"Anda memang istriku,tapi ingat....hanya di atas kertas, jadi jaga batasan Anda"
" baik.... begitu pun dengan anda, tolong jangan campuri urusan saya juga, apapun yang saya lakukan asal tidak merusak nama baik keluarga anda, tolong jangan hentikan saya"
bismillahirrahmanirrahim...
hadir lagi... si wanita lemah lembut, baik hatinya , baik adabnya , baik ucapnya....tapi ingat, Hanya untuk orang-orang yang baik padanya, apalagi pada keluarga nya...
Rukayyah... gadis bercadar yang menutupi seluruh tubuhnya dengan kain kebesaran serta berwarna hitam, bahkan hanya kedua matanya saja yang terlihat.... terpaksa harus menerima perjodohan, karena wasiat kakeknya dulu, dan memang di lingkungan pesantren semua saudaranya menikah karena di jodohkan...hanya kakak laki-lakinya yang paling lembut hatinya mencari sendiri jodoh nya, siapa lagi kalau bukan Yusuf dan Zora....
nantikan kisah selanjutnya, semoga sukaaaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Marina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
makan malam yang dingin.
Rukayyah mengambil satu cookies dari piringnya dan menyodorkannya ke depan Hilman.
"Apakah Anda mau? Saya membuat cookies ini dengan kakakku sebelum ke sini, rasanya lezat." tawar Rukayyah tulus, seperti tidak terjadi apa-apa.
Hilman mengangguk,lalu mengambil cookies yang berada di tangan istrinya.
Kemudian, tanpa jeda dan tanpa sedikit pun rasa bersalah, ia mengajukan pertanyaan yang langsung menusuk Hilman.
"Tumben belum sore sudah pulang? Bukankah pekerjaan Anda sangat penting?" tanya Rukayyah yang memang tidak tahu, apalagi dua hari ini dia tidak mengecek CCTV yang ada di rumah maupun di kantor suami, saat di rumah kakaknya, dia sibuk bermain dengan keponakannya yang berumur 4 tahun.
Hilman hampir tersedak oleh cookies yang baru masuk separuh ke tenggorokannya. Rukayyah berbicara seolah-olah ia baru saja kembali dari kunjungan singkat ke toko kelontong, bukan dari misi rahasia,mencari bukti DNA untuk mengancam ibu mertuanya, dan itu semua membuat Hilman hampir gila.
Padahal dalam hati Hilman sudah pusing memikirkan istrinya, mempertaruhkan reputasinya dan membuat Rubby menangis. Tapi Rukayyah seolah-olah tidak peduli dengan kekacauan yang ia tinggalkan.
Rukayyah memang tidak berakting. Memang dirinya tidak punya perasaan apa-apa terhadap suaminya. Hilman hanyalah objek strategis, bukan pasangan romantis. Dia belum pernah merasakan jatuh cinta sebelumnya, sehingga ia tidak mengerti mengapa Hilman harus begitu emosional hanya karena kepergiannya. Padahal dia sendiri yang bilang tidak perduli dengan urusannya.
Sementara Hilman perlahan mengambil kembali cookies lagi yang disodorkan Rukayyah di atas meja , setelah tadi hampir tersedak tapi masih bisa tertelan, apalagi cookies itu sangat lezat, ia tidak menyadari betapa dalam perasaannya telah berubah. Ia hanya tahu bahwa keanehan dan ketenangan wanita di depannya adalah hal paling menarik dan membuat kecanduan dalam hidupnya.
Rukayyah juga tidak tahu, suaminya sudah mulai mengagumi dirinya, bukan karena kecantikan fisiknya, tetapi karena kekuatan, kecerdasan, dan kesuciannya yang tak tersentuh.
Hilman memakan cookies itu, rasanya manis, berbanding terbalik dengan kekacauan yang terjadi di kantornya. Ia memutuskan untuk menunda interogasi, menikmati kelegaan yang ia rasakan.
Rukayyah menatap Hilman yang masih duduk terdiam di depannya, sibuk mengunyah cookies buatannya. Rukayyah meletakkan gelas jus alpukat-nya yang baru diminum setengah.
Tanpa berkata apa-apa, Hilman meraih gelas jus alpukat istrinya yang tinggal separuh. Ia tidak meminta izin, tidak peduli dengan higienitas, dan meminumnya tanpa rasa jijik juga bersalah. Hilman hanya bertindak berdasarkan naluri yang ingin merasa dekat dan terikat dengan wanita yang telah membuatnya gila itu.
Setelah menghabiskan jus itu dalam sekali tegukan, Hilman meletakkan gelas kosong itu dengan keras di meja. Ekspresinya masih campur aduk antara kelegaan, rasa penasaran, dan gejolak yang tak terdefinisikan.
Kemudian, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia langsung berlari ke kamarnya, seolah dikejar-kejar oleh perasaannya sendiri, untuk meredakan gejolak rasa yang ada di hatinya. Ia butuh waktu sendirian untuk memahami mengapa ia baru saja berbagi minuman dengan istrinya, sesuatu yang tidak pernah ia lakukan dengan Rubby atau wanita lain.
Rukayyah bengong dengan apa yang dilakukan suaminya itu.
"Kenapa dia lari? Apa jus alpukat itu beracun? Kenapa dia minum sisa minumanku?" gumamnya pelan.
Bagi Rukayyah, tindakan Hilman itu aneh, lucu, dan membingungkan. Ia masih belum mengerti bahwa tindakan sederhana seperti berbagi sisa minuman adalah tanda intimasi emosional yang jauh lebih besar daripada sekadar mencium bibir, dan Hilman sedang tenggelam dalam perasaan itu.
Rukaayyah mengangkat kedua bahunya acuh,lalu ia berjalan ke dapur untuk membuat jus kembali, karena dia masih haus.
***
Malam harinya, Rutinitas rumah tangga kembali ke keadaan semula, tetapi dengan ketegangan yang jauh lebih tinggi. Seperti biasa, Rukayyah menyiapkan makan malamnya dengan tenang.
Di ruang makan, kini ada Selena dan Patricia yang sudah kembali dan duduk di meja. Wajah mereka menunjukkan bahwa mereka menatapnya tidak suka, meskipun perut mereka sudah merindukan masakan Rukayyah yang enak dan sehat. Kehadiran Rukayyah yang kembali berkuasa dan membawa supercar sendiri, benar-benar menyakitkan mata mereka.
Mereka memutuskan untuk menyerang, memanfaatkan pakaian Rukayyah sebagai kelemahan.
Patricia berbicara dengan nada sok polos dan senyum yang dibuat-buat "Kakak ipar, bukannya seorang istri yang bercadar bisa membuka cadarnya saat bersama dengan suaminya, ya? Kenapa Kakak tidak membukanya?, apalagi kita juga sesama perempuan"
Patricia sengaja menanyakan hal yang ia tahu akan menyinggung status dan kebiasaan Rukayyah, sekaligus menimbulkan pertanyaan di benak Hilman yang saat itu sedang turun menuju ruang makan.
Selena segera menyela, melancarkan pukulan telak untuk menjatuhkan mental Rukayyah.
Selena Tertawa sinis"Jangan begitu, Patricia. Mungkin Rukayyah malu dengan bentuk fisiknya yang tidak secantik Rubby. Wajar saja, Rubby kan kulitnya terawat, bukan kulit desa."
Itulah watak mereka yang sebenarnya. Saat ada Rubby di sini, mereka akan menjatuhkan Rubby dengan cara memuji Rukayyah , seperti sarapan. Tapi di saat tidak ada Rubby, mereka memulai aksinya untuk menghancurkan Rukayyah secara langsung.
Rukayyah hanya berdiri diam di dekat meja makan, menata lauk pauk. Meskipun hatinya terasa sakit, ia tidak menunjukkan reaksi. Ia tahu, satu-satunya orang yang tidak akan terpengaruh adalah Hilman, karena Hilman sudah melihat dan mengagumi mata dan bahkan kakinya.
Hilman baru saja tiba di ruang makan dan mendengar hinaan Selena tentang "kulit desa" dan kecantikan fisik. Ia hendak membela Rukayyah, tetapi terlambat. Rukayyah telah mengambil alih panggung.
Rukayyah menoleh ke arah Selena dan Patricia. Suaranya terdengar tenang, lembut, namun setiap kata mengandung bobot kebenaran yang mematikan.
"Allah tidak melihat fisik seseorang, Allah melihat hatinya. Biarpun dia cantik, kalau hatinya busuk, apalagi berbohong sampai bertahun-tahun demi ambisinya, itu lebih buruk."
Udara di ruang makan seketika membeku.
Selena dan Patricia langsung terdiam. Wajah Selena yang tadinya angkuh, kini pucat pasi. Ia mengerti bahwa kata-kata "berbohong sampai bertahun-tahun demi ambisinya" adalah pukulan telak yang langsung mengarah pada rahasia Tono dan Patricia. Ia tidak tahu bagaimana Rukayyah bisa berbicara seperti itu, tetapi ia yakin menantunya itu sedang mengancam.
Hilman tertegun di ambang pintu. Ia tidak tahu detailnya, tetapi ia tahu ada yang sangat salah dari reaksi ibunya. Hilman melihat kepanikan di mata Selena, sesuatu yang belum pernah ia lihat seumur hidupnya. Ia menyadari bahwa Rukayyah tidak sedang berdebat tentang fisik, tetapi tentang kejahatan besar yang tersembunyi.
Hilman kini tahu, Istrinya tidak hanya pintar memasak atau mengemudi. Istrinya adalah pemegang rahasia yang paling berbahaya di rumah itu.
Rukayyah meletakkan sendok sayur kembali ke mangkuk.
"Mari kita makan, Tuan Hilman. Saya sudah siapkan hidangan yang menenangkan pikiran." ujar Rukayyah mengajak suaminya yang sudah sampai di ruang makan
Rukayyah telah memenangkan pertarungan itu tanpa perlu meninggikan suara. Selena hanya bisa duduk dengan tubuh gemetar, sedangkan Hilman, yang kebingungannya semakin besar, hanya bisa patuh dan duduk di kursinya. Malam itu, makanan yang seharusnya menenangkan, terasa seperti racun bagi Selena.