NovelToon NovelToon
Raja Arlan

Raja Arlan

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Dunia Lain / Fantasi Isekai
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: BigMan

Namaku Arian. Usia? Ya... paruh baya lah. Jangan tanya detail, nanti aku merasa tua. Yang jelas, aku hidup normal—bekerja, makan, tidur, dan menghabiskan waktu dengan nonton anime atau baca manga. Kekuatan super? Sihir? Dunia lain? Aku suka banget semua itu.

Dan jujur aja, mungkin aku terlalu tenggelam dalam semua itu. Sampai-sampai aku latihan bela diri diam-diam. Belajar teknik pedang dari video online. Latihan fisik tiap pagi.

Semua demi satu alasan sederhana: Kalau suatu hari dunia ini tiba-tiba berubah seperti di anime, aku mau siap.

Konyol, ya? Aku juga mikir gitu… sampai hari itu datang. Aku bereinkarnasi.

Ini kisahku. Dari seorang otaku paruh baya yang mati konyol, menjadi petarung sejati di dunia sihir.
Namaku Arian. Dan ini... awal dari legenda Raja Arlan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BigMan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 13 - Daftar Nama Pertama: Saniel, Bunga Liar yang Belum Mekar

Saniel berdiri dengan canggung di hadapanku, peluh masih menetes dari pelipisnya. Rambut pirangnya kusut menutupi sebagian wajahnya, dan napasnya belum sepenuhnya stabil. Ia belum sadar betapa langkah kecilnya ke arahku kini menjadi sorotan seluruh halaman.

Dan reaksi pun mulai bermunculan.

“Apa? Saniel?”

“Yang benar saja… Dia bahkan belum bisa menyempurnakan form dasar!”

“Kenapa bukan Lucas atau Duran? Mereka sudah ikut ekspedisi tiga kali!”

“Pangeran ini bercanda atau buta…”

Suara-suara lirih bercampur bisik-bisik tak percaya memenuhi udara. Tapi aku tetap tenang, menatap lurus pada Saniel. Ia tampak gugup, matanya melirik ke kiri dan kanan, mungkin berharap ini hanya mimpi buruk yang akan segera berlalu.

Namun ketika mataku bertemu dengan matanya… ia langsung terpaku.

“Saniel,” panggilku lembut, namun ada ketegasan di balik nada suara itu. “Kemarilah.”

Ia melangkah pelan, ragu-ragu seperti anak kecil yang dipanggil guru karena melakukan kesalahan. Sampai akhirnya ia berdiri di hadapanku, menunduk dalam-dalam.

“A-Ampun, Yang Mulia… Jika ada kesalahan yang kulakukan—”

“Tidak ada yang salah,” potongku. “Tenanglah. Ini hanya… percakapan.”

Aku menarik napas, lalu menatapnya lekat-lekat.

“Kau tahu aku lemah, bukan?” tanyaku pelan.

Saniel terlihat bingung. “Y-Ya, Yang Mulia. Tapi itu bukan…”

“Aku tahu rumor tentangku. Tentang tubuhku yang rapuh, tak bisa berdiri lebih dari lima menit. Tentang aku yang tak pernah keluar kamar. Tentang aku yang... bukan calon pewaris yang kuat.” Aku tersenyum tipis. “Aku yakin, bahkan rumor itu sampai ke luar istana, bukan?”

Ia menunduk lebih dalam, nyaris menyentuh tanah. “I-Itu hanya omong kosong orang-orang… Saya tak percaya—”

Aku mengangkat tangan, menghentikannya.

“Tenang. Aku tidak tersinggung.” Mataku menyipit sedikit. “Tapi kau pasti bertanya… kenapa aku memilih ksatria yang masih mentah sepertimu, dan bukan para petarung top istana?”

Saniel menggigit bibirnya, tapi tidak berani menjawab.

“Biar aku jelaskan. Tapi sebelum itu… jawab dulu satu pertanyaan dariku.”

Aku mencondongkan tubuh ke depan, dan suasana mendadak menjadi sunyi. Bahkan suara burung pun seolah menahan napas.

“Kenapa kau memilih menjadi ksatria pedang?”

Saniel menegakkan tubuhnya perlahan. Matanya masih goyah, tapi ada sedikit api kecil di sana.

“Karena…" Menghela nafas. "Ayah... Ibu... Adik... mereka terbunuh, dan saya... Saya terlalu lemah untuk bisa melindungi mereka. Karena itu, saya tidak ingin orang lain mengalami hal yang sama. Jadi..." Tangan Saniel mengepal erat, dengan wajah emosi penuh trauma masa lalu.

"...Jadi saya pikir… dengan pedang, saya bisa menjadi kuat dan bisa melindungi orang lain."

Aku mengangguk pelan.

“Jawabanmu benar. Tapi… Pilihanmu salah.”

Saniel tertegun. “Salah…?”

"Aku menunjuk ke arahnya. “Auramu... kau tahu? Kau terlalu lemah untuk jadi ksatria pedang. Merahmu pudar, birumu hampir mati. Gerakanmu kasar. Ototmu belum terbentuk. Refleksmu buruk.”

Ia menunduk, menahan rasa malu yang menyengat.

“Tapi… ada sesuatu yang lain,” lanjutku, suaraku semakin dalam.

“Di balik keraguan dan kecanggunganmu… ada aura lain. Sesuatu yang tidak terlihat oleh orang-orang di sekitarmu.”

Aku mengangkat tanganku perlahan, dan mata sihirku terbuka lebar. Dalam pandanganku, aura Saniel memancar samar—hijau lembut dengan semburat ungu gelap… dan di tengahnya, secercah cahaya emas tipis yang belum matang.

“Mana-mu... sangat padat. Kau memiliki potensi sihir alami. Alam dan kegelapan... dua kutub yang berbeda dalam satu badan. Dan percikan emas itu... berarti kau bisa melampaui batas. Jika diarahkan dengan benar.”

Saniel mematung. “Saya... apa?”

Sebelum aku bisa lanjut berbicara, Seraphine melangkah satu langkah ke depan, alisnya mengernyit dalam keterkejutan.

“...Tunggu,” gumamnya. “Bagaimana kau tahu warna auranya?”

Aku melirik padanya, tenang. “Aku bisa melihatnya.”

Ia menatapku lama, seolah mencoba membaca wajahku. “Itu... mustahil. Bahkan aku—aku perlu kristal pantulan untuk mendeteksi aliran mana dan warna auranya. Bola kristal langka dari timur… bahkan yang terbaik pun hanya bisa menangkap lapisan luar aura.”

Lyra ikut menyahut pelan, matanya berkilat geli. “Jadi, Pangeran kita bisa menatap aura begitu saja? Dengan mata telanjang~?”

Seraphine mengabaikannya, masih menatapku dengan campuran rasa penasaran dan ketegangan.

“Tak ada manusia biasa yang bisa melakukan itu,” lanjutnya. “Kecuali kau... sudah melampaui batas persepsi manusia. Atau... kau bukan manusia biasa.”

Aku hanya tersenyum. “Mungkin aku hanya ‘pangeran sakit-sakitan’ yang terlalu banyak menghabiskan waktu di kamar untuk memikirkan hal-hal aneh.”

Seraphine mendecak pelan. “Atau kau menyimpan sesuatu yang jauh lebih besar dari yang kau tunjukkan…”

Aku tak menjawabnya. Tapi mataku kembali pada Saniel.

“Jika kau bersedia menjadi pengawalku… kau harus membuang pedangmu.”

Ia terkejut. “T-Tapi…”

“Masuklah ke Akademi Sihir. Mulai dari nol. Lupakan form pedang. Lupakan rankingmu sekarang. Dan jadilah penyihir.”

Matanya membesar, terbuka seperti tak percaya. Para ksatria di sekitar kami saling bertukar pandang.

“Pangeran... menjadikan ksatria pedang... penyihir?”

“Apa ini bagian dari seleksi anehnya?”

“Apa dia serius?”

Para ksatria lain saling berbisik pelan, namun telingaku cukup tajam untuk bisa mendengarnya.

Tapi aku tetap menatap Saniel.

“Ini bukan hukuman. Ini pilihan. Tapi aku tidak suka membuang waktu dengan orang yang tidak percaya pada dirinya sendiri.”

Aku bersandar kembali di kursi rodaku. “Jadi... apa jawabanmu, Saniel?”

Ia mengepalkan tangannya. Matanya masih gemetar, tapi ada nyala emas di sana. “Jika Yang Mulia benar-benar melihat sesuatu dalam diri saya… maka saya akan membuang pedang ini.”

Tangannya bergerak, melepaskan sarung pedang dari pinggangnya. Ia berlutut dan meletakkannya di depan kursi rodaku.

“Dan saya akan belajar... menjadi kekuatan yang layak berada di sisi Anda.”

Aku mengangguk pelan. “Bagus. Mulai besok, kau akan berlatih dengan Seraphine. Dia akan mengawasimu.”

Seraphine mendengus pelan. “Membina anak ayam, huh? Baiklah, kalau itu perintah.”

Lyra bertepuk tangan pelan. “Wah~ Seraphine jadi guru galak. Aku tak sabar melihatnya~”

Saniel masih menunduk, tapi kini tubuhnya lebih tegak. Lebih… percaya.

Dan sebelum aku sempat melanjutkan, langkah-langkah berat mendekat lagi. Barcos Gattan kembali bersama sepuluh orang berpakaian khusus—pakaian latihan para ksatria peringkat atas.

“Yang Mulia,” katanya. “Para ksatria top 10 sudah dikumpulkan seperti permintaan Anda.”

Aku menatap mereka satu per satu. Aura mereka menyala terang. Merah tajam, biru tua, bahkan beberapa dengan percikan ungu tipis. Tapi… tidak ada satu pun yang menunjukkan cahaya emas seperti milik Saniel. Kekuatan mereka... stabil, tapi stagnan.

“Bagus,” ucapku sambil tersenyum. "Mari kita lihat... siapa yang pantas berjalan bersamaku di jalan berduri yang akan datang."

Dan di sanalah, babak berikutnya dimulai.

Seleksi kekuatan, dan awal dari rencana besar membentuk pasukan yang tidak pernah dikenal oleh sejarah kerajaan—Pasukan Elit milik Pangeran Sakit-Sakitan.

Yang ternyata... tak selemah yang dikira dunia.

1
budiman_tulungagung
satu bab satu mawar 🌹
Big Man: Wahh.. thanks kak..
total 1 replies
y@y@
👍🏿🌟👍🌟👍🏿
budiman_tulungagung
ayo up lagi lebih semangat
Big Man: Siap.. Mksh kak..
total 1 replies
R AN L
di tunggu kelanjutannya
Big Man: Siap kak.. lagi ditulis ya...
total 1 replies
y@y@
👍🌟👍🏻🌟👍
Big Man: thanks kak..
total 1 replies
y@y@
👍🏿⭐👍🏻⭐👍🏿
y@y@
🌟👍👍🏻👍🌟
y@y@
⭐👍🏿👍🏻👍🏿⭐
y@y@
👍🌟👍🏻🌟👍
y@y@
👍🏿⭐👍🏻⭐👍🏿
y@y@
🌟👍👍🏻👍🌟
y@y@
⭐👍🏿👍🏻👍🏿⭐
y@y@
⭐👍🏿👍🏻👍🏿⭐
y@y@
⭐👍🏻👍👍🏻⭐
y@y@
👍🏿🌟👍🌟👍🏿
y@y@
👍🏻⭐👍⭐👍🏻
y@y@
🌟👍🏿👍👍🏿🌟
y@y@
⭐👍🏻👍👍🏻⭐
y@y@
👍🏿🌟👍🌟👍🏿
y@y@
👍🏻⭐👍⭐👍🏻
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!