kanya adalah seorang Corporate Lawyer muda yang ambisinya setinggi gedung pencakar langit Jakarta. Di usianya yang ke-28, fokus hidupnya hanya satu, meskipun itu berarti mengorbankan setiap malam pribadinya.
Namun, rencananya yang sempurna hancur ketika ia bertemu adrian, seorang investor misterius dengan aura kekuasaan yang mematikan. Pertemuan singkat di lantai 45 sebuah fine dining di tengah senja Jakarta itu bukan sekadar perkenalan, melainkan sebuah tantangan dan janji berbahaya. Adrian tidak hanya menawarkan Pinot Noir dan keintiman yang membuat Kanya merasakan hasrat yang asing, tetapi juga sebuah permainan yang akan mengubah segalanya.
Kanya segera menyadari bahwa Adrian adalah musuh profesionalnya, investor licik di balik gugatan terbesar yang mengancam klien firman tempatnya bekerja.
Novel ini adalah kisah tentang perang di ruang sidang dan pertempuran di kamar tidur
Untuk memenangkan kasusnya, Kanya terpaksa masuk ke dunia abu-abu Adrian, menukar informasi rahasia de
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FTA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jejak Panama
Malam hari, di Ruang Kerja Penthouse Adrian.
Adrian telah mengirimkan berkas R.V.—bukan secara digital, tetapi dalam sebuah koper kulit hitam yang terkunci. Itu adalah isyarat yang jelas: dokumen ini tidak boleh memiliki jejak digital. Kanya duduk di kursi kerja Adrian, sementara Adrian berada di seberangnya, di sofa, membaca buku, sengaja memberikan ruang tetapi tetap mengawasi.
Kanya mencolokkan flash drive terenkripsi yang ada di dalam koper ke laptopnya. Berkas-berkas itu terbuka, menampilkan puluhan halaman dokumen legal offshore yang semuanya merujuk pada Norte Capital di Panama dan Rizky Virdian.
Kanya mulai membaca dengan teliti. Dia mencari celah, bukan untuk menghukum Adrian, melainkan untuk menutup lubang yang ditinggalkan Adrian.
"Kau tidak akan menemukan apa pun yang ilegal di sana, Kanya," ujar Adrian tiba-tiba, tanpa mengalihkan pandangannya dari buku. "Aku memaksakan akuisisi, ya. Tapi aku memaksanya melalui ancaman finansial dan beberapa klausa hukum yang sangat agresif. Bukan dengan kekerasan fisik."
"Menghilangkan seseorang dari pasar adalah ilegal, Adrian," balas Kanya tanpa menoleh. "Kau memberinya uang suap untuk menghilang. Itu adalah pemerasan."
"Itu adalah kesepakatan damai yang kuajukan pada seseorang yang mengkhianatiku dan mencoba mencuriku $3 juta," Adrian membalas dengan suara datar. "R.V. punya pilihan. Dia memilih menghilang dengan sejumlah uang, daripada menghadapi tuntutan Vanguard Group yang akan menghancurkan reputasinya dan sisa hidupnya."
Kanya mengabaikan pertengkaran verbal itu dan fokus pada dokumen. Dia melihat serangkaian transfer dana besar dari Norte Capital ke rekening-rekening lain, jauh sebelum insiden kecelakaan itu. Kanya mencatat bahwa $3 juta yang ditransfer Daniel bukan untuk konsultasi, tetapi dialirkan ke rekening milik PT. Cipta Graha Mandiri, sebuah perusahaan pembangunan kecil yang hampir bangkrut.
"Kenapa Daniel dan Maya mentransfer dana ke PT. Cipta Graha Mandiri?" tanya Kanya, mengunci matanya pada Adrian. "Itu tidak ada hubungannya dengan proyek gudang."
Adrian akhirnya menutup bukunya dan menatap Kanya. Matanya menunjukkan kelelahan yang dalam. "PT. Cipta Graha Mandiri adalah perusahaan milik Daniel sebelum ia bertemu denganku. Itu adalah perusahaan yang dia gunakan untuk menutupi hutang-hutangnya. Dia menggunakan Vanguard Group untuk melunasi hutang pribadinya."
Kanya menghela napas. "Jadi, Daniel tidak hanya mencuri ide proyek, dia mencuri uang Vanguard Group untuk menyelamatkan perusahaannya yang gagal. Dan Maya membantunya."
Kanya kini memiliki motif yang kuat untuk menyerang balik Daniel dan Maya—mereka tidak hanya menuntut hak kepemilikan yang samar, tetapi mereka adalah pencuri yang didorong oleh keputusasaan finansial Daniel. Penemuan ini membuat Kanya merasa lebih yakin dengan tindakannya: dia membela korban yang sesungguhnya, bukan sekadar penjahat yang kejam.
Kanya kembali membedah dokumen transfer Norte Capital yang Adrian akuisisi. Transfer dana itu sangat bersih, disahkan oleh Global Trust Fund (yang berafiliasi dengan Adrian) dan ditandatangani oleh seorang pengacara di Panama.
"Apakah kau punya salinan dokumen transfer saham R.V. yang asli?" Kanya bertanya. "Bukan hanya yang sudah diakuisisi, tapi dokumen saat R.V. masih pemilik mayoritas. Aku butuh tahu semua yang dia tanda tangani."
Adrian bangkit, berjalan ke brankas tersembunyi di balik lukisan mahal, dan mengeluarkan sebuah dokumen kertas yang sudah menguning, terbungkus plastik vakum. Dokumen itu berbau tua, dan terasa rapuh di tangan Kanya.
Itu adalah Surat Kuasa Penjualan Saham yang ditandatangani oleh R.V. enam tahun lalu.
Kanya membaca isinya. Surat itu secara sepihak memberikan kuasa penuh kepada Global Trust Fund untuk mengambil alih saham Norte Capital dengan harga yang sangat rendah, dengan klausa bahwa semua tuduhan penggelapan yang dilakukan R.V. akan dicabut.
"Ini jelas pemaksaan, Adrian," Kanya berbisik. "Ini tidak akan bertahan di pengadilan jika R.V. muncul."
"Aku tahu. Itu sebabnya R.V. tidak boleh muncul," jawab Adrian. "Tapi itu juga bukti bahwa dia mengakui kejahatannya."
Kanya melihat ke sudut dokumen. Di sana, ada notasi tangan kecil yang samar dengan tinta merah. Itu adalah tulisan tangan yang berbeda dari tulisan tangan R.V., dan itu bukan tulisan tangan Adrian. Notasi itu hanya terdiri dari tiga huruf, 'L.D.P.'
"Siapa 'L.D.P.'?" Kanya menuntut, menunjukkan notasi itu kepada Adrian. "Ini bukan inisial pengacara di Panama."
Adrian mendekat, memeriksa notasi itu, dan wajahnya langsung memucat. Matanya melebar, dan untuk pertama kalinya sejak Kanya mengenalnya, ia terlihat benar-benar takut. Itu bukan ketakutan akan kasus hukum, melainkan ketakutan pribadi yang mendalam.
Adrian segera menarik dokumen itu dari tangan Kanya. Dia mengunci kembali koper dan brankasnya dengan gerakan terburu-buru, seolah dokumen itu akan meledak.
"Lupakan inisial itu, Kanya. Lupakan semuanya," kata Adrian, suaranya rendah dan penuh bahaya. "Kau tidak pernah melihat inisial itu. Tugasmu adalah memenangkan kasus Maya dengan fokus pada penggelapan Daniel."
Kanya berdiri, menatap Adrian. Dia tahu inisial ini jauh lebih berbahaya daripada R.V., Daniel, atau Maya. "Kau berjanji tidak akan menyembunyikan apa pun dariku. Kau berbohong. Siapa L.D.P.?"
Adrian memegang bahu Kanya, sentuhannya kini bukan hasrat, melainkan upaya untuk mengendalikan. "Dia adalah orang yang menjebakku, Kanya. Dia adalah orang yang aku tidak bisa sebutkan namanya, bahkan di ruangan ini. Dia adalah alasan mengapa aku harus melakukan takeover paksa itu. Dia adalah mitra bisnismu di firma."
Kanya merasakan kepalanya berputar. "Maksudmu... salah satu Partner di firma hukumku? Siapa?"
"Aku tidak bisa memberitahumu. Belum," bisik Adrian, matanya dipenuhi peringatan. "Jika kau menyebut inisial itu di luar penthouse ini, kau tidak hanya akan menghancurkan karirmu, Kanya. Kau akan menghancurkan dirimu. L.D.P. adalah orang yang memberiku bekas luka itu, Kanya. Bukan Daniel. Daniel hanyalah boneka yang melarikan diri."
Kanya terhuyung mundur. Dia mengingat kisah Adrian tentang pecahan kaca dan pengkhianatan Daniel. Adrian berbohong. Pengkhianatan itu datang dari seorang Partner di firmanya.
"Kau berbohong padaku tentang Daniel," Kanya menggumam, rasa pengkhianatan menusuknya. Dia memercayai kisah Adrian, dan dia menggunakannya untuk menyerang Daniel dan Maya.
Adrian meraih tangan Kanya. "Aku tidak berbohong tentang pengkhianatan. Aku hanya berbohong tentang pelakunya. Kanya, kau harus tetap di firma. Kau harus memenangkan kasus Maya untuk mengalihkan perhatian dari Norte Capital. Dan kau harus mencari tahu, siapa L.D.P. itu. Kau adalah mata-mataku sekarang."
Kanya menatap Adrian. Pria ini tidak hanya menyembunyikan kejahatan; dia menanam mata-mata di firma hukumnya sendiri, mengubah Kanya dari pengacara menjadi agen ganda dalam perang yang jauh lebih besar.