NovelToon NovelToon
Cinta Terlarang Yang Menggoda

Cinta Terlarang Yang Menggoda

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa / Suami ideal
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Mamicel Cio

Hana tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam semalam. Dari seorang mahasiswi yang polos, ia terjebak dalam pusaran cinta yang rumit. Hatinya hancur saat memergoki Dion, pria yang seharusnya menjadi tunangannya, selingkuh. Dalam keterpurukan, ia bertemu Dominic, pria yang dua kali usianya, tetapi mampu membuatnya merasa dicintai seperti belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Dominic Lancaster bukan pria biasa. Kaya, berkuasa, dan memiliki masa lalu yang penuh rahasia. Namun, siapa sangka pria yang telah membuat Hana jatuh cinta ternyata adalah ayah kandung dari Dion, mantan kekasihnya?

Hubungan mereka ditentang habis-habisan. Keluarga Dominic melihat Hana hanya sebagai gadis muda yang terjebak dalam pesona seorang pria matang, sementara dunia menilai mereka dengan tatapan sinis. Apakah perbedaan usia dan takdir yang kejam akan memisahkan mereka? Ataukah cinta mereka cukup kuat untuk melawan semua rintangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamicel Cio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rencana busuk Dion

Hana melangkah cepat menuju perpustakaan kampus, berharap bisa menikmati waktu tenang sejenak sebelum kelas dimulai. Namun, baru beberapa langkah, langkahnya terhenti. Suara yang paling enggan ia dengar kembali menggema di belakangnya.

“Hana!”

"Apa lagi sih nih kutu busuk!" Hana memejamkan mata sejenak, menarik napas panjang sebelum berbalik. 

Di hadapannya, Dion berdiri dengan ekspresi penuh amarah. Mata pria itu merah, entah karena kurang tidur atau terlalu banyak dipenuhi emosi yang tak tersalurkan.

"Apa lagi, Dion?" Hana bertanya dengan nada datar. Ia lelah. Lelah menghadapi pria ini yang tak henti-hentinya mengusiknya sejak kebenaran terbongkar.

Dion melangkah mendekat, wajahnya menunjukkan frustrasi yang mendalam. "Lo pikir lo bisa lari dari gue, hah? Lo pikir semuanya bakal baik-baik aja setelah lo ninggalin gue buat ayah gue sendiri?"

Hana tertawa kecil, tawa sinis yang sama sekali tidak mengandung kebahagiaan. "Gue gak ninggalin lo, Dion. Lo yang kehilangan gue karena kelakuan lo sendiri."

Dion menggeram, menggenggam pergelangan tangan Hana dengan erat. "Jangan pura-pura nggak salah, Han. Lo tahu ini salah! Ayah gue? Lo serius? Lo nggak jijik?"

Hana menatapnya tajam, lalu menepis genggaman Dion dengan kasar. "Lo yang harusnya tanya itu ke diri lo sendiri, Dion. Lo yang selingkuh, lo yang menghancurkan hubungan kita, dan sekarang lo mau menyalahkan gue?"

Dion semakin kesal. "Gue emang salah! Tapi lo nggak lihat ini aneh? Ayah gue, Han! Apa lo nggak mikirin itu?"

Hana mendekatkan wajahnya ke Dion, menatap matanya dalam-dalam. "Justru karena gue mikirin, makanya gue nggak butuh izin lo buat bahagia. Lo pikir lo siapa? Lo bukan siapa-siapa gue lagi!"

Dion terdiam. Kata-kata Hana menusuknya lebih dalam dari yang ia duga.

Hana menegakkan tubuhnya, lalu menghela napas. "Gue malas ngurusin lo, Dion. Buang-buang energi."

Ia lalu melangkah pergi, meninggalkan Dion yang masih berdiri di tempatnya. Matanya berkaca-kaca, dadanya sesak. Ia tahu, kali ini, ia benar-benar kehilangan Hana. Dan yang paling menyakitkan? Ia kehilangan bukan karena orang lain, tapi karena dirinya sendiri.

Dion duduk di dalam mobilnya dengan mata yang penuh amarah dan tekad. Tangannya mengepal di atas kemudi, otaknya terus berputar mencari cara. Ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Hana benar-benar sudah pergi dari hidupnya. 

Lebih menyakitkan lagi, wanita yang dulu begitu ia cintai kini berada di dalam pelukan ayahnya sendiri.

“Aku gak bisa biarin ini,” gumamnya pelan, penuh kebencian.

Ia mengeluarkan ponselnya, membuka kontak seseorang yang bisa membantunya dalam rencana gilanya ini. 

Butuh cara agar Hana sadar bahwa ia tidak bisa begitu saja menghindarinya, dan lebih dari itu, agar Dominic tahu bahwa Hana bukan wanita yang pantas untuknya.

Sementara itu, di sisi lain kota, Hana sedang duduk santai di kamar kosnya. Ponselnya terus bergetar, memperlihatkan serangkaian pesan dari Dominic.

Dominic: Udah makan belum?

Hana: Belum, lagi males keluar.

Dominic: Tunggu di tempat, aku kirim makanan buat kamu.

Hana: Aku bisa beli sendiri, tau!

Dominic: Tapi aku mau manjain kamu, sayang. Gak boleh?

"Coba anaknya, cuma nanya udah makan belom? Nih bapaknya langsung kirim makanan!"

Hana tersenyum kecil. Hatinya menghangat membaca pesan dari pria itu. Dominic memang jauh lebih dewasa, lebih perhatian, dan yang terpenting, tidak pernah memperlakukannya seperti Dion dulu, penuh kebohongan dan pengkhianatan.

Tapi senyumnya perlahan memudar saat layar ponselnya tiba-tiba menampilkan panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Hana ragu sejenak, tapi akhirnya ia mengangkatnya.

"Halo?"

"Hana..."

Hana langsung mengenali suara itu. Suara yang sudah sangat ia hapal, namun kini hanya membuat hatinya muak.

"Dion?"

"Tolong... kita bicara sebentar, aku cuma butuh waktu lima menit aja," suara Dion terdengar lemah, seolah penuh penyesalan.

Hana menghela napas panjang. Ia tahu ini jebakan. Ia tahu Dion bukan pria yang akan menyerah begitu saja.

"Aku gak punya waktu buat omong kosong kamu lagi, Dion," tegas Hana, siap memutus panggilan.

"Kalau begitu... aku bakal cari cara lain buat bikin kamu datang ke aku."

Hana langsung merasakan firasat buruk di dadanya. Tangannya mencengkeram ponselnya erat.

Sementara itu, Dominic yang baru saja mengirimkan pesanan makanan untuk Hana, merasa ada yang tidak beres. Ia segera menghubungi kekasihnya.

"Sayang, kamu kenapa?" tanyanya begitu Hana mengangkat teleponnya.

Hana menggigit bibirnya, menatap layar ponsel dengan perasaan campur aduk. "Dion... dia bilang bakal cari cara lain buat bikin aku datang ke dia."

Wajah Dominic langsung menegang. "Dia ngancam kamu?"

"Aku gak tahu... tapi aku takut."

Dominic meraih kunci mobilnya dengan gerakan cepat. "Aku datang sekarang. Jangan ke mana-mana."

Dion boleh punya rencana, tapi Dominic tidak akan tinggal diam. Jika Dion berpikir bisa merebut kembali Hana, maka ia harus berhadapan dengannya lebih dulu.

"Kok mendadak nggak ada kabar?" Hana menatap ponselnya dengan gelisah. 

Dominic tadi bilang akan datang, tapi sudah hampir satu jam dan tidak ada tanda-tanda kehadirannya. Biasanya, jika ada halangan, Dominic akan mengirim pesan atau menelepon, tapi kali ini, tidak ada kabar sama sekali.

Ia mencoba menghubungi Dominic, tapi teleponnya hanya berdering tanpa jawaban. Hatinya mulai tidak tenang.

Saat itulah, sebuah ketukan terdengar di depan pintu kosnya. Hana mengernyitkan dahi. Siapa yang datang malam-malam begini? Dengan hati-hati, ia melangkah ke arah pintu dan mengintip dari celah.

Dion.

Jantung Hana langsung berdegup kencang. Ia menggigit bibirnya, ragu untuk membuka pintu. Tapi sebelum ia bisa mengambil keputusan, suara Dion terdengar dari luar.

"Aku hanya ingin memberikan ini, dari ayah," ujar Dion, sambil mengangkat kantong makanan di tangannya. 

Hana berhenti sejenak, bingung. Kenapa Dominic harus mengutus Dion untuk mengirim makanan? Hal itu terasa begitu tidak masuk akal. 

"Aku nggak percaya," ucap Hana tegas, tetap enggan membuka pintu. 

 Dion menarik napas panjang, lalu mengeluarkan ponselnya.

"Lihatlah sendiri, ini pesan dari ayahku. Dia terlalu sibuk dan memintaku untuk mengantarkan makanan ini padamu," katanya seraya menunjukkan layar ponsel yang menyala kepada Hana. 

Hana menggigit bibirnya keras, ragu. Akhirnya dengan sangat terpaksa, ia membuka pintu hanya seujung kuku dan meraih kantong makanan tersebut. 

Namun, sebelum pintu sempat tertutup lagi, Dion cekatan menahannya dengan tangan. 

"Bisa kita bicara sebentar?" pinta Dion dengan suara halus yang tidak biasa, hampir mendesak.

"Tuhan! Nggak ada lagi yang perlu dibicarakan, Dion," tolak Hana dengan nada yang lebih tajam dari biasanya.

"Aku hanya ingin klarifikasi... tentang kita. Aku tahu aku telah udah salah, aku sadar telah menyakitimu," Dion memulai, suaranya penuh penyesalan. 

Namun, sebelum ia bisa melanjutkan, Hana memotong dingin, "Kamu sudah menyakitiku lebih dari yang kamu bisa bayangkan, Dion." Suaranya mengeras, "Dan aku sudah menemukan kebahagiaan baruku sekarang. Aku udah bahagia sekarang. Aku gak butuh penjelasan atau klarifikasi dari kamu."

Dion menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada amarah, ada kepedihan, dan ada sesuatu yang lain, obsesi.

"Tapi Hana… lo beneran mau sama ayah gue? Lo gak lihat betapa anehnya semua ini?" tanya Dion, nadanya tajam penuh skeptisisme. 

Hana menggenggam tepi pintu lebih erat, berusaha menenangkan diri.

"Umur cuma angka, Dion. Dan dia mencintai aku lebih dari siapapun," jawab Hana dengan suara yang ia usahakan terdengar tegas meski dada rasanya sesak. 

Dion terkekeh sinis, seolah-olah Hana baru saja melontarkan lelucon murahan. 

"Kita lihat aja, Hana. Kita lihat seberapa lama lo bertahan," katanya, lalu berbalik dan melangkah pergi. 

Hana tahu Dion. Dia bukan tipe yang mudah menyerah. Ini pasti belum selesai. Saat pintu kututup, ia menarik napas panjang dan menunduk menatap kantong makanan di tanganku. 

Harapan kecil muncul di benaknya bahwa Dominic akan segera menelepon, menjelaskan semuanya, membuat Hana yakin pada pilihannya. Tapi kenapa firasat buruk ini tidak mau hilang? Kenapa setiap kata Dion terdengar seperti peringatan yang tidak bisa kusingkirkan?

Hana membuka kantong makanan perlahan, berusaha mengalihkan pikiranku.

"Jadi ini beneran dari bapaknya apa anaknya?" gumam Hana, lebih kepada diriku sendiri. 

Begitu kantong dibuka, aroma lezat langsung menyeruak, memenuhi ruangan.

"Astaga, wangi banget woy!" kata Hana tanpa sadar, mencoba menyamarkan rasa canggung di dalam hati. 

Namun, perutnya yang lapar tidak peduli. Bunyi pelan yang keluar darinya seperti mendorong untuk segera makan, walaupun pikiran belum juga bisa lepas dari Dion dan kata-katanya.

"Daddy... kamu beneran mencintaiku, kan? Selebih dari yang lainnya?" tanya Hana dalam hati, tanpa ada jawaban yang bisa ia dapatkan kecuali sunyi.

Ia mengambil sendok dan mulai menyuap perlahan. Rasanya enak, seperti biasa. Tapi entah kenapa, ada sesuatu yang terasa… aneh.

Hana menatap kotak makanan yang diberikan Dion tadi. Ia sedikit ragu, tetapi karena tahu itu dari Dominic, atau setidaknya begitu yang dikatakan Dion, ia pun mulai menyantapnya.

Rasanya memang sedikit aneh, seperti ada rempah-rempah yang terlalu kuat. Namun, karena perutnya sudah lapar, Hana tidak berpikir panjang.

Beberapa menit setelah makanan itu habis, tubuhnya mulai terasa berbeda.

Panas.

Hana mengernyit. Ia membuka kancing teratas bajunya, mencoba memberi ruang lebih banyak untuk udara, tetapi semakin lama, rasa panas itu malah semakin menjadi.

Jantungnya berdebar lebih cepat, tubuhnya mulai terasa sensitif.

"Ada apa denganku?" gumamnya seraya mengusap wajah yang mulai memerah.

Gairah aneh mulai merayap ke seluruh tubuhnya. Hana menggigit bibir, berusaha mengendalikan diri, tetapi sensasi itu terus menghantamnya, membuatnya merasa ingin disentuh, ingin didekap, ingin lebih dari sekadar pelukan.

Dominic!

"Daddy, tolong angkat!" Hana buru-buru meraih ponselnya dan menghubungi kekasihnya.

“Sayang?” Suara Dominic terdengar berat dan khawatir di seberang sana.

Hana terdiam sesaat. Napasnya sudah mulai tersengal. Ia bahkan tidak tahu bagaimana menjelaskan apa yang sedang Terjadi padanya.

"Daddy... aku merasa aneh," suaranya terdengar gemetar.

"Aneh bagaimana?" Dominic langsung serius.

"Seperti… tubuhku panas. Aku merasa—" Hana menggigit bibirnya, malu untuk melanjutkan.

Ada jeda sebelum Dominic bertanya dengan nada lebih rendah, "Kamu di mana sekarang?"

"Di kost."

"Jangan ke mana-mana. Aku ke sana sekarang."

Sambungan terputus, dan Hana menjatuhkan ponselnya. Tangannya meremas selimut, tubuhnya bergetar karena sensasi yang tidak ia mengerti.

Sementara seseorang masuk ke kost Hana, "Lihatlah... Aku mendapatkan apapun yang aku inginkan."

Bersambung... 

1
Mastutikeko Prasetyoningrum
semangat buat kakak penulisnya smoga ini awal cerita yg alurnya bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!