah yang tengah mengaji.
'Jika menurutMu rasa sakit ini akan menambah ketaqwaan padaMu, maka teguhkan hati agar aku sabar menerimanya. Namun, jika sehatku justru membuatku bisa menjadi lebih bermanfaat untuk banyak orang, maka berikan kesembuhan paripurna ya Allah. Aamiin.'
Elea menunduk setelah merapal doa. Sedekah tidak seberapa tapi permintaannya begitu besar, antara malu dan butuh tapi Allah Maha Kuasa atas segala.
Setelah sarapan, Efendi dipanggil ke ruangan dokter Nesya. Sepanjang lorong, hati pria paruh baya itu diliputi gundah.
"Silakan masuk, Tuan Ghazali," kata suster, menyambut kedatangannya di depan poli internis.
"Selamat pagi, Tuan," sapa Nesya, menangkupkan tangan di depan dada.
"Pagi ... jadi bagaimana kondisi putri saya, Dokter?" tanya Efendi saat telah duduk di depan meja petugas medis.
Nesya menunjukkan secarik kertas di atas meja. Itu adalah hasil lab urinalisis dan kultur urine Elea kemarin. Dia menjelaskan bahwa penyakit pasien terjadi akibat bakteri yang menginfeksi salah satu bagian dari sistem kemih. Lazimnya E.C-oli, Staphylococcus saprophyticus atau jenis lainnya.
Penyakit ini dapat terjadi saat bakteri masuk ke saluran kemih melalui uretra dan berkembang di kandung kemih. Meskipun sistem kemih berfungsi mencegah bakteri masuk dari uretra, terkadang bisa saja tetap terjadi hal demikian.
"Jadi?" tanya sang yai.
"Nona Elea terinfeksi saluran kemih. Saya sudah memberi obat dan antibiotik yang harus diminum mulai pagi ini hingga empat hari ke depan, Tuan," ucap Nesya memperjelas diagnosa.
Efendi mengangguk. "Apa penyebabnya, Dok?"
"Karena beliau belum menikah, kemungkinan adalah imun tubuh yang menurun. Dehidrasi, stres, kurang memperhatikan kebersihan area organ intim atau bisa juga terkena bakteri saat menggunakan toilet umum minim hygiene," jelas Nesya.
Efendi mengangguk. Penjelasan dokter yang mengharuskan Elea menjaga kebersihan, mengatur pola makan dan gaya hidup sehat, menjadi fokus utamanya.
"Semoga lekas sehat. Bakteri hilang sehingga tidak sampai menyebar ke ginjal," pungkas Nesya.
Pemilik As-Shofa mengamini lalu bangkit, dia akan mengingat pesan Nesya. Bahkan berancang-ancang untuk memindahkan jadwal kuliah El agar dapat dilakukan secara daring.
Langkah Efendi terlihat gontai setelah dari ruangan dokter. Pikirannya digelayuti tentang nadzor Abrisam. Bahkan kemarin Emran menerima permintaan Habrizi untuk diberi kesempatan bertemu dengannya.
"Ya Allah. Jika kondisi Elea demikian, aku takkan menyerahkan putriku pada siapapun, sampai dia betul-betul pulih dan keluar dari jerat penyakit kronis," gumam Efendi.
Sementara di As-Shofa.
Emran menyalurkan sedekah amanah Kayshan ke beberapa pondok di sekitarnya yang lebih layak menerima bantuan. Dia sekilas membaca dua nama di bagian depan amplop.
"Keluarga Ghazwan, ya. Al Fatihah," lirih Emran saat menyerahkan bantuan ke perwakilan pemilik pondok yang dia tunjuk.
Setelah kepergian mereka, Emran bertolak kembali ke Jakarta. Tak lupa, dirinya mengirimkan foto pada Kayshan bahwa amanah beliau telah disampaikan.
...***...
Jakarta, Hermana hospital.
Kayshan menerima kunjungan Dewiq, si pemilik Hermana grup sekaligus istri Ahmad Hariri. Dia datang setelah visit pagi ke kamar para pasien dalam naungannya.
"Halo cantik. Apa kabar, Gauri?" tanya Dewiq tersenyum manis seraya mendekat ke sisi ranjang.
Gadis kecil itu hanya melirik sekilas, tanpa suara. Dia asik menggambar dengan suster pengganti Elea.
"Gakkan mau bicara selain dengan Elea, Bu Dok," ucap Kay.
"Oh, Elea? namanya cantik sekali persis anaknya yang ini, nih."
Gauri tersenyum dirinya dibilang cantik seperti Elea oleh Dewiq. Sorot mata balita cerdas itu berbinar.
"Ciyyeeeee, onty titip coklat buat mama El, boleh?" pancing Dewiq lagi, sangat ingin mendengar suara Gauri.
Dewiq mengira Elea adalah tunangan Kayshan sebab pria itu dulu pernah mengaku tengah menjalin asmara dengan seorang gadis. Ahmad tak bicara apapun mengenai urusan Kay tempo hari yang menyambangi Tazkiya.
Ucapan Dewiq kian menjadikan Elea special di hati Gauri. Anak cerdas ini berpikir bahwa wanita di hadapan adalah pendukungnya. Gauri perlahan membuka suara.
"Oyi mau ketemu Lele, Daddy!" rengek Gauri tiba-tiba.
"Oyi, Lele?" sambar Dewiq, merasa lucu dengan sebutan si bocah.
"Bunda." Gauri membola pada Dewiq, dia tak suka sebutan kesayangan masing-masing diri, di protes.
"Iya, iya. Salam kenal buat Bunda Elea, ya. Onty pamit dan ini coklat untuk kalian," kata Dewiq, menyodorkan box coklat lalu bangkit dari ranjang seraya tersenyum.
Gauri menerima uluran coklat itu. "Syukron."
Dewiq terkejut dengan jawaban Gauri, dia tertawa kecil sambil melihat ke arah Kayshan. Penasaran dengan sosok Elea yang disebutkan oleh pria tampan idola Farhana. Dewiq hanya ingin memastikan bahwa Kay telah di luar jangkauan putrinya, dan jawaban tadi membuat dia harus waspada dengan harapan, juga perasaan Farhana.
"Syukron, Bu Dok sudah mampir. Doakan urusanku pekan depan lancar dengan keluarga Elea. Kemarin aku ke rumah ngobrol tentang ini dengan ustadz Ahmad," jujur Kay pada Dewiq.
"Hampir sold out, ya," kekeh Dewiq.
Wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu tersenyum ramah dan mendoakan sahabat suaminya sebelum pamit.
Setelah kepergian Dewiq, Kay akan kembali masuk. Tiba-tiba suara seseorang menahannya.
"Pak Kay kenal dokter Dewiq?" tanya Reezi datang dari arah belakang Kay.
Kayshan menoleh. "Eh, Dok. Beliau klien kami," jawabnya singkat, seraya membuka pintu lebar menyilakan Reezi masuk lebih dulu.
Habrizi tersenyum sebelum masuk ke kamar perawatan Gauri. 'Cuma klien, toh. Ku kira kenal dekat dengan Tazkiya,' batin Reezi.
Habrizi mengatakan Gauri boleh pulang sebab kondisinya telah stabil. Dua pekan mendatang dia harus kembali kontrol ke rumah sakit. Kayshan pun mengangguk setuju. Sorak tepuk tangan Gauri menyertai kepergian Reezi dari kamar sang pasien.
"Call opa, Daddy. Call opa!" pinta Gauri menarik lengan kemeja Kay.
"Opa?" tanyanya heran. Sejak kapan Gauri punya sebutan baru, dia lupa.
"Iiihh Daddy! ayah Lele!" rajuknya, menepuk keras kotak coklat yang masih di sisi ranjang.
Kayshan terkekeh. "Jangan opa. Buya atau Njid saja," bisiknya. (Njid : kakek)
Gauri mengangguk cepat meski tak paham artinya. "Ayo, ayo!" ulangnya lagi sambil menatap Kay dengan sorot mata memohon.
"Nanti di rumah, ya," goda Kayshan.
"Huwwaaaaaaaaaaa!" Gauri menangis sangat kencang sampai wajahnya memerah.
"Ssstt, sssttt. Sayang, sabar."
Kayshan berusaha menenangkan Gauri tapi nihil. Dia menyerah, lalu mengeluarkan gawai dari saku celananya. "Diem dulu, oke?"
Gauri seketika diam, dia menghapus sisa jejak tangis dan tersenyum manis.
"Dasar, anak Lele!" sungut Kay seraya memberikan ponsel dan membiarkan Gauri yang menekan tombol di sana.
Tuut. Tuut. Panggilan video.
"Assalamualaikum." Suara Efendi di ujung sana.
"Wa 'alaikumsalam. Njiiiiidd! ini Oyi," sapa Gauri girang bukan kepalang sementara Kayshan hanya tersenyum.
'Senjataku, ternyata kamu ya, Oyi sayang.'
.
.
..._________________________...
aku sampai speechles lanjutin bacanya mommy, baru komen lagi di sini , gk kuat bangett😭😭😭😭😭😭
ehhh bener juga sihhh