Permintaan Rumi untuk mutasi ke daerah pelosok demi menepi karena ditinggal menikah dengan kekasihnya, dikabulkan. Mendapatkan tugas harus menemani Kaisar Sadhana salah satu petinggi dari kantor pusat. Mereka mendatangi tempat yang hanya boleh dikunjungi oleh pasangan halal, membuat Kaisar dan Rumi akhirnya harus menikah.
Kaisar yang ternyata manja, rewel dan selalu meributkan ini itu, sedangkan Rumi hatinya masih trauma untuk merajut tali percintaan. Bagaimana perjalanan kisah mereka.
“Drama di hidupmu sudah lewat, aku pastikan kamu akan dapatkan cinta luar biasa hanya dariku.” – Kaisar Sadhana.
Spin off : CINTA DIBAYAR TUNAI
===
follow IG : dtyas_dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CLB - Bertemu (Lagi)
Rumi terjaga dari tidurnya. Terbiasa bangun pagi tidak membuatnya bermalasan karena tidak lagi bekerja sesuai perintah Kaisar. Bibirnya menyunggingkan senyum mendapati Kaisar masih terlelap memeluknya.
Tidak pernah terpikir dia akan cepat menikah setelah sempat patah hati, apalagi mendapat suami yang paket komplit macam Kaisar. Ingin menjadi istri yang baik, Rumi berniat menyiapkan kebutuhan suaminya termasuk membuat sarapan. Saat melepaskan tangan Kaisar dari pelukannya dengan pelan, nyatanya terasa oleh Kaisar.
“Hm.” Kaisar semakin mengeratkan pelukannya.
“Mas,” panggil Rumi. “Aku mau turun.” Meski dengan mata terpejam, Kaisar tersenyum dan semakin memeluk Rumi. Semalam mereka bicara dari hati ke hati, Rumi setuju merubah panggilannya.
“Mau kemana sih? Di sini kamu nggak usah masak air hangat, ranjang kita juga lebih nyaman.”
“Aku mau buat sarapan untuk kamu.”
“Hah, nggak usah. Begini aja dulu.”
Kali ini Kaisar membenamkan wajahnya di leher Rumi. Bahkan kaki jenjangnya sengaja menahan tubuh Rumi agar tidak bergerak.
“Kita bisa sarapan di cafe bawah, aku masih mau begini.”
Tangan Rumi terulur mengusap kepala Kaisar yang kembali mencoba terlelap. Terdengar dengkuran halus, rupanya usapan di kepala kembali membuatnya lelap. Rumi pun tersenyum dan membiarkan Kaisar nyaman tidur memeluknya.
Bagi Rumi, Kaisar adalah pengobat hatinya. Apalagi mereka mulai ada perasaan. Tidak ingin kejadian seperti sebelumnya, Rumi tidak ingin cintanya berpaling apalagi tergoda. Cukup dengan membuat Kaisar terus jatuh cinta dan beruntung memilikinya.
Bukan hanya Kaisar yang kembali lelap, Rumi pun sama. Bahkan mereka bangun terlambat.
“Tenang aja, sesekali telat nggak masalah,” ucap Kaisar saat mematut penampilannya di cermin. Rumi sempat menyalahkannya karena kembali mengajak tidur subuh tadi.
“Nggak bisa begitu dong, kamu harus kasih contoh yang baik untuk bawahan kamu.” Rumi menyiapkan sepatu Kaisar sesuai arahan karena sempat bingung memilih mana yang akan dipakai suaminya.
Kaisar juga menjelaskan style berpakaiannya agar Rumi tidak kesulitan mempersiapkan apa yang akan dia pakai, meski sempat melarang karena bisa ia lakukan sendiri.
“Ish, gemesin banget kalau lagi ngomel begini.” Kaisar berbalik dan langsung memeluk Rumi. “Kamu mungil banget, sayang.” Wajah Rumi semakin cemberut mendengar itu dan Kaisar malah terbahak.
“Tenang aja, kali ini telat sampai kantor nggak masalah. Nanti kamu bakal aku bikin telat juga,” ungkap Kaisar lalu kembali terkekeh membayangkan Rumi yang mungil dengan perut buncitnya.
“Kita jadi ke Surabaya ‘kan, aku mau hubungi paman.”
“Jadi dong, anak gadis orang sudah aku nikahi masa keluarganya aku cuekin.” Kaisar merangkul bahu Rumi saat keluar dari kamar. “Kamu nggak apa sarapan sendiri?”
Rumi mengangguk pelan.
“Aku berangkat ya, kalau jenuh hubungi aku. Kalau mau pergi nanti ada supir yang jemput.”
“Aku boleh antar makan siang?” tanya Rumi hati-hati.
“Boleh, boleh banget. Kita makan siang bersama.” Sebelum meninggalkan unit apartemen, Kaisar sempat mencium pipi dan bibir istrinya.
“Hah, ternyata enak juga punya istri. Kenapa nggak dari dulu aja,” gumam Kaisar ketika menunggu lift.
Ponselnya bergetar, ternyata ulah Reno lalu Arya pun ikut nimbrung di grup chat. Tentu saja Kaisar kembali menjadi bulan-bulanan ejekan kedua sahabatnya.
“Lihat saja, mereka bakal stroke tahu aku sudah menikah.”
***
“Apa bu, Rumi ada di Jakarta,” ucap Mela memastikan apa yang baru saja ia dengar. Saat masih bermalasan sejak membuka matanya padahal sekarang sudah siang, entah Ardi bangun dan berangkat jam berapa dan Mela masih bergelung dengan selimut.
“Kamu ini hamil kok jadi budek,” ujar Ibu Mela di ujung sana. Sengaja menghubungi sang putri karena Rumi menghubungi suaminya. Mengatakan akan pulang mengajak seseorang. Saat menanyakan di mana Rumi sekarang berada, lumayan membuat pasangan itu terkejut.
Jika ayahnya Mela terkejut karena Rumi semakin jauh, apalagi ia merasa bersalah dengan ulah putrinya, berbeda dengan ibunya Mela yang berpikiran buruk kalau Rumi mengejar Mela dan Ardi sampai ke Jakarta.
“Belum lama Rumi hubungi bapakmu, bilang minggu depan mau pulang dan kenalkan seseorang. Masalahnya bukan itu, Rumi sekarang di Jakarta.”
“Ngapain Rumi di Jakarta? Katanya dia pindah kerja ke daerah Bandung apa mana gitu,” tutur Mela sambil mengusap perutnya yang buncit.
“Nggak tahu, yang jelas kamu hati-hati. Ibu takut kalau Rumi ke Jakarta mau temui Ardi. Waktu tahu kamu menikah dengan Ardi, dia tidak banyak bicara. Mana tahu masih dendam.”
Mendengar penuturan Ibunya, Mela berpikiran kalau Rumi memang ingin bertemu dengan dirinya atau Ardi.
“Ck, lihat saja kalau sampai dia muncul di depanku. Bakal aku jambak rambutnya.”
Selesai dengan pembicaraan dengan ibunya, Mela langsung menghubungi Ardi.
“Kenapa Mel, sebentar lagi aku briefing jadi ….”
“Aku istrimu Ardi, masa telpon aja nggak boleh.”
Terdengar hela di ujung sana. “Bukan nggak boleh, aku hanya kasih tahu sebentar lagi aku briefing jadi nggak bisa lama kita ngobrol begini.”
“Kamu … Rumi ada di Jakarta,” ucap Mela. Entah Ardi terkejut seperti apa, sempat terdengar bunyi aneh. Mungkin saja ponsel Ardi terjatuh saat mendengar kabar mengenai Rumi.
“Rumi di Jakarta,” ulang Ardi.
“Iya, Ibu yang bilang. Tadi Rumi hubungi bapak. Kenapa, kamu senang Rumi berada di kota yang sama dengan kita. Awas aja kalau kalian sampai bertemu.”
Lagi-lagi terdengar hela nafas Ardi.
“Mana tahu dia ke Jakarta mau temui kamu. Hati-hati jangan sampai dia ke kantor. Sebagai asisten, Rumi pasti tahu semua kartu AS kamu.”
Sedangkan di tempat berbeda, Rumi bersiap menemui Kaisar. Memastikan penampilannya sudah sempurna. Makan siang untuk suaminya pun sudah berada dalam paper bag.
“Semoga suka, waktu masih di kontrakan aku cuma sempat masak mie instan dan buatkan dia kopi.” Rumi tersenyum mengingat saat masih tinggal di kontrakan bersama Kaisar.
Sempat menghubungi Kaisar, tapi tidak dijawab. Tidak berpikiran yang aneh, Rumi menduga kalau Kaisar sedang sibuk. Sudah mengecek melalui GPS, letak perusahaan dengan apartemen tidak terlalu jauh. Hanya tiga puluh menit berkendara mobil.
Rumi berangkat menggunakan taksi dan mengirim pesan pada Kaisar kalau dia sudah dalam perjalanan. Pantas saja Kaisar khawatir, ternyata jalanan ibukota sangat ramai dan rumit. Sepertinya sulit menghafal rute ke kantor.
“Aku bisa kesasar kalau nggak pake GPS,” gumam Rumi menatap sekeliling melalui jendela taksi.
“Sudah sampai Mbak,” ucap supir taksi setelah menghentikan mobil di depan lobby.
Rumi memandang gedung yang berdiri kokoh di hadapannya. Tidak menyangka kalau ia menikah dengan orang penting dari perusahaan tersebut. Sempat memandang ke arah parkiran VIP dan menemukan mobil yang tidak asing di sana. Mobil milik Kaisar.
Security membukakan pintu lobby dan menyapanya. Langkah Rumi terhenti karena tidak tahu di mana Kaisar berasa. Melihat ponsel ternyata pesan yang tadi dikirim belum dibaca. Segera ia melangkah menuju meja informasi dan disambut oleh staf di sana.
“Pak Kaisar Sadhana?” tanya wanita yang bertugas bahkan saling tatap dengan rekannya. “Sudah ada janji?”
“Sudah, tadi saya hubungi tapi belum dijawab. Mungkin sedang sibuk, saya bisa langsung ke ruangannya saja.”
Selama ini belum ada perempuan yang datang untuk menemui Kaisar, tentu saja kehadiran Rumi sangat aneh bagi mereka.
“Saya hubungi ke ruangannya dulu, nama mbak?”
“Rumi.”
Ternyata menghubungi sekretaris Kaisar, tidak dijawab.
“Tidak dijawab Mbak. Ruangan Pak Kaisar di lantai tujuh, di sana ada meja informasi juga. Kalau ternyata Mbak tidak ada janji atau Pak Kaisar menolak bertemu pasti diminta turun lagi.”
“Oke, nggak pa-pa.” Rumi mengangguk dan tersenyum sebelum meninggalkan meja informasi menuju lift. Saat tangannya terulur akan menekan tombol, ia menoleh karena seseorang menyebut namanya.
“Rumi, kamu Rumi ‘kan?”
Pandangan Rumi dan orang itu bertemu lalu menunjukan wajah terkejut.
“Ar-di.”
\=\=\=\=\=
Author : tenang, tarik nafas ... Ga usah emosi. jejak jangan lupa
Pembaca : seneng banget bikin deg-degan
ini mau melahirkan tapi si papa masih aja kocak...