Bagaimana jadinya jika seorang penulis malah masuk ke dalam novel buatannya sendiri?
Kenalin, aku Lunar. Penulis apes yang terbangun di dunia fiksi ciptaanku.
Masalahnya... aku bukan jadi protagonis, melainkan Sharon Lux-tokoh antagonis yang dijadwalkan untuk dieksekusi BESOK!
Ogah mati konyol di tangan karakternya
sendiri, aku nekat mengubah takdir: Menghindari Pangeran yang ingin memenggalku, menyelamatkan kakak malaikat yang seharusnya kubunuh, dan entah bagaimana... membuat Sang Eksekutor kejam menjadi pelayan pribadiku.
Namun, ada satu bencana fatal yang kulupakan
Novel ini belum pernah kutamatkan!
Kini aku buta akan masa depan. Di tengah misteri Keluarga Midnight dan kebangkitan Ras Mata Merah yang bergerak di luar kendali penulisnya, aku harus bertahan hidup.
Pokoknya Sharon Lux harus selamat.
Alasannya sederhana: AKU GAK MAU MATI DALAM KEADAAN LAJANG!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.A Wibowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Sharon duduk di ruang keluarga besar Lux, kedua tangannya meremas rok panjangnya sambil berpura-pura tampak tenang. Padahal dari tadi ia tidak berhenti bertanya dalam hati kenapa ia dipanggil tiba-tiba.
Biasanya, rapat keluarga seperti ini hanya terjadi ketika ada sesuatu yang sangat penting… atau sangat buruk. Dan ini terjadi secara tiba-tiba, apa yang sebenarnya terjadi?
Althea duduk di sampingnya, menepuk punggung tangannya pelan. “Tenang saja, Sharon. Ayah hanya ingin menjelaskan sesuatu. Tidak akan terjadi apa-apa.”
“Kuharap begitu,” Sharon mendecak kecil, lebih ke gugup daripada marah.
Tak lama kemudian, Duke Lux datang, dengan elegan. “Akhirnya kalian datang juga.”
“Jadi ada apa Ayah sampai repot-repot mengundangku?”
Duke belum juga memulai. Ia duduk di kursi tengah. Suasana mendadak menjadi hening sebelum akhirnya ia membuka rapat dengan suara berat dan penuh wibawa.
“Aku akan langsung ke inti,” katanya. “Ada sesuatu yang harus kalian berdua ketahui. Terutama kau, Sharon.”
Sharon menahan napas. Lagi-lagi dia!
Duke berdiri dari kursinya, mengambil satu dokumen tua dari atas meja panjang. Kertasnya kecoklatan, terlihat jelas itu dokumen yang hanya disentuh saat keadaan mendesak.
“Ini mengenai keluarga Midnight,” ujarnya. “Tapi sebelum melanjutkan, ada baiknya aku sedikit menjelaskan asal usul keluarga Midnight.”
Sharon mengerjapkan mata. Asal usul? Tidak pernah ada bagian seperti ini di novel yang ia tulis. Midnight di ceritanya hanya digambarkan sebagai keluarga aristokrat kuat dan misterius. Tidak ada pembahasan mendalam. Yang ada hanya keluarga mereka memang saling membenci.
Duke melanjutkan, seolah ia tak menyadari betapa bingungnya Sharon.
“Midnight bukan sekadar keluarga bangsawan biasa. Di keluarga mereka ada dua ras. Ras pertama, hanya midnight biasa dan bukan inti, sementara ras kedua adalah masalahnya … Mereka adalah sebuah ras spesial, dan ras itu berasal dari sebuah ras lama yang seharusnya sudah punah sejak ratusan tahun lalu. Mereka lah keluarga inti dari Midnight.”
Sharon secara refleks menegakkan tubuhnya. “Ras, matarah, punah?”
Althea tampak sama terkejutnya. Meski ia putri Duke ini pertama kalinya ia mendengarkan mengenai hal ini.
Ras? Sejak kapan ada konsep ras di cerita aslinya?
Duke mengangguk pelan. “Ras itu dikenal sebagai Crimson Bloodline atau bisa dipanggil ras mata merah. Penandanya adalah mata merah—sangat merah—bahkan lebih mencolok daripada warna darah segar. Mereka berbeda dari manusia biasa. Mereka bisa dibilang makhluk magic spesial yang menjelma menjadi manusia.”
Sharon merasakan tengkuknya meremang. Crimson Bloodline? Ini… tidak pernah ada di novelku. Bahkan satu kalimat pun tidak.
Setelah dipikir-pikir lagi, ini adalah novel yang ia tulis saat masa SMP dan tidak pernah diselesaikan, hanya sampai babak menuju akhir,
“Kenapa aku tidak tahu hal ini…?” gumamnya tanpa sadar.
Apakah dunia menulis ulang plot yang kosong?
Duke meletakkan dokumen itu di atas meja.
“Karena informasi ini dihapus dari sejarah oleh para leluhur. Ras tersebut… dikabarkan punah dan menghilang tanpa penjelasan yang jelas.”
Leon yang dari tadi cukup diam dan menyimak, kini angkat suara.
“Jadi apa hubungannya dengan pertemuan ini, Tuan Duke? Itu adalah pengetahuan turun temurun dari keluarga Lux, seharusnya hanya keluarga Lux murni yang boleh mengetahui hal tersebut …”
Leon menatap tajam ke arah Sharon, lalu Gilbert. “Seharusnya anda tidak boleh membiarkan orang lain tahu … pewaris sah kan hanya nona Althea. Kenapa sampai membawa dua orang ini!”
Sharon geram. Ia sedikit naik darah. Memang secara keturunan ia bukan keluarga Lux murni karena dia berasal dari darah pelayan yang kini kabarnya telah meninggal. Jadi penerus secara sah adalah Althea. Tapi mendengarkan itu langsung dari Leon membuat dia jengkel.
“Hei apa maksudmu tuan Leon? Padahal kukira kita sudah damai!” seru sharon.
“Tidak untuk hal politik seperti ini,” potong Leon. “Aku memang berterima kasih karena telah melindungi Althea, tapi jangan lupa posisimu berada … nona tahanan.”
Sharon merah padam karena emosi, ia berdiri dari tempat duduk, menghentakkan kedua tangannya di meja hingga bunyi kayu bergema di ruangan.
BRAK!
Suaranya begitu besar sehingga membuat semua orang mendadak terdiam. Menatap Sharon.
“Aku sudah tidak tahan! Aku memang bukan keluarga Lux murni karena ibuku seorang pelayan, tapi aku juga bukan barang titipan yang bisa kau hina seenaknya!”
Leon hendak membalas, namun Althea sudah lebih dulu bangkit dan menahan Sharon sebelum situasi makin memanas.
“Sharon, sudah-sudah. duduk dulu,” bisiknya sambil memegang lengan adiknya itu. Nada Althea bukan marah, tapi memohon—tidak ingin adiknya terseret dalam pertengkaran yang tidak perlu.
Lalu Althea menatap Leon. “Kamu juga Leon, kenapa kalian tidak pernah akur?”
Duke Lux menghela napas panjang, mulutnya terkatup rapat sebelum akhirnya ia menepuk meja sekali, menuntut keheningan. Tatapan tajamnya langsung membuat ruangan kembali sunyi.
“Cukup.”
Hanya satu kata, dan kedua belah pihak terdiam.
Leon merendahkan pandangan, Althea menelan ludah gugup, dan Sharon… perlahan duduk kembali, meski wajahnya masih memerah karena campuran marah dan tersinggung.
Duke kembali menyandarkan tubuh, kedua tangannya menyatu di depan dada. “Aku memanggil kalian untuk menyampaikan informasi, bukan untuk membuat kalian saling bertengkar. Jangan buat malu, sebagai bangsawan tunjukan tindakan profesional kalian”
“Baik, mohon maaf tuan Duke.”
“Maaf ayah.”
Tatapannya lalu beralih pada Sharon. “Dan Sharon… kau di sini bukan sebagai tahanan. Kau hadir sebagai bagian dari keputusan keluarga. Aku mengundangmu karena ini menyangkut dirimu juga.”
Sharon berkedip satu kali. “…Diriku?” Ia tentu bingung dengan maksud sang Duke.
Duke mengangguk pelan, kemudian membuka dokumen tua lain yang sejak awal ia simpan di bawah berkas utama. Kertas itu lebih baru, bersegel lilin hitam dengan lambang bulan sabit—lambang resmi Midnight.
“Ini adalah alasan rapat ini diadakan.”
Semua menatap serius. Duke memecahkan segel lilin itu, membuka lembaran surat, lalu membacanya dengan suara yang sangat hati-hati.
“Keluarga Midnight… mengundang satu perwakilan resmi dari keluarga Lux untuk menghadiri pertemuan formal di wilayah mereka. Ini akan dianggap sebagai acara diplomatik antar dua pihak.”
Sharon terdiam. Leon menghela napas dalam, seakan sudah menduga arah pembicaraan. Althea menggenggam tangan Sharon erat-erat.
Gilbert, sejak awal diam di sudut ruangan, perlahan membuka mata seolah sudah siap melangkah jika diperlukan.
Sharon menelan ludah. “…Oke. Tapi apa hubungannya denganku?”
Sebenarnya ia sudah punya tebakan berdasarkan dari skenario yang akan datang, tapi dia berharap tembakannya meleset.
Duke memalingkan surat itu, menaruhnya di meja agar semua dapat melihat.
Nama yang tertera di akhir surat… SHARON LUX
Bukan Althea, bukan Duke, dan bukan juga Leon. Melainkan Tapi Sharon. Artinya ia adalah perwakilan yang diundang untuk menghadiri pertemuan formal tersebut.
Sharon terperanjat bangkit dari kursinya, hampir tanpa sadar mendorong kursinya ke belakang.
“A-apa…? Kenapa namaku ada di situ?!”
Duke menggumam rendah. “Itulah masalahnya. Nama itu dicantumkan tanpa izin kita. Midnight meminta perwakilan keluarga Lux… tapi justru memilihmu.”
Ruangan terasa mendadak lebih dingin.
Leon memejamkan mata panjang.
“Itu… jelas-jelas undangan yang mencurigakan. Pasti ada udang dibalik batu. Hubungan keluarga Midnight dengan lux sudah sangat buruk, tiba-tiba mengadakan pertemuan. Lebih baik mengabaikan saja, Tuan Duke.”
“Tidak,” potong Duke. “Justru karena hubungan kita buruk, mengadakan pertemuan seperti ini ada bagusnya. Kalau terus begini, bisa-bisa keluarga kita saling membenci dan lama kelamaan bisa saja muncul peperangan.”
“Perang?” Gumam Sharon. Benar. Memang sekarang, seharusnya plot mengarah ke peperangan keluarga Midnight.
Pertemuan ini bisa dijadikan solusi untuk mencegah pertarungan berdarah dari dua keluarga.
Althea memegang tangan Sharon semakin erat, suaranya bergetar. “Sharon… mereka menginginkanmu secara spesifik. Kita tidak tahu apa rencana mereka.”
Althea mungkin khawatir, tapi sharon cukup berani dan nekad untuk datang. Ini adalah momen tepat untuk mengubah takdir sekali lagi. Pertarungan dua keluarga harus ia cegah.
Sharon menatap surat itu lama, dadanya menegang… bukan karena takut—melainkan karena rasa berdebar.
“Aku tahu dia punya rencana…” gumam Sharon pelan, hampir hanya terdengar oleh dirinya sendiri. “Aku tahu Arthur bukan tipe yang muncul tanpa tujuan.”
Duke menutup rapat dokumen itu.
“Kita tidak punya pilihan. Undangan ini bersifat diplomatik dan tidak bisa ditolak tanpa menimbulkan masalah besar. Karena itu—Sharon… kau harus bersiap.”
Sharon memandang mereka semua.
Althea yang khawatir.
Leon yang tegang.
Gilbert yang matanya tajam, penuh kesiagaan.
Dan Duke Lux… yang tampaknya menyembunyikan kecemasan di balik ketenangannya.
Sharon menarik napas dalam, mencoba tetap tenang.
“Baik… kalau memang begitu. Aku akan mendatangi pertemuan itu!”
malah meme gw😭
Sharon sebagai antagonis palsu tuh bukan jahat—dia korban. Dan kita bisa lihat perubahan dia dari bab awal sampai sekarang.
pokonya mantap banget
rekomendasi banget bagi yang suka cerita reinkarnasi
dan villain
semangat thor