Tak sengaja menolong gadis dari tindakan pelecehan, membuat Benedict merasakan debaran tak biasa.
Diusianya hampir tiga puluh tahun, belum pernah merasakan namanya jatuh cinta yang sesungguhnya membuat logikanya tumpul seketika.
Hasrat ingin memiliki semakin besar setiap harinya, namun jabatannya sebagai CEO di negeri nan jauh, membuatnya dilema, apakah harus mengorbankan karirnya atau mengejar gadis pujaannya.
Manakah yang akan dipilih oleh seorang Benedict Johnson Wright?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh tujuh
Benedict terbangun, sepertinya kandung kemihnya telah penuh, namun betapa kagetnya dia, ketika ada Ayudia yang sedang memeluknya.
Ia tersenyum, ternyata ini nyata, gadisnya sekarang ada disampingnya.
Dengan perlahan ia bangkit, kepalanya sudah terasa ringan dan demamnya sudah turun, ia segera menuntaskan hasratnya, ia juga melepaskan semua kain yang menempel ditubuhnya, bajunya basah, sepertinya selama tidur, ia berkeringat begitu banyak, ia hanya membersihkan diri sekadarnya.
Benedict melilitkan handuk di pinggangnya, ia menuju ke atas untuk memakai pakaiannya.
Benedict melirik gadisnya, sepertinya dia sangat lelah.
Waktu menunjukan pukul sepuluh malam, ia akan melakukan panggilan video dengan sekretarisnya, ia memakai kaos hitam yang dilapisi jas dengan warna senada.
Saat melakukan panggilan video, sekretaris sekaligus asistennya untuk membahas beberapa pekerjaaan , dari seberang sana asistennya menanyakan kapan dirinya kembali, namun Benedict berkata, bahwa urusan disini belum selesai.
Panggilan video berakhir setelah hampir satu jam, tak lupa Benedict memeriksa email yang masuk, ada beberapa proposal proyek yang harus ia pelajari.
Pekerjaannya baru selesai hampir jam dua pagi.
Saat Benedict sedang membereskan meja sofa, Ayudia menuruni tangga, tanpa menyapa, gadis itu langsung menuju kamar mandi.
Ayudia keluar dari kamar mandi ketika Benedict sudah selesai membereskan mejanya, gadis itu menyentuh dahinya.
"Masih pusing nggak mas?"Tanyanya masih berdiri berjarak dari lelaki itu.
"Nggak, udah enteng, terima kasih udah Dateng bantuin aku," ucapnya tersenyum.
Ayudia tidak menanggapi, gadis itu menaiki tangga, entah apa yang dilakukannya, namun ia turun tergesa-gesa membawa tasnya dan sepertinya membawa baju yang tadi siang dipakainya, "kamu mau kemana? Kenapa buru-buru,"tanyanya heran.
"Aku mau pulang mas, ternyata udah hampir pagi, pasti adik-adik udah nungguin aku," ujarnya hendak memasuki kamar mandi.
"Tunggu," Benedict menghampiri gadis itu, "kamu liat jam nggak?"
"Iya, ini udah jam dua, emang kenapa?"
Benedict mengambil remote mengubah mode kaca apartemennya, "ini masih gelap Ay, bahkan lagi hujan deras,"
Ayudia merutuki kebodohannya, mengapa ia bisa ikut tertidur disamping laki-laki itu, adiknya pasti khawatir dengan dirinya.
"Kamu tidur lagi aja di atas, biar aku tidur di sofa," ucap lelaki itu dingin, sepertinya kekasihnya belum menerimanya kembali, sedikit kecewa namun ia harus bersyukur karena masih menghirup udara yang sama dengan gadis yang dicintainya.
"Kamu kan belum sembuh betul, jadi kamu tidur aja di atas," ucap Ayudia.
Lelaki itu membuka jasnya, ia berlalu menuju toilet sedangkan Ayudia memilih merebahkan tubuhnya di sofa.
"Kamu ngapain disitu?"tanya Benedict yang baru saja keluar dari toilet,
"Tidurlah mas," jawabnya sembari membelakangi lelaki yang berdiri tak jauh darinya.
"Kenapa nggak di atas?"
"Kan ada kamu yang mau tidur di atas, udah sana aku ngantuk,"
Benedict duduk di sofa singel, ia memegangi kepalanya yang mendadak pusing, "bisa nggak Ayudia, kamu hilangkan sikap keras kepala kamu, aku sadar aku salah, udah kasar sama kamu, tapi itu karena aku cemburu kamu jalan sama cowok lain, udah dong Ay, udah cukup kamu siksa aku, dengan aksi kamu diamkan aku, aku nggak sanggup, aku mohon jangan begini, apa yang harus aku lakukan buat luluhkan kamu?" Ucapnya menunduk.
Ayudia yang memang belum tidur, bangkit dan duduk bersandar di sofa besar itu, "kamu cemburu bukan dengan orang yang tepat, dia itu sepupu aku sekaligus saudara susu aku, dulu saat ibu melahirkan aku, ibu sempat koma dua Minggu, kebetulan ibunya mas Samsul sekaligus kakak dari ibu aku juga habis melahirkan, namun karena bayinya prematur, akhirnya adik dari mas Samsul meninggal setelah dilahirkan, bude yang baru saja melahirkan, mempunyai stok Asi yang melimpah, sedangkan aku yang masih bayi, membutuhkan Asi, namun karena ibu koma, akhirnya, atas inisiatif bapak, bude akhirnya menyusui aku, hingga satu bulan lebih, dengan begitu, mas Samsul itu sama seperti kakak kandung aku, tentu saja, dia cinta kedua aku setelah bapak, apa menurut kamu aku salah jika mencium tangan kakak aku sendiri?"akhirnya Ia mengungkapkan alasan itu.
Benedict yang merasa bersalah, tak berani menatap wajah gadisnya, ia benar-benar merutuki dirinya sendiri, yang begitu bodoh tidak mendengar penjelasan gadisnya hingga akhir.
Segala kata, terasa berat keluar dari mulut lelaki itu, bahkan sekedar kata maaf, mulutnya tercekat, ia terus menunduk.
Benedict yang hebat di luaran sana dibuat tak berkutik dihadapan gadis biasa macam Ayudia, bahkan ia tak percaya dengan dirinya sendiri, rasanya ia ingin bersembunyi di lapisan bumi terdalam.
"Kenapa diam? Udah dua kali kamu berbuat seenaknya, kamu pikir apa yang semua kamu inginkan akan ada di genggaman kamu, hei.... Nggak semua cewek begitu, jadi ini salah satu alasan yang membuat aku membatalkan pernikahan kita, kamu temperamen, bahkan kamu ngancam aku segala, itu nggak bakal berefek apapun buat aku,"
Ayudia menghela nafas kasar, "cinta nggak memaksa mas, dan bukan hanya tentang kamu prioritas dalam hidup aku, kamu tau, hampir enam tahun ini, aku merasakan yang namanya kerasnya hidup, bahkan aku nggak ada waktu buat sekedar makan bakso sama temen SMA aku, apalagi nongkrong-nongkrong, di otak aku udah tertanam dengan kuat, bahwa kebahagiaan adik-adik aku itu yang paling utama, aku nggak ada waktu buat mikirin hal menye-menye tentang cinta, kamu bisa begitu? Bisa kamu terima aku sepaket dengan ketiga adik aku? Bisa kamu terima, waktu aku sedikit buat kamu? Dan ingat aku bukan perempuan yang hanya mengharapkan uang dari seseorang, aku mandiri, aku terbiasa cari uang sendiri, apa kamu bisa terima aku? Cinta dan uang nggak cukup buat jalin hubungan sama aku, aku berterima kasih sama kamu, karena udah berkorban banyak buat aku, tapi aku nggak pernah minta hal itu kan? Tapi aku hargai pengorbanan kamu sampai meninggalkan tanggung jawab besar kamu di sana, tapi itu justru buat aku nggak nyaman, aku merasa bersalah sama bawahan kamu di sana, jadi please jangan terlalu berharap aku bakal jadi milik kamu sepenuhnya, itu nggak akan terjadi, jadi silahkan kamu cari gadis lain yang bisa kamu miliki seutuhnya," ujarnya panjang lebar.
Benedict semakin tidak bisa berkata-kata mendengar ucapan terpanjang yang dilontarkan gadisnya, harga dirinya sebagai lelaki tentu terluka, namun satu sudut hatinya mengatakan harus mempertahankan gadis ini.
Lelaki itu mengumpulkan keberaniannya, ia menarik nafas panjang dan menghembuskan nafas pelan, Ia menatap gadisnya yang juga sedang menatapnya, "maaf Ay., aku udah egois,"
"Iya aku maafin, jadi sini aku peluk, aku kangen sama kamu,"semudah itu Ayudia memaafkan lelaki itu, salah satu sifat yang membuatnya beberapa kali dimanfaatkan oleh orang lain, gadis itu mudah luluh dengan wajah sedih seseorang.
Tanpa pikir panjang Benedict merengkuh tubuh kurus itu kedalam dekapannya, ia menciumi Pucak kepala Ayudia dan berkali-kali ia membisikan kata terima kasih di telinga gadisnya.
bennnn