Di khianati dan terbunuh oleh orang yang dia cintai, Nada hidup kembali di tubuh seorang gadis kecil yang lemah. Dia terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa?
"Kakak, tolong balaskan dendam ku." Pinta gadis kecil yang namanya hampir sama dengan Nada.
"Hah!! Gimana caranya gue balas dendam? tubuh gue aja lemah kayak gini."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.13
Kara berjalan santai menuju rumahnya, dia tersenyum saat berpapasan dengan tetangganya atau saat ada yang menyapa. Saat tiba didepan rumah, dia melihat Alfa yang baru turun dari taxi online Kara pun tersenyum sinis. Dia memperhatikan Alfa, dan baru sadar itu bukan taxi online, tapi mobil pribadi dia tak bisa melihat siapa yang mengantar Alfa.
"Aku harus mencatat plat nomornya." Gumam Kara, entah mengapa suatu saat nanti itu pasti berguna.
Setelah mobil itu pergi, Kara pun keluar dari persembunyiannya dan menatap Alfa dengan senyum manis.
Ada sedikit rasa takut dari Alfa. Namun, dia mencoba biasa saja.
"Sudah sembuh, Om? Gimana rasanya melayang, enak?" tanya Kara tersenyum sinis.
"Kurang ajar kamu, Kara. Berani sekali pada saya." Desis Alfa. "Saya akan balas."
"Lakukan, sebelum saya membalas anda." Bisik Kara, lalu berlari masuk kedalam.
"Sial! Anak itu." Umpat Alfa, dia pun tertatih masuk kedalam rumah. Tidak ada Evelin yang menyambutnya.
"Mama, aku pulang." Seru Kara.
"Mama, di dapur sayang." Sahut Evelin.
"Kangen." Rengek Kara, memeluk Evelin dari belakang.
Nada yang ada dalam tubuh Kara pun membiarkan saja, dia tahu ini adalah refleks alami dari Kara.
"Mama juga." Evelin membalas pelukan sang anak, Alfa menatap mereka berdua dari balik lemari.
"Evelin." Panggil Alfa, membuat pelukan Ibu dan anak tersebut terlepas.
"Dasar pengganggu." Gumam Kara, menatap tak suka Alfa.
"Antar aku ke kamar, aku lelah." Kata Alfa.
"Om, bisa jalan sendiri kan? Kenapa nyuruh, Mama?" sela Kara.
"Sayang gak papa, Mama antar Om Alfa dulu ya!"
Evelin memilih mengalah daripada Alfa dan Kara ribut terus, Evelin tahu bahwa Kara sekarang menunjukan ketidaksukaannya pada Alfa.
"Ayo." Evelin merangkul Alfa, dan membawa tas milik kekasihnya tersebut.
Alfa menoleh dan tersenyum mengejek kepada Kara, yang berwajah datar.
****
Kediaman Bagas.
Makan malam kali ini terasa sepi, biasanya Isabella selalu bercerita kegiatan sehari-hari. Tapi, saat sakit anak itu tidak banyak beraktivitas. Karena dalam masa penyembuhan.
"Kamu kenapa sih, Mas? Dari tadi melamun terus, makannya gak enak?" tanya Rina.
"Enak kok, seperti biasa. Aku hanya lelah saja." Balas Bagas.
"Kamu yakin?" Rina menatap curiga Bagas.
"Ya sudahlah, makan." Titah Bagas dengan tegas. Namun, Rina tak percaya begitu saja.
Dia ingin mencari tahu, kenapa suaminya tiba-tiba menjadi lebih banyak diam setelah bertemu Kara dan Evelin.
"Jangan sampai Mas Bagas, peduli sama mereka. Aku harus melakukan sesuatu." Rina berucap dalam hati.
Sementara itu di kediaman Rowman, makan malam mereka memang tak ada obrolan. Karena Rowman tidak suka ada yang berbicara saat makan.
Hana melirik ke arah sang Ayah, seolah ingin mengatakan sesuatu. Namun, Ayahnya itu nampak tengah melamun.
"Daddy." Panggil Hana.
"Kenapa sayang?"
"Teman aku boleh main, besok?" tanya Hana.
"Boleh, memang siapa yang melarang." Rowman mengusap puncak kepala sang anak.
"Gak ada, tapi aku harus minta izin tetap sama Daddy. Kalau sama Mommy..." Hana melirik ke arah Salsa, yang juga menatapnya.
"Gak papa, kalau Mommy marah bilang sama Daddy. Oke!"
"Iya, terima kasih. Dad, aku sayang Daddy." Ucap Hana, membuat Rowman tersenyum.
"Daddy juga."
Salsa memutar bola mata malas, merasa jengah dengan drama Ayah dan anak.
****
Malam panjang dilalui Kara dengan sangat cepat, pagi ini dia memutuskan akan pergi ke tempat Embun bekerja. Seperti biasa, dia melihat Alfa yang duduk dengan santai sementara Evelin menyiapkan sarapan dan mencuci baju.
Ingin rasanya Kara mengusir Alfa pergi dari rumah ini. Namun, ini bukan saatnya masih ada waktu untuk membuktikan bahwa Alfa jahat.
"Selamat pagi, Mama." Sapa Kara, dia pun merentangkan tangan. Evelin pun tersenyum dan segera memeluk sang anak.
"Selamat pagi, kamu sudah mandi?" tanya Evelin.
"Iya, aku sudah mandi. Ma, karena mau main kerumah teman." Seperti biasa Kara akan memberi alasan.
"Baiklah, Mama gak akan larang kamu. Tapi, ingat pesan Mama ya!!"
"Iya, gak boleh pulang sore, menolak ajakan orang asing dan dilarang menerima makanan dari orang asing." Jelas Kara, membuat Evelin tersenyum. Alfa yang mendengar itu hanya memutar bola mata dengan jengah, kakinya masih sakit jadi dia tak bisa leluasa.
Evelin pun menyiapkan sarapan untuk Kara, setelah dia menyiapkan sarapan juga bekal untuk dia bawa. Alfa pun belum terlalu lapar, mereka makan berdua penuh dengan canda. Jarang sekali Evelin dan Kara seperti ini.
Setelah semua beres Evelin pun berpamitan kepada Kara dan kembali berpesan, Alfa sendiri dia ada di dalam kamar.
"Baiklah, ini saatnya." Gumam Kara setelah memastikan Evelin pergi dan tak terlihat.
Kara memastikan semua barang miliknya tak tertinggal, dia menggendong tas berwarna pink dengan gambar bonek Barbie. Siapa yang menyangka, jika isinya adalah botol kecil, dompet juga uang cash juga cincin miliknya. Yang tak muat di jari Kara.
"Mau kemana kamu, Kara?" tanya Alfa, saat melihat Kara sudah rapih.
"Bukan urusanmu, lebih baik kamu bersiap-siap. Alfa." Kara tersenyum sinis pada Alfa, lalu pergi keluar.
Di luar dia menatap rumah Jayden, yang sepi. Kemarin setelah menginap, Jayden dan orang tuanya pergi ke Jogja. Karena Neneknya sakit.
"Huh! Kara ingat, kamu masih kecil. Dan untuk Nada, fokus." Gumamnya memejamkan mata.
Kara memutuskan untuk memakai angkutan, dia ingin menikmati perjalanan menuju tempat dimana Embun bekerja. Dia akan menyakinkan Embun.
Cukup lama bagi Kara untuk sampai di tempat Embun kerja, dimana dulu cafe tersebut adalah cafe favoritnya dan Rowman. Namun, kali ini cafe tersebut bukan cafe favorit Nada lagi.
"Astaga masih tutup, kenapa aku bisa lupa. Kalau cafenya buka jam sepuluh," keluh Kara, dia menepuk keningnya dengan pelan lalu menggeleng.
Namun, sepertinya keberuntungan menghampiri dirinya. Dia melihat Embun baru saja tiba.
"Tunggu, kayak kenal mobilnya. Embun di antar siapa?" tanya Kara. "Duh ngapain gue ngumpet, mereka gak akan tau gue."
Saat Embun turun, Samudra pun ikut turun membuat Nada yang ada di tubuh Kara pun terkejut dan seperti mendapatkan angin segar.
"Kak Samudra." Lirih Kara, dulu saat Nada meninggal Samudra dan keluarganya berada di luar negeri.
"Tapi, apa mereka akan percaya kalau aku adalah Nada? Ya Tuhan, bagaimana ini aku ingin menyerah."
Mata Kara pun berkaca-kaca, dia ingin menghampiri mereka. Namun, pasti mereka tidak akan percaya.
Entah mengapa Embun merasa seperti ada yang memperhatikan, dia pun mengedarkan pandangan dan memperhatikan sekeliling dan tatapannya jatuh pada seorang gadis kecil yang menatapnya lekat.
"Ada apa, Bun?" tanya Samudra.
"Anak kecil itu, kenapa dia memperhatikan kita?" Embun menunjuk ke arah Kara.
Dan Samudra pun memperhatikan Kara, yang tak berkutik menatap mereka berdua.
"Seperti ingin menyampaikan sesuatu, tapi aku lihat ada keraguan di mata anak itu." Kata Embun, dijawab anggukan Samudra.
Embun pun berjalan ke arah Kara, tapi Kara masih terdiam dia tidak lari. Tatapan Embun dan Kara pun beradu, Embun merasa familiar dengan tatapan tersebut dan satu nama yang terlintas dalam benaknya.
"Nada."
Bersambung
Maaf typo
Komen guyss ~~~