NovelToon NovelToon
Loka Pralaya: The Begining

Loka Pralaya: The Begining

Status: tamat
Genre:Tamat / Matabatin / Dunia Lain / Perperangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Margiyono

Prita dihantui mimpi-mimpi samar tentang sosok misterius dan sosok asing bernama Tana' Bulan. Di tengah kesehariannya yang tenang di Loka Pralaya bersama sahabat-sahabatnya, Wulan dan Reida, serta bimbingan bijak dari Nyi Lirah, mimpi-mimpi itu terasa lebih dari sekadar bunga tidur.

Sebuah buku kuno berkulit, Bajareng Naso, menjadi kunci misteri ini. Ditulis oleh Antaboga, legenda di dalamnya menyimpan jejak masa lalu Prita yang hilang—ingatan yang terkubur akibat pengembaraannya melintasi berbagai dunia. Nyi Lirah yakin, memahami legenda Bajareng Naso adalah satu-satunya cara untuk memulihkan kepingan-kepingan memori Prita yang berserakan.

Namun, pencarian kebenaran ini tidaklah mudah.

Akankah Prita berhasil memecahkan misteri mimpinya dan memulihkan ingatannya yang hilang? Siapakah tamu tak diundang itu, dan apa hubungannya dengan rahasia yang dijaga oleh Luh Gandaru?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Margiyono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Batu Ketiga

Setelah melihat hasil latihanku dengan kedua batu itu, aku merasa lebih percaya diri. Aku yakin kedua batu Zato yang baru saja kupegang itu sudah bisa kukendalikan. Wulan sepertinya menyadari perubahan sikapku. Ia kembali tersenyum dan hendak mengambil batu lain dari dalam bungkusan kain itu.

“Bagaimana perasaanmu, Prita?” tanya Wulan.

“Hmm, aku merasa lebih baik, Wulan,” jawabku,

“kedua batu yang tadi kupegang benar-benar memberiku pengalaman yang luar biasa,” jawabku dengan nada yang mulai optimis.

“Iya,” kata Wulan, “dan aku rasa kita bisa melanjutkan latihan ini ya?”

“Baik, aku siap kok,” jawabku mantap.

Sesaat kemudian, Wulan mengambil sebuah batu lagi dari dalam bungkusan kain itu. Kali ini, ukurannya lebih besar dari kedua batu sebelumnya. Batu ini berwarna biru tua, bahkan sangat gelap, dan ukurannya sebesar bola pingpong. Wulan tampak sedikit ragu untuk memberikannya padaku.

Sejenak, ia menatapku dengan tatapan penuh tanya, seolah ingin memastikan apakah aku yakin untuk melanjutkan sesi latihan ini.

“Prita,” kata Wulan, “batu yang kupegang ini memiliki energi yang lebih besar daripada kedua batu yang sudah kamu pegang tadi,” Wulan memulai ucapannya,

“aku sedikit khawatir tentang batu ini,” lanjut Wulan, seolah meminta pendapatku.

Aku menjadi agak ragu untuk menerima batu itu setelah mendengar ucapan Wulan. Aku menarik kembali tanganku. “Wulan, ada apa dengan batu ini?” tanyaku.

“Prita,” kata Wulan, “setiap batu Zato itu tercipta sesuai dengan peristiwa yang terjadi di sekitarnya,” Wulan berhenti sejenak, “semakin besar sebuah peristiwa, maka akan menciptakan batu Zato dengan ukuran yang semakin besar,” jawab Wulan.

Aku hanya terdiam mendengar penjelasan Wulan itu. Aku tampak mulai bersikap hati-hati dan memandang tajam ke arah batu Zato yang berukuran agak besar itu.

“Dan batu yang kupegang ini,” kata Wulan sambil mengangkat batu itu, “ukurannya lebih besar dari kedua batu tadi,” Wulan berhenti sejenak, “dan warnanya juga memiliki makna sendiri,” kata Wulan.

Mataku tak berkedip menatap batu itu. Ada perasaan aneh menjalar di sekujur tubuhku. Warnanya yang biru tua itu seperti sebuah kengerian yang membuatku merinding. Aku masih tertegun diam di tempatku berdiri, tak berani mendekat ke arah batu yang dipegang Wulan.

“Bagaimana pendapatmu, Prita?” tanya Wulan, “apa kamu merasa siap untuk melanjutkannya dengan batu ini?”

“Hmmm…” Aku tampak berpikir keras untuk menjawab pertanyaan Wulan. “Aku… aku kurang yakin, Wulan,” jawabku.

“Tapi, kan ada kamu di sini?” tanyaku kemudian.

Mendengar jawabanku, Wulan sedikit menghela napas. Ia tahu tujuannya membawaku adalah untuk melatihku, namun ada sedikit kekhawatiran yang merasukinya. Ia takut tidak sanggup menghadapi sesuatu di luar kemampuannya. Namun setelah beberapa saat berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan latihan ini.

“Prita,” kata Wulan.

“Iya, Wulan, bagaimana?” tanyaku.

“Aku pikir ada baiknya kita lanjutkan latihan ini, tapi…” Wulan seperti membuat jeda dengan ucapannya, ia kembali meyakinkan dirinya sendiri.

“Tapi… apa, Wulan?” tanyaku ingin tahu.

“Nanti, jika kamu merasakan sesuatu yang tak sanggup kamu atasi…” jawab Wulan, “…tolong kamu hentikan saja ya, jangan kamu paksa untuk meneruskannya,” kata Wulan.

Aku terdiam sejenak, mencerna setiap kalimat yang diucapkan Wulan. “Bagaimana caranya?” tanyaku. “Bagaimana caranya aku menghentikannya, Wulan?” ulangku.

“Batu Zato yang berukuran besar memiliki energi yang besar juga, Prita,” kata Wulan, “kemungkinan besar batu ini nanti akan banyak menguras energimu,” jawab Wulan. Aku mendengarkan dengan sungguh-sungguh arahannya.

“Dan pada saat kamu merasakan tarikan energinya mulai membesar,” kata Wulan sambil menatap mataku dalam-dalam, “kamu harus berusaha keras untuk menguasai kesadaranmu, jangan sampai kamu terbawa oleh emosi yang diciptakan oleh batu ini,” jawab Wulan.

“Emosi?” tanyaku.

“Iya,” lanjut Wulan, “batu Zato yang berukuran besar biasanya akan menciptakan ilusi yang dirasakan seperti emosi,” kata Wulan, “namun sebenarnya itu hanyalah ilusi yang dibuatnya.

Kamu jangan terpedaya oleh ilusi itu, dan lawanlah sekuat tenagamu,” Wulan melanjutkan ucapannya, “emosi yang kumaksud adalah ilusi, seakan-akan dirimu adalah bagian dari peristiwa yang ada di dalamnya, padahal tidak,” lanjut Wulan.

“Apa kata-kataku ini sudah bisa kamu pahami, Prita?” tanya Wulan.

“Hmm… aku sedikit mengerti,” kataku ragu, “tapi aku belum bisa membayangkannya,” jawabku.

“Tapi… baiklah, akan kucoba sebisa mungkin,” jawabku akhirnya.

“Kamu yakin?” tanya Wulan untuk memastikan keputusanku.

“Iya, aku yakin,” jawabku mantap.

“Baiklah, mari kita coba,” kata Wulan.

Kemudian dengan hati-hati Wulan menyerahkan batu itu padaku. Kutatap mata gadis itu dengan sungguh-sungguh, dan aku menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa aku siap.

Setelah batu itu berada di tanganku, Wulan melangkah mundur sedikit, memberi ruang yang cukup bagiku. Kemudian aku kembali berkonsentrasi, mengatur napasku agar teratur dan tenang. Batu itu mulai bereaksi, bergetar, dan warna biru tua di dalamnya mulai memancarkan cahaya terang.

Aku seperti menikmati momen itu. Aku terus berkonsentrasi sambil memejamkan mata.

Perlahan-lahan, muncullah hologram dari batu itu, memperlihatkan sebuah peristiwa di dalamnya. Sebuah pelataran Gubuk Manah. Jika dilihat dari seberkas sinar matahari yang tampak dari hologram itu, sepertinya itu adalah waktu pagi menjelang siang.

Di sana, ada sebuah acara yang dihadiri banyak orang. Nyi Lirah tampak berdiri anggun di depan kerumunan orang yang berkumpul, dan ada tiga orang lelaki berbadan tegap tengah berdiri di hadapan Nyi Lirah.

Gambar yang dihasilkan batu itu semakin nyata. Aku masih memejamkan mata, sedangkan Wulan, yang berdiri agak jauh dariku, tampak mengambil posisi siaga. Ia menyiapkan kuda-kudanya, seolah bersiap menghadapi sesuatu yang mungkin akan terjadi sebentar lagi.

Semakin lama, aku tampak semakin tenggelam dalam konsentrasiku. Aku mulai merasa tidak dapat menguasai kesadaranku. Batu itu berguncang hebat. Dengan tenaga yang mulai melemah, aku berusaha menggenggamnya sekuat kemampuanku.

Semakin lama aku makin tenggelam dan akhirnya kehilangan kesadaranku. Tubuhku limbung dan hampir jatuh, sedangkan batu itu semakin kencang bergetar hebat.

Gambaran hologram yang diciptakan batu itu semakin tidak teratur, seperti diterpa angin kencang. Gambaran hologram itu bergerak tak beraturan, sedangkan getarannya semakin membuat genggamanku sedikit terbuka. Batu itu terlepas dari tanganku, dan di saat yang bersamaan, tubuhku pun limbung ke tanah.

Melihat kondisiku, dengan sigap Wulan menangkap tubuhku. Ia segera memelukku erat agar tidak terjatuh ke tanah, sementara batu itu sudah terjatuh dan bayangan yang diciptakannya pudar, hilang.

“Prita! Prita!” panggil Wulan sambil menggoyang-goyangkan tubuhku, namun aku masih terlelap tak sadarkan diri.

Wulan merebahkan tubuhku di atas tanah. Ia meninggalkanku sebentar untuk mengambil batu Zato yang terjatuh tidak jauh dariku. Setelah ia memasukkan batu itu kembali ke dalam bungkusnya, ia mendekatiku yang masih tergeletak pingsan.

Wulan berkonsentrasi.

Ia mencoba menyalurkan energi hangat ke dalam tubuhku. Sesaat kemudian, aku tampak bergerak dan perlahan membuka kedua mataku. “Ahh… apa yang baru saja terjadi?…” tanyaku dengan suara lirih, “kepalaku terasa pusing,” lanjutku.

Melihatku sudah sadar, Wulan menghela napas lega. Kemudian ia membantuku duduk di atas tanah itu. “Syukurlah, kamu sudah sadar, Prita,” kata Wulan dengan senyum manisnya.

“Iya… terima kasih, Wulan,” jawabku. Kemudian Wulan membantuku berdiri kembali. Aku tampak masih agak lemah, tanganku memegangi kepalaku yang masih terasa pusing.

“Ayo, kita masuk ke rumahku dulu,” kata Wulan. Aku hanya mengangguk mengikuti ajakannya. Kami berdua lalu berjalan beriringan menuju rumah Wulan, dan Wulan masih memapahku berjalan ke dalam rumahnya.

Wulan tidak mengatakan apa-apa sepanjang perjalanan masuk ke rumah itu. Ia belum ingin memaksaku bercerita mengenai apa yang kualami saat mencoba membaca memori batu Zato yang ketiga.

Mungkin nanti, kalau dilihatnya aku sudah benar-benar siap, ia akan bertanya tentang itu.

1
Abu Yub
lanjut thor semangat/Pray/
Abu Yub
lanjut thor
Abu Yub
lanjut
Selvy
Semangat
Abu Yub
Aku mampir lagi thor/Pray//Ok//Good/
Abu Yub
terimakasih
Abu Yub
carla dan vyn
Abu Yub
nyi
Abu Yub
lanjut/Pray/
Abu Yub
aku mampir thor. jng lupa mampir juga novel aku
Margiyono: ok otw ...
total 1 replies
Abu Yub
berempat
Abu Yub
Aneh
Abu Yub
tiba tiba
Hye Kyoe
Halo aku mampir nih....🤩
Margiyono: thaks..kak..
/Drool//Pray/
total 1 replies
liynne~
semangat, and done ya/Chuckle/
Dewi Ular🐍💆🏻‍♀️
Prita? Nama yang indah/Drool/
Margiyono: he.he.. trmksh kak.. padahal aslinya itu polypropilen.. loka pralaya itu asli ada di dunia nyata.. cuma seting karakter dan tokohnya saja.. alurnya sama dg yg di dunia nyata
total 1 replies
Andressa Maximillian
plis
Andressa Maximillian
menurutku ceritanya bagus, dunia yang dibangun penuh misteri dan kejutan
Margiyono: terimakasih
total 1 replies
Andressa Maximillian
wah.. seru nih. ditunggu kelanjutannya
Margiyono
siap, terimaksih...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!