Drabia tidak pernah di sentuh suaminya selama menikah. Karena sebelumnya Ansel mendengar gosib tentang dirinya yang pernah tidur dengan pria lain sebelum menikah.
Di saat Ansel akan menceraikannya, Drabia pun meminta satu hal pada Ansel sebagai syarat perceraian. Dan setelah itu jatuhlah talak Ansel.
Apakah yang di minta Drabia?, akan kah Ansel memenuhi permintaan Drabia?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icha cute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Aku kembali padamu
"Apa kamu akan rujuk dengan Ansel?" tanya balik Irham langsung ke intinya. Memamg niatnya datang ke rumah orang tua Drabia untuk memastikan itu.
Drabia menajamkan pandangannya ke wajah Irham. Apa maksud Irham menanyakan hal itu padanya?.
"Aku tidak tega melihat Hafshah terus menangis karna di bohongi Ansel" ucap Irham menarik napasnya dan menghembuskannya kasar.
"Maksud Pak Irham, Bapak datang ke sini untuk Hafshah?" tanya Drabia sudah tau kemana tujuan arah pembicaraan Irham.
"Hafshah sudah sekali gagal menikah. Membuatnya emosional jika harus gagal menikah lagi" ungkap Irham.
Drabia terdiam
"Aku ke sini untuk memohon sama kamu. Untuk membiarkan Ansel menikah dengan Hafshah."
Duarr!
Drabia langsung menajamkan pandangannya ke wajah Irham.
"Maksudku, aku tidak menyuruhmu meninggalkan An..."
"Tapi berpoligami"
Bukan Drabia yang memotong kalimat Irham, melainkan Pak Ilham.
"Ayah" gumam Drabia.
Irham terdiam
Pak Ilham melangkahkan kakinya ke arah sofa di ruang tamu itu. Berdiri menghadap Irham dengan kedua tangan di masukkan ke saku celananya.
"Aku mengijinkannya" ucap Pak Ilham.
"Tapi aku gak mau Yah" sanggah Drabia.
"Percaya sama Ayah Nak" Pak Ilham mengarahkan pandangannya ke wajah putrinya itu.
"Gak Yah, aku gak mau" tolak Drabia. Apa maksud Ayahnya itu, mengijinkan Ansel berpoligami.
"Dengan memberi ijin Ansel menikahi Hafshah. Di situ kamu akan bisa melihat hati Ansel yang sebenarnya Nak. Jadi, ijinkan saja" jelas Pak Ilham.
Pak Ilhan kembali mengarahkan pandangannya ke wajah Irham." Aku yang mengasuh Ansel dari kecil sampai dia pintar dan sukses. Jika hanya karna adikmu bertunangan denganya. Kalian merasa lebih berhak, ambillah!" ucap Pak Ilham pada Irham membuat Irham terdiam.
"Ambillah Ansel untuk kalian. Tapi jangan harap akan membawa apa apa. Karna jika Ansel menikahi wanita lain. Maka seluruh harta milik Ansel, jatuh ke tangan putriku" ucap Pak Ilham lagi. Kemudian mengusir Irham keluar dari rumahnya.
"Sana pergi!"usir Pak Ilham
Irham pun langsung meninggalkan rumah itu, dengan wajah malu. Demi Adiknya dia rela mempermalukan dirinya.
Pak Ilham tidak sembarangan menerima Ansel begitu saja untuk rujuk dengan Drabia, tidak semudah itu. Dia butuh bukti jika Ansel benar benar serius rujuk dengan Putrinya. Ansel pun menyanggupi permintaan Pak Ilham. Memberikan seluruh hartanya kepada Drabia sebagai persyarata rujuk, jika Ansel memiliki hubungan dengan wanita lain lagi, maka seluruh hartanya jatuh ke tangan Drabia.
Tanpa Harta sepersen pun, apa Hafshah dan keluarganya masih mau menerima Ansel?.
"Ayah, apa benar seperti itu?" tanya Drabia.
"Hm.. kamu pikir Ayah sembarangan menerima Ansel menjadi menantu Ayah lagi?." Pak Ilham merangkul bahu Drabia yang sudah berdiri di sampingnya, mengiringnya ke arah meja makan.
Di sana sudah ada April, Ibu tiri Drabia menatap mereka tak suka.
"Pagi Ma" sapa Drabia melepaskan diri dari rangkulan Ayahnya.
"Pagi" balas Ibu April tanpa senyum.
Pak Ilham hanya bisa menghela napasnya sambil mendudukkan tubuhnya di kursi meja makan. Sudah bertahun tahun, istrinya tidak bisa menerima Drabia. Hanya karna Drabia pernah tak sengaja membuatnya keguguran, mengakibatkan tidak bisa hamil lagi. Lebih tepatnya, April tidak melihat jalan dan tak sengaja menginjak eskrim Drabia yang tumpah di lantai.
Di tengah tengah Drabia dan kedua orang tuanya menikmati sarapan. Bel rumah mereka pun berbunyi kembali.
"Assalamu alaikum!" seru suara seorang pria masuk ke dalam rumah.
Setelah membalas salam orang itu, tak lama kemudian pemilik suara itu muncul. di susul dua orang pria dan satu orang wanita. Membuat kening Drabia dan Pak Ilham mengeryit bingung.
"Selamat pagi Yah, Ma, Istriku" sapa pria berparas tampan itu langsung mendudukkan tubuhnya di samping Drabia ingin ikut sarapan.
"Lea" ucap Drabia sumiringah mengindahkan Ansel yang duduk di sampingnya. Drabia berdiri dari kursinya menyambut Lea dengan pelukan hangatnya.." Ngapain kalian pagi pagi ke sini?" tanyanya setelah melepas pelukan mereka.
"Ansel menculikku untuk menjadi saksi rujuk kalian" jawab Lea menatap Ansel dari sudut matanya.
"Dapa dan Ciko." Ansel mengatakan pelaku yang sebenarnya.
"Kamu yang menyuruh" bela Ciko.
"Yang jelas kalian yang melakukannya. Dan lagian, aku menyuruh kalian mengajak Lea, bukan menculiknya" jelas Ansel menarik piring Drabia dan langsung menyantap isinya.
Tadi malam Ansel lupa makan malam. Pagi hari Ibunya berwajah masam, sehingga tak berani untuk ikut sarapan di rumah.
"Kami juga mau ikut sarapan" ujar Ciko yang sudah duduk di salah satu kursi kosong.
"Kalian pikir rumah ini kantin perusahaan" cibir Pak Ilham kepada Dafa dan Ciko. Mereka adalah bawahan Pak Ilham di perusahaan.
"Ansel yang ngajak Pak" cengir Ciko menggaruk leher belakangnya.
Melihat piringnya sudah di depan Ansel, Drabia mendengus. Bukankah Ansel tidak mau memakan makanan yang tersentuh kuman?. Drabia pun menyuruh pembantu di rumah itu untuk menganbil piring dan menambahkan makanan ke atas meja.
Pagi itu, mereka pun menikmati sarapan rame rame. Selesai sarapan, Ansel pun menunaikan niatnya untuk merujuk Drabia.
Ansel meraih kedua tangan Drabia yang duduk di sampingnya. Dengan di saksikan kedua orang tua Drabia, Lea, Ciko dan Dafa. Ansel mengatakan niatnya.
"Drabia, aku kembali padamu" ucap Ansel lalu mengecup punggung tangan Drabia.
Mereka tidak perlu melakukan akad nikah lagi. Karna masa Iddah Drabia belum habis. Juga Ansel belum resmi menceraikan Drabia, dan dia juga sudah mencabut tuntutannya dari pengadilan. Hanya saja, mereka mengkhawatirkan sahnya pernikahan mereka. Sehingga Ansel merujuk Drabia.
Drabia menjatuhkan air matanya. Dia tidak sedang bermimpi bukan?. Ansel baik padanya dan menerimanya sebagai istri.
Melihat itu, Ansel menepis cairan bening yang mengalir dari pipi istriny itu, lalu menarik wanita itu ke dalam pelukannya.
"Aku minta maaf" ucap Ansel.
Ibu Nimas yang baru datang, mengelus bahu Drabia dan Ansel bersamaan.
"Mama" ucap Drabia dan Ansel serentak.
"Trimakasih sudah memberi anak Mama kesempatan" ucap Ibu Nimas, menghapus air matanya sendiri." Maafkan Mama juga" Lirihnya.
Drabia berdiri dari tempat duduknya, memeluk Ibu mertuanya itu. Sebagai jawaban kalau dia sudah memaafkannya.
Pagi itu, Ansel membawa Drabia ikut ke kantornya. Dia ingin menghabiskan waktu bersama istrinya itu.
Sampai di ruang kerjanya, Ansel memeluk Drabia dari belakang. Berbaikan dengan Drabia, Ansel merasa seperti ada beban berat yang hilang dari dalam dadanya. Rasanya plong dan lega.
"Katakan Drabia, apa yang pertama harus kulakukan sebagai suami?." Ansel meletakkan dagunya di bahu Drabia.
"Cukup setia pada satu wanita"jawab Drabia.
"Kedua?."
"Mencintai istri."
"Ke tiga."
"Tentu menyayangi dan mengasihinya."
"Ke empat?."
"Jangan lupa menghargainya."
"Ke lima?."
"Mendengarkannya."
"Ke enam?."
"Nafkah lahir dan batin."
"Ke tujuh?."
Drabia mengulas senyumnya saat bibir Ansel menempel di pipinya.
"Jangan lupa mencium istri." Ansel menjawab pertanyaannya sendiri yang ke tujuh.
*Bersambung.