Kiandra Pravira, baru saja kembali ke Jakarta dengan hati yang hancur setelah dikhianati mantan kekasihnya yang menjalin hubungan dengan adiknya sendiri. Saat berusaha bangkit dan mencari pekerjaan, takdir membawanya bertemu dengan Axton Velasco, CEO tampan dari Velasco Group. Alih-alih menjadi sekretaris seperti yang ia lamar, Kiandra justru ditawari pekerjaan sebagai babysitter untuk putra Axton, Kenric, seorang bocah enam tahun yang keras kepala, nakal, dan penuh amarah karena kehilangan Ibunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melon Milk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
Kiandra sedang menyiram tanaman di taman. Semalam ia tidak bisa tidur nyenyak. Bayangkan saja, Axton ingin menginap di kamarnya! Tentu saja ia tidak mengizinkan. Apa pria itu mengira dia masih anak kecil? Rasanya beban Kiandra semakin bertambah. Bukannya hanya mengurus Kenric, tapi kini ayahnya juga. Ayah dan anak itu sama-sama keras kepala!
“Hei! Melamun lagi, ya? Pasti Tuan Axton mulai mendekatimu. Wah, ship-ku mulai berlayar nih! Yeay!” goda Helena sambil tertawa.
Kiandra langsung mengarahkan selang air ke arahnya. Sayang, Helena sigap menghindar.
“Pagi-pagi sudah menggoda. Kalian semua aneh!” seru Kiandra kesal.
“Wah, bad mood. Memangnya apa yang terjadi kemarin? Wajahmu cemberut sekali waktu pulang,” tanya Helena penasaran.
“Sial, tidak ada yang baik kemarin. Semuanya sial! Nih, lihat bibirku!” Kiandra menunjuk bibirnya.
Mata Helena langsung membulat. “Astaga! Jangan-jangan… Tuan Axton menciummu?!”
Wajah Kiandra sontak merah padam. Bagaimana Helena bisa menebaknya?!
“G-gila! B-bibirku ini cuma luka. A-apa yang kamu bicarakan! C-cium? Aku? Dengan Tuan Axton? Mana mungkin!” Kiandra terbata-bata, padahal tuduhan Helena itu benar adanya.
“Benarkah? Kukira dia menciummu. Sayang sekali, kalau aku jadi kamu, aku yang mulai duluan. Secakep itu, masa dilepas?!” Helena tertawa terbahak.
“Sudahlah, Helena. Aku harus ke kantor buat laporan hari ini. Kamu jaga Kenric dulu.” Kiandra buru-buru mengalihkan topik.
“Siap! Aku yang jaga Tuan Muda. Semoga laporanmu lancar. Kia-Ax berlayar! Woohoo!” teriak Helena, membuat Kiandra hanya bisa geleng-geleng kepala sambil masuk ke mansion.
Tuan Axton sudah berangkat lebih dulu ke kantor. Katanya ada rapat mendadak dengan timnya. Kiandra merasa lega, setidaknya ia tidak perlu berangkat bersama pria itu. Axton terlalu lengket… bukan berarti Kiandra tidak suka, hanya saja dia belum terbiasa.
Kiandra memilih baju. Rasanya ingin memakai dress hari ini. Mungkin nanti sekalian mampir ke mall sebelum pulang. Ia menemukan dress agak seksi, lalu memadukannya dengan kaus putih sebagai inner. Sepasang Heels ia kenakan. Setelah merias wajah dengan make-up tipis, Kiandra keluar kamar.
Pak Herman sudah menunggu di depan mansion. Kiandra duduk di kursi belakang. Perjalanan ke kantor cukup jauh, sekitar satu setengah jam. Sepanjang jalan, ia hanya menatap keluar jendela. Ponselnya pun membosankan karena tidak ada game di dalamnya.
Sesampainya di gedung, Kiandra berpamitan pada Pak Herman dan masuk.
“Selamat pagi, Kiandra. Senang sekali bertemu lagi. Sepertinya pekerjaanmu di mansion Tuan Axton berjalan baik,” sapa Meli ramah.
“Pagi juga, Bu. puji tuhan, lancar. Senang bertemu Ibu juga. Saya naik ke kantor Tuan dulu,” jawab Kiandra sopan.
Meli mengangguk sambil melambaikan tangan. Kiandra melangkah masuk ke lift. Dadanya berdebar. Bagaimana kalau nanti Tuan Axton menyinggung soal ciuman itu? Bagaimana aku harus menjawab? Aduh!
Sesampainya di lantai kantor Axton, ia mengetuk pintu lalu masuk. Pria itu terlihat tertunduk di mejanya. Tidur? Kiandra mendekat. Benar saja, dia tertidur. Astaga, bagaimana aku minta tanda tangan kalau begini?
Dari dekat, Kiandra bisa melihat bulu matanya yang panjang. Mirip sekali dengan Kenric. Anak itu benar-benar mewarisi semua ketampanan ayahnya. Kiandra hendak mundur ketika tiba-tiba ada yang menggenggam tangannya.
“Kamu mau pergi sekarang?” suara Axton serak, matanya sayu. Ia baru bangun.
“Tuan tadi tidur. Saya baru datang. Tanda tangan dulu, kan?” Kiandra mencoba menguasai diri.
Axton bangkit, mengambil folder dari lemari. “Aku tidak tidur, hanya sakit kepala. Tapi aku melihat bagaimana kamu menatapku. Apa aku terlihat tampan, Kiandra?”
Kiandra langsung terdiam, wajahnya memanas. Ya ampun, dia sadar?!
“D-diam, Tuan! S-saya cuma memastikan keadaan Tuan. Sudah, selesai. Saya pamit.” Kiandra buru-buru meletakkan folder di meja, hendak berbalik pergi.
“Jangan pergi. Tinggal sebentar saja…” Suara Axton terdengar lebih lirih, lalu tiba-tiba ia memeluk Kiandra dari belakang.
“A-apakah Tuan demam?! Kenapa masuk kerja kalau tidak enak badan?” Kiandra panik. Ia bisa merasakan panas tubuh pria itu menembus jasnya.
“Aku sibuk, Kiandra. Tidak bisa meninggalkan perusahaan terlalu lama.” Axton menyandarkan kepala di bahunya, matanya berat. “Kamu boleh pergi, hati-hati di jalan.”
“Kalau Kenric tahu, dia akan marah! Ayo pulang, Tuan. Tuan bisa kerja lain waktu. Istirahatlah hari ini.” Kiandra menatap mata hazel itu. Pandangannya sayu, jelas sekali sedang sakit.
“Jangan bilang Kenric. Aku akan tinggal di apartment hari ini.”
Dia punya apartment di sini? Ya ampun, masuk akal juga. Mansion terlalu jauh.
“Saya antar Tuan dulu sebelum pulang. Tidak ada bantahan. Ayo.” Kiandra menuntunnya keluar. “Tapi ya ampun, kita bisa dilihat staf Tuan! Lewat mana supaya tidak ketahuan?”
“Lewat belakang. Gunakan tangga.”
Kiandra menahan napas. Tangga? Naik turun begitu? Bisa mati berdiri! Tapi ia tetap membantu Axton. Sambil berjalan, Kiandra sempat mengirim pesan pada Pak Herman agar membeli obat dan menunggu di belakang gedung.
“Jangan berat-berat, Tuan! Nanti kita berdua jatuh!” Kiandra setengah mengomel.
“M-maaf…” suara Axton melemah. Kiandra jadi merasa bersalah.
Sesampainya di parkiran, Pak Herman sudah menunggu. Ia membantu Axton masuk ke mobil. Kiandra duduk di sampingnya.
“Ke apartment Tuan Axton,” ucap Kiandra. Pak Herman mengangguk. Mobil pun melaju. Langit semakin gelap, tanda hujan akan turun.
“D-dingin…” gumam Axton, lalu menyandarkan kepala di bahu Kiandra sambil melipat tangan di dada.
Deg! Jantung Kiandra berdegup kencang. Sial!