NovelToon NovelToon
Loka Pralaya: The Begining

Loka Pralaya: The Begining

Status: sedang berlangsung
Genre:Matabatin / Dunia Lain / Perperangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Margiyono

Prita dihantui mimpi-mimpi samar tentang sosok misterius dan sosok asing bernama Tana' Bulan. Di tengah kesehariannya yang tenang di Loka Pralaya bersama sahabat-sahabatnya, Wulan dan Reida, serta bimbingan bijak dari Nyi Lirah, mimpi-mimpi itu terasa lebih dari sekadar bunga tidur.

Sebuah buku kuno berkulit, Bajareng Naso, menjadi kunci misteri ini. Ditulis oleh Antaboga, legenda di dalamnya menyimpan jejak masa lalu Prita yang hilang—ingatan yang terkubur akibat pengembaraannya melintasi berbagai dunia. Nyi Lirah yakin, memahami legenda Bajareng Naso adalah satu-satunya cara untuk memulihkan kepingan-kepingan memori Prita yang berserakan.

Namun, pencarian kebenaran ini tidaklah mudah.

Akankah Prita berhasil memecahkan misteri mimpinya dan memulihkan ingatannya yang hilang? Siapakah tamu tak diundang itu, dan apa hubungannya dengan rahasia yang dijaga oleh Luh Gandaru?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Margiyono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Batu Ketiga

Setelah melihat hasil dari latihan menggunakan energinya terhadap kedua batu itu, Prita nampak menunjukkan sikap lebih percaya diri, dirinya merasa bahwa kedua batu Zato yang baru saja dipegangnya itu sudah dapat dikuasainya. Wulan menangkap perubahan sikap Prita itu, dia kembali tersenyum dan akan melanjutkan mengambil batu yang masih berada di dalam bungkusan kain itu.

“Bagaimana perasaanmu, Prita?” tanya Wulan.

“Hmm, aku merasa lebih baik, Wulan.” Jawab Prita, “kedua batu yang tadi aku pegang itu benar-benar memberiku pengalaman yang luar biasa,” jawab Prita dengan nada yang mulai optimis.

“Iya,” kata Wulan, “dan aku rasa kita bisa melanjutkan latihan ini ya?” kata Wulan.

“Baik, aku siap kok.” Jawab Prita mantap.

Sesaat kemudian Wulan mengambil sebuah batu lagi dari dalam bungkusan kain itu, kali ini ukuran batunya lebih besar dari kedua batu sebelumnya, batu ini berwarna biru tua, bahkan sangat gelap dan ukurannya sebesar bola pingpong. Wulan nampak sedikit ragu untuk memberikan batu itu kepada Prita, sejenak ia menatap Prita dengan tatapan penuh tanya, apakah Prita yakin untuk melanjutkan sesi latihan itu.

“Prita,” kata Wulan, “batu yang kupegang ini, memiliki energi yang lebih besar daripada kedua batu yang sudah kamu pegang tadi.” Kata Wulan mengawali ucapannya, “aku sedikit khawatir tentang batu ini.” Lanjut Wulan seperti meminta pendapat Prita.

Prita manjadi agak ragu untuk menerima batu itu setelah mendengar ucapan Wulan, ia menarik kembali tangannya.

“Wulan, ada apa dengan batu ini?” tanya Prita.

“Prita, “ kata Wulan, “setiap batu Zato itu tercipta sesuai dengan peristiwa yang terjadi di sekitarnya,” Wulan terhenti sejenak, “ semakin besar sebuah peristiwa, mak akan menciptkan sebuah batu Zato dengan ukuran yang semakin besar.” Jawab Wulan.

Prita hanya terdiam mendengar penjelasan Wulan itu. Ia nampak mulai bersikap hati-hati dan memandang dengan tajam ke arah baru Zato yang berukuran agak besar itu.

“Dan batu yang aku pegang ini,” kata Wulan sambil mengangkat batu itu, “Ukurannya lebih besar dari kedua batu tadi,” wulan berhenti sejenak,” dan warnanya juga memiliki makna sendiri.” Kata Wulan.

Mata Prita tak berkedip menatap batu itu, ada perasaan yang muncul menjalar di sekujur tubuhnya, warnanya yang biru tua itu, seperti sebuah kengerian yang membuatnya merinding. Ia masih tertegun terdiam di tempatnya berdiri, tak berani mendekat ke arah batu yang dipegang oleh Wulan.

“Bagaimana pendapatmu, Prita?” tanya Wulan, “apa kamu merasa siap untuk melanjutkannya dengan batu ini?” kata Wulan.

“Hmmm,...” Prita nampak berpikir keras untuk menjawab pertanyaan Wulan.

“Aku,.. aku kurang yakin, Wulan.” Jawab Prita.

“Tapi, kan ada kamu di sini?” tanya Prita kemudian.

Mendengar jawaban dari Prita itu Wulan sedikit menghela nafasnya, ia tahu bahwa tujuannya membawa Prita adalah untuk melatihnya, namun ada sedikit kekhawatiran yang merasukinya, ia takut dirinya tidak sanggup menghadapi sesuatu di luar kemampuannya. Namun setelah beberapa saat ia berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan latihan itu.

“Prita, “ kata Wulan.

“Iya, Wulan, bagaimana?” tanya Prita

“Aku pikir ada baiknya kita lanjutkan latihan ini, tapi...” Wulan seperti membuat jeda dengan ucapannya, ia kembali meyakinkan dirinya sendiri.

“Tapi,... apa Wulan?” tanya Prita ingin tahu.

“Nanti, jika kamu merasakan sesuatu yang tak sanggup kamu atasi, ...” jawab Wulan, “tolong kamu hentikan saja ya, jangan kamu paksa untuk meneruskannya.” Kata Wulan.

Prita terdiam sejenak, mencerna setiap kalimat yang diucapkan oleh Wulan.

“Bagaimana caranya?,.. “ tanya Prita. “bagaimana caranya aku menghentikannya, Wulan?” kata Prita mengulangi pertanyaannya.

“Batu Zato yang berukuran besar memiliki energi yang besar juga, Prita” kata Wuan, “kemungkinan besar batu ini nanti akan banyak menguras energimu.” Jawab Wulan.

Prita mendengarkan dengan sungguh-sungguh arahan dari Wulan.

“Dan pada saat kamu merasakan tarikan energinya mulai membesar, “ kata Wulan sambil menatap mata Prita dalam-dalam. “Kamu harus berusaha keras untuk menguasai kesadaranmu, jangan sampai kamu terbawa oleh emosi yang diciptakan oleh batu ini.” Jawab Wulan.

“Emosi?” tanya Prita.

“Iya, “ lanjut Wulan, “batu Zato yang berukuran besar biasanya akan menciptakan sebuah ilusi yang dirasakan seperti emosi, “ kata Wulan, “namun sebenarnya itu hanyalah ilusi yang dibuatnya. “Kamu jangan terpedaya oleh ilusi itu, dan lawanlah sekuat tenagamu, “ Wulan melanjutkan ucapannya, “emosi yang kumaksud adalah sebuah ilusi, seakan-akan dirimu adalah bagian dari peristiwa yang ada di dalamnya, padahal tidak.” Lanjut Wulan.

“Apa kata-kataku ini sudah bisa kamu pahami, Prita?” tanya Wulan.

“Hmm,... aku sedikit mengerti, “ kata Prita ragu, “tapi aku belum bisa membayangkannya.” Jawabnya.

“Tapi, .. baiklah, akan kucoba sebisa mungkin.” Jawab Prita akhirnya.

“Kamu yakin?” tanya Wulan untuk memastikan bahwa Prita benar-benar bulat membuat keputusan itu.

“Iya, aku yakin.” Jawab Prita mantap.

“Baiklah, mari kita coba.” Kata Wulan.

Kemudian dengan hati-hati Wulan menyerahkan batu itu kepada Prita, ditatapnya mata gadis itu dengan sungguh-sungguh, Prita menganggukkan kepalanya sebagai tanda bahwa dirinya sudah siap.

Setelah batu itu sudah dipegang oleh Prita, Wulan melangkah mudur sejengkal, memberi ruang yang cukup bagi Prita. Kemudian Prita kembali berkonsentrasi, ia mengatur desahan nafasnya agar teratur dan tenang, batu itu mulai bereraksi, ia bergetar dan warna kuning kemerahan yang ada padanya mulai memancarkan cahaya terang.

Prita seperti menikmati momen itu, ia terus berkonsentrasi sambil memejamkan matanya, perlahan-lahan muncullah hologram dari batu itu, memperlihatkan sebuah peristiwa yang ada di dalamnya. Sebuah pelataran Gubuk Manah, jika dilihat dari seberkas sinar matahari yang nampak dari hologram itu, nampaknya itu adalah waktu pagi menjelang siang. Di sana, ada sebuah acara yang dihadiri banyak orang, Nyi Lirah nampak berdiri anggun di depan kerumunan orang yang berkumpul di sana, dan ada tiga orang lelaki berbadan tegap, tengah berdiri di hadapan Nyi Lirah.

Gambar yang dihasilkan oleh batu itu semakin nyata, Prita nampak masih memejamkan matanya, sedangkan Wulan yang berdiri agak menjauh dari Prita, nampaknya sedang mengambil posisi siaga, ia menyiapkan kuda-kudanya, nampaknya ia bersiap terhadap sesuatu yang sebentar lagi mungkin terjadi.

Semakin lama, Prita nampak semakin tenggelam dalam konsentrasinya, ia nampak mulai tidak dapat menguasai kesadarannya, batu itu berguncang hebat, dengan tenaga yang mulai melemah Prita berusaha menggenggamnya sekuat kemampuannya. Semakin lama Prita makin tenggelam dan akhirnya ia kehilangan kesadarannya, tubuhnya limbung dan hampir jatuh, sedangkan batu itu semakin kencang bergetar hebat.

Gambaran hologram yang diciptakan batu itu semakin tidak teratur, seperti diterpa angin kencang, gambaran hologram itu bergerak tak beraturan, sedangkan getarannya semakin membuat genggaman Prita sedikit terbuka, batu itu terlepas dari tangannya, dan di saat yang bersamaan, tubuh Prita pun limbung ke tanah.

Melihat kondisi itu, dengan sigap Wulan menangkap tubuh Prita. Ia segera memeluknya erat agar tidak terjatuh ke tanah, sementara batu itupun sudah terjatuh dan bayangan yang diciptakannya pudar, hilang.

“Prita!, Prita!” panggil Wulan sambil menggoyang-goyangkan tubuh Prita, namun gadis itu masih terlelap tak sadarkan diri.

Wulan merebahkan tubuh Prita di atas tanah, ia meninggalkannya sebentar untuk mengambil batu Zato yang terjatuh tidak jauh dari tempat Prita. Setelah ia memasukkan batu itu kembali ke dalam bungkusnya, ia mendekati Prita yang masih tergeletak pingsan.

Wulan berkonsentrasi, ia mencoba menyalurkan energi hangat ke dalam tubuh Prita, sesaat kemudian nampak Prita bergerak dan perlahan membuka kedua matanya.

“Ahh,... apa yang baru saja terjadi?...” tanya Prita dengan suara yang lirih, “kepalaku terasa pusing.” Lanjutnya.

Melihat Prita sudah tersadar, Wulan menghela nafas lega, kemudian ia membantu Wulan untuk duduk di atas tanah itu.

“Syukurlah, kamu sudah sadar Prita,” kata Wulan dengan senyumannya yang manis itu.

“Iya,... terimakasih Wulan.” Jawab Prita. Kemudian Wulan membantu Prita untuk kembali berdiri, ia nampak masih agak lemah, tangannya memegangi kepalanya yang masih terasa pusing.

“Ayo, kita masuk ke rumahku dulu.” Kata Wulan. Prita hanya mengangguk menuruti ajakan Wulan. Mereka berdua lalu berjalan beriringan menuju ke rumah Wulan, dan Wulan masih memapah Prita berjalan menuju ke dalam rumahnya.

Wulan tidak mengatakan apa-apa sepanjang perjalanannya masuk ke rumah itu, ia belum ingin memaksa Prita bercerita mengenai apa yang dialaminya saat mencoba membaca memori batu Zato yang ketiga, mungkin nanti kalau dilihatnya Prita sudah benar-benar siap, ia akan bertanya perihal itu.

1
liynne~
semangat, and done ya/Chuckle/
Dewi Ular🐍💆🏻‍♀️
Prita? Nama yang indah/Drool/
Margiyono: he.he.. trmksh kak.. padahal aslinya itu polypropilen.. loka pralaya itu asli ada di dunia nyata.. cuma seting karakter dan tokohnya saja.. alurnya sama dg yg di dunia nyata
total 1 replies
Andressa Maximillian
plis
Andressa Maximillian
menurutku ceritanya bagus, dunia yang dibangun penuh misteri dan kejutan
Margiyono: terimakasih
total 1 replies
Andressa Maximillian
wah.. seru nih. ditunggu kelanjutannya
Margiyono
siap, terimaksih...
Margiyono
oke
Andressa Maximillian
lanjut
Andressa Maximillian: semangat
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!