Rani Yuliana, harus merasakan kepedihan berumah tangga saat sang mertua ikut tinggal bersama mereka. Apalagi saat itu kondisi Ilham Hadiwijaya sedang tidak bekerja karena di PHK. Setiap hari Bu Rumiati memperlakukan Rina menantunya seperti seorang pembantu. Ilham sendiri diluar sana dia juga berselingkuh dari Rani
Apakah Rani bisa bertahan dengan kondisi rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RaRa69, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Bagaimana perasaanmu sekarang?" Tanya Alvin pada Rani, wanita itu masih menatap ke depan dimana mantan suaminya terlunta-lunta.
"Entahlah." Rani menjawab lemah, ia tidak tahu bagaimana menggambarkan perasaannya. Di satu sisi ia merasa senang Ilham mendapat hukuman seperti itu, tapi disisi lain hatinya terasa kosong.
Tiba-tiba ponsel Alvin berdering, pria itu menjawab dengan cepat. Suaranya terdengar gusar, ia bahkan menegakkan tubuhnya dan sebelah tangannya mencengkram setir dengan erat.
"Baiklah, tetap awasi mereka aku akan segera kesana." Rani memperhatikan pria itu dengan penasaran.
"Orang suruhanku sudah mendapatkan jejak dimana Karina berada."
Alvin segera menyalakan mesin mobilnya, ponselnya ia tempelkan di sisi kemudi dalam posisi berdiri. Di layarnya peta lokasi yang menuntunnya ke tempat tujuan.
"Kita kemana?" Tanya Rani saat mobil yang dikendarai Alvin memasuki jalan Tol.
"Ke Bandung, mereka ada disana."
"Bandung? Jauh sekali. Apa tempat tinggal Mbak Karina di sekitaran sana?"
Alvin menggelengkan kepalanya, "tidak, Karina akan membawa Ananta mengikuti audisi model cilik."
Rani menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Tak dapat dipungkiri jika Ananta memiliki wajah perpaduan ayah dan ibunya. Bahkan menurutnya tanpa audisi pun Ananta pasti akan bisa masuk dunia modelling. Apalagi dengan latar belakang ibunya yang juga seorang artis. Mungkin kalau dia yang jadi Karina pasti akan melakukan hal yang sama.
"Aku tidak akan pernah menyetujui usaha Karina untuk menjadikan Ananta seorang model. Tidak akan pernah." Suara Alvin terdengar tegas, Rani bisa melihat kalau rahang pria itu mengeras.
"Kenapa?" Rani harus menyesal telah mengucapkan kata itu, karena sedikit kemudian ia melihat Alvin menatap tajam ke arahnya.
"Aku tidak akan pernah menyetujui kalau itu bukan keinginan Ananta sendiri, lagipula dia masih kecil tidak seharusnya dia melakukan pekerjaan itu."
Rani bisa paham, kehidupan Ananta sangat terjamin selama bersama sang ayah. Pria ini bahkan memperhatikan detail sekecil apapun tentang kebutuhan putrinya itu.
"Lalu, apa alasan Mbak Karina menjadikan Ananta model?"
Alvin menarik napasnya panjang lalu menghembuskannya secara perlahan.
"Karena beberapa bulan ini karirnya semakin meredup. Ia bahkan hampir tidak punya job."
Rani sekarang mengerti kenapa Karina sampai ngotot untuk membawa Ananta. Rupanya dia akan menjadikan gadis kecil itu sebagai mesin uangnya.
Mobil semakin bergerak menjauhi kota Jakarta, selama itu tidak ada yang bersuara diantara mereka. Menjelang siang mereka sudah mendekati titik lokasi. Alvin semakin melajukan mobilnya dengan cepat.
Mereka kemudian telah sampai di sebuah rumah bergaya modern minimalis. Di depan rumah tersebut sudah ada dua mobil yang terparkir disana. Alvin menghentikan mobilnya tak jauh dari rumah itu. Dan dengan langkah pelan mereka mendekati rumah tersebut.
"Tata nggak mau, Maaa." Telinga keduanya menangkap suara rengekan seorang anak kecil.
"Sebentar saja, Sayang, ini nggak akan lama, kok." Seorang wanita terdengar membujuk gadis kecil itu.
"Tapi, Tata capek, Maa." Suara gadis kecil itu seperti hampir menangis.
"Sebentar saja apa susahnya, sih. Tata juga cuma duduk aja sambil ngadep kamera." Wanita itu sepertinya sudah habis kesabarannya, terdengar dari nadanya yang naik satu oktaf.
Alvin bergerak maju ke depan, dari bayangan di kaca jendela ia bisa melihat kalau gadis kecilnya sedang dipaksa untuk melakukan sesi pemotretan. Dari sana juga terlihat wajah Ananta yang masih tampak pucat, apalagi baju yang dikenakannya saat ini yang tidak memiliki lengan.
Dengan cepat Alvin merangsek masuk ke ruangan itu dan langsung menggendong Ananta.
"Mas! Apa-apaan kamu ini? Turunkan Ananta, dia masih belum selesai." Karina menghardik Alvin, ia sempat tertegun sejenak dengan kehadiran pria itu.
"Aku tidak akan membiarkan kau menyetir Ananta!" Mata Alvin terlihat berapi-api.
"Menyetir apa maksudmu?" Karina pura-pura tidak mengerti dengan ucapan mantan suaminya ini.
"Jangan berlagak bodoh, Karina! Aku mendengar sendiri kalau Tata menolak kamu jadikan model. Dan apa kau juga tidak menyadari kalau badan putrimu ini panas?" Alvin memicingkan matanya, lalu menyerahkan bocah dalam pelukannya itu ke Rani.
Rani juga terkejut ketika kulitnya bersentuhan dengan kulit Ananta, suhu tubuh gadis itu benar-benar panas.
"Ada yang sakit, Sayang?" Tanya Rani lirih di telinga bocah yang kepalanya terkulai di bahunya.
"Bukannya…bukannya Ananta baik-baik saja." Meski mulutnya berkata demikian, tetapi Karina merasa takut. Ia bukannya tidak menyadari bahwa sejak tadi wajah Ananta sudah pucat. Hanya saja keinginannya agar bocah itu segera diorbitkan membuat nalurinya sebagai seorang ibu hilang begitu saja.
"Apa kamu tidak bisa melihat wajah anakmu pucat! Apakah kau tidak mendengar bahwa sejak tadi dia mengeluh capek?" Alvin maju dan berkata sambil menunjuk wajah Karina.
Beberapa kru yang ada disana tidak berani melerai mereka, semua bergeming di tempatnya masing-masing.
"Ingat, Karin! Ini terakhir kalinya kamu membawa Ananta! Jangan coba-coba untuk mendatanginya lagi." Setelah berkata demikian Alvin memutar tubuhnya dan berjalan meninggalkan rumah ini, diikuti Rani yang menggendong Ananta.
Alvin tidak menghiraukan teriakan mantan istrinya yang meminta Ananta tetap tinggal, wanita itu bahkan mengikuti langkah Alvin sambil tangannya berusaha menggapai lengan pria itu.
"Mas, kita bicarakan ini baik-baik, ijinkan Ananta sebentar saja untuk melakukan pemotretan ini. Aku mohon, Mas." Karina masih berusaha meyakinkan Alvin, tetapi pria itu tetap melangkah tanpa menggubris ucapan wanita itu.
Karina semakin meradang, apalagi saat melihat Ananta digendong oleh Rani. Membuat amarahnya naik ke ubun-ubun.
"Apa gara-gara wanita itu, Vin!" teriak Karina, membuat langkah Alvin terhenti. Pria itu kemudian berbalik dan menatap wanita yang pernah membersamainya selama hampir enam tahun.
"Ngomong apa kamu, Karin?"
"Gara-gara dia, kan, kamu melarangku menemui Ananta?" teriak Karina, telunjuknya tepat mengarah ke Rani yang mematung di depan pintu mobil yabg sudah terbuka.
"Jaga bicaramu, Karin! Rani tidak ada hubungannya dengan semua ini?" Alvin bergerak maju mendekati Karina, rahangnya semakin mengeras.
"Oh, manis sekali caramu memanggilnya. Seberapa jauh hubungan kalian?" Tanya Karina sambil tertawa sumbang.
"Jaga mulutmu, Karin! Asal kau ingat kau meninggalkan kami jauh sebelum kedatangan Rani. Dan memangnya kenapa kalau aku ada hubungan spesial dengan dia? Toh wajar saja, aku duda." Ucap Alvin mantap yang membuat Karina tidak bisa berkata-kata. Bahkan Rani yang mendengarnya pun ikut merinding, tak menyangka dia kembali dihadapkan pada posisi sulit ini.
"Sekarang jangan ganggu kami lagi!" Alvin langsung memutar tubuhnya dan berlalu meninggalkan Karina, ia tidak menyadari jika wanita itu tengah tersenyum licik.
Dengan cepat Alvin memutar mobilnya menjauhi tempat ini, ia ingin segera membawa tubuh putrinya yang lunglai di pangkuan Rani.
"Bagaimana keadaannya?" Tanya Alvin khawatir, ia meletakkan tangan kirinya di lengan bocah itu.
"Suhunya semakin panas." Rani menjawab tak kalah khawatirnya, apalagi saat melihat bibir gadis itu pucat.
"Bisa ngebut sedikit, Pak, Tata harus segera mendapat pertolongan."
Dengan cepat Alvin menginjak pedal gas, tak dihiraukannya teriakan klakson dari kendaraan yang berhasil dilewatinya. Yang ada di pikirannya adalah Ananta segera mendapatkan pertolongan.
Suami dapat pembantu, Istri dapat boss ya🤣🤣
moga kak thor sukses selalu 😘😘
terbaiklah kak thor 👍👍