Ini kisah cinta Sinaga, pria beristri yang jatuh cinta pada wanita yang mengandung anaknya. Mereka bukan kekasih, bukan musuh. Mereka hanya orang asing yang terjebak oleh keadaan. Karena satu malam, Moza hamil. Bagaimana Moza menjalani hidupnya? Apa Naga tahu, bahwa wanita asing itu mengandung benih yang tak sengaja ia tanam.
Follow akun Instagram Sept
Sept_September2020
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyatu
18+ Istri Gelap #27
Oleh Sept
Yang masih sekolah, masih kuliah, yang kerja tapi jomblo. Aku saranin jangan baca. Maaf ya ...
Yang menikah, udah punya gandengan ... meluncur. Hehehe ...
"Bagaimana dengan lukamu?" bisik pria tersebut dengan lirih ketika bibir mereka sudah terlepas sempurna. Yang pasti, sudah menyisahkan rasa kebas. Mungkin bibir Moza kini makin berisi dan tebal. Naga meraupnya dengan liar. Menyesap dan mengigit bibir serta lidahnya.
Baru sekedar berciuman, tapi wajah Moza dan Naga sudah terasa panas. Ada api yang berkobar dan membuat jiwa keduanya terasa terbakar.
"Pelan-pelan saja!" jawab Moza dengan canggung. Wanita itu merasa malu, apalagi sekarang Naga sudah mengkungkung tubuhnya.
Lampu hijau sudah dinyalakan, jantung Naga makin berdegup kencang, berdebar-debar. Apalagi saat akan melepas kancing baju Moza, huh! Naga sudah merasa panas dingin duluan.
Sukses melepas semua kancing yang semula terpasang, Naga pun kembali melempar pakaian milik Moza ke lantai. Tanpa melihat, langsung ia lempar begitu saja. Kesuwen!
Seperti bayi yang baru lahir, mereka kini tak menegangkan apa-apa, baik Moza atau pun Naga.
Di kamar yang gelap, dua pengantin baru itu pun bergulat. Pelan namun pasti, Naga menyalurkan hasrta yang terpendam terlalu lama.
Tidak bisa powerful, takut melukai perut Moza. Mulanya Naga melakukan dengan tenang dan berirama. Hingga berubah jadi cepat dan mengejar. Seperti lepas kendali, pria itu sudah tidak tahan, ada sesuatu yang memaksa keluar. Dan detik berikutnya, sesuatu itu pun membasahi rerumputan yang kering dan gersang.
Naga melempar tubuhnya ke sisi Moza, benar-benar menguras tenaga. Pria itu kini lemas terbaring di samping Moza.
Sedangkan Moza, ia kini seperti patung. Diam tak bergerak. Malu campur ngilu. Sakit tapi enak, barangkali itu padanan rasa yang ia rasakan saat ini.
Sesaat kemudian, Naga mencari tombol lampu. Masih sambil berbaring, hanya tangannya yang meraba-raba. Ketika tangannya sudah berhasil meraih tombol, ia pun menyalahkan lampu tidur di atas nakas.
Dilihatnya siluet Moza di tengah cahaya kamar yang remang-remang. Bagaimana ia bisa menolak? Moza benar-benar sudah meracuni pikiran pria itu.
"Apa sakit?"
Moza menelan ludah dengan berat.
"Sedikit." Karena lampu sudah dinyalakan, malu dilihat Naga secara terang-terangan. Moza pun menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
"Coba ku lihat!"
Kontan Moza langsung beringsut, ia mengeser posisinya hingga sedikit menjauh dari Naga.
Pria itu tersenyum tipis melihat kepanikan di wajah Moza. "Bukan itu, Moza! Aku hanya ingin melihat perutmu. Bukan yang lain."
Kalau sudah begini, Moza jadi malu sendiri. Ia pun kembali bersikap biasa.
"Tidak, aku bilang tidak apa-apa. Dokter kalian yang terbaik."
Naga mengeleng, "Aku ingin melihat dengan mataku sendiri!" Nada Naga sudah kelihatan memaksa.
"Nggak apa-apa, beneran!" Moza juga bersikukuh. Ia merapatkan selimut yang membungkus tubuhnya.
"Tadi sedikit keras aku melakukannya, jangan sampai sesuatu yang buruk terjadi!"
Srekkk
Naga dengan berani menarik selimut yang menutupi tubuh istrinya.
Malu, Moza meraih bantal untuk menutupi tubuhnya. Naga benar-benar tidak tahu betapa malunya Moza kala itu.
Sedangkan Naga, kini malah fokus dengan perut Moza. Ia tak memperhatikan hidung Moza yang sudah kembang kempis menahan kesal. Kesal karena Naga melempar selimut yang semula ia jadikan pelindung.
"Syukurlah, sepertinya tidak ada masalah serius. Untung lukanya tak dalam. Lain kali, jangan pernah lakukan hal semacam itu lagi, Moza." Naga tidak suka, bila Moza melindungi dirinya dan membuat Moza terluka sendiri. Terlalu berbahaya.
Setelah memeriksa perut Moza, Naga lantas menarik diri. Pria itu mau mandi, main dokter-dokteran dengan Moza membuatnya basah dan gerah.
"Mau mandi, Moza?" tanya Naga yang sudah turun dari ranjang.
"Nanti!" jawab Moza spontan.
Naga pun tak bertanya lagi, pria itu menuju kamar mandi dengan perasaan puas.
Beberapa menit kemudian. Naga muncul hanya dengan memakai handuk yang melilit pada pinggangnya. Rambutnya nampak basah, aroma shampo menyeruak di dalam kamar tersebut.
Moza sempat melirik, namun langsung berpaling saat Naga memergoki dirinya yang sedang mencuri pandang.
Pria itu makin sumringah, merasa bisa menggoda dan menaklukkan Moza.
"Mandilah! Air panasnya sudah aku nyalakan," seru Naga yang sedang mencari pakaian di dalam lemari. Masih berantakan, Moza belum sempat merapikannya untuk Naga.
Moza perlahan menurunkan kakinya dari atas ranjang, ada rasa ngilu saat ia berjalan. Bukan pada perut, tapi bagian yang lainnya.
"Moza, apa perutmu sakit lagi?" Naga yang ternyata memperhatikan gerak-gerik istrinya lalu mendekat. Ia berjalan ke arah wanita tersebut.
"Tidak! Tidak apa-apa!" Moza buru-buru masuk ke kamar mandi. Mempercepat langkahnya meski terasa perih.
Ketika Moza sudah selesai mandi, dilihatnya Naga tidak ada di dalam kamar. "Ke mana dia?" tanya Moza pada hati kecilnya.
Penasaran, Moza ke luar kamar. Dilihatnya Naga malah nonton bola tengah malam, padahal juga habis menjebol gawang. "Apa ia tidak mengantuk?" batin Moza menatap suaminya dari belakang.
"Tidak tidur?"
Naga berbalik, "Nanti dulu. Ini sedang seru, pertandingan final!" jawab Naga antusias.
Moza tak tahu, pengusaha itu rupanya juga gila bola. "Mau aku buatkan sesuatu?"
"Susuuu! Aku mau yang hangat!"
Hampir saja jantung Moza copot. Otaknya sudah berkelana ke mana-mana.
"Hem."
Moza pun pergi ke dapur, sementara Naga asik dengan pertandingan bolanya.
"Ini! Minumlah ... masih hangat!" Setelah meletakkan segelas minuman itu di atas meja, Moza berniat kembali ke kamar Sendy.
"Moza!"
"Hem ...!"
"Duduklah di sini!" Naga menepuk sofa di sampingnya.
"Aku mau tidur," tolak Moza. Setelah kejadian di dalam kamar tadi. Moza canggung bila dekat-dekat dengan Naga.
"Kau tak suka bola?"
Moza menggeleng.
Naga lalu manggut-manggut, karena binggung cari alasan menahan Moza agar mau di sisinya. Pria itu pun melirik ke arah gelas yang ada di atas meja. Ia meraih gelas tersebut, meminumnya kemudian mengeluh.
"Tidak pakai gula?"
"Apa kurang manis?" Moza tanya balik kemudian mendekat.
"Coba kamu rasakan!"
Moza meraih gelas yang diulurkan Naga. Meminumnya sedikit. "Aneh, manis kok!" pikir Moza.
"Ini cukup manis!"
"Coba lagi yang banyak," pinta Naga.
Untuk memastikan bahwa lidahnya tak salah, Moza pun meminumnya kembali.
"Ini manis, kok!"
"Coba aku rasa ..."
Naga langsung bangkit, merapat pada Moza. Hitungan detik, pria itu mencium Moza dengan tiba-tiba. "Kamu benar, rasanya memang manis."
Pipi Moza langsung seperti terbakar. Bersambung.
Kenalan yuk sama penulis Istri Gelap.
Instagram : Sept_September2020