*Khusus Bacaan Dewasa*
Sinopsis: Make, pemuda tampan dan kaya, mengalami kebangkrutan keluarga. Dia menjadi "anak orang kaya gagal dan terpuruk" dan dibuang pacarnya yang berpikiran materialistis adalah segalanya. Namun, nasib baik datang ketika dia mendapatkan "Sistem Uang Tidak Terbatas".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MZI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31: Kehidupan Sebelumnya
Dengan pikiran yang masih berkecamuk, Make berjalan menuju ruang kerjanya. Di sana, ia duduk di depan komputer dan mulai membuka beberapa dokumen terkait bisnisnya. Mengalihkan fokus pada pekerjaannya adalah salah satu cara terbaik baginya untuk sementara waktu melupakan kekacauan emosional yang sedang ia alami.
Namun, konsentrasinya buyar dengan cepat. Bayangan wajah Lia dan Ratna, tatapan sedih kedua orang tuanya. Ia tidak bisa memungkiri bahwa pertemuannya dengan keluarga kandungnya telah membuka luka lama yang selama ini tertutup rapat. Meskipun ia berusaha meyakinkan dirinya untuk melupakan masa lalu dan menikmati kebebasan hidupnya saat ini, ada sesuatu di dalam dirinya yang terasa tidak tenang.
Tiba-tiba, notifikasi dari Sistem muncul di benaknya:
[Misi Sampingan 'Bisikan dari Masa Lalu' Berlanjut!]
[Tujuan Saat Ini: Temui kembali Lia dan Ratna.]
[Hadiah: Potensi pemulihan sebagian memori masa lalu yang lebih jelas, informasi tambahan mengenai 'kejadian' yang menyebabkan hilangnya ingatan.]
Make terdiam menatap notifikasi itu. Meskipun ia berusaha mengabaikan masa lalunya, Sistem seolah terus menariknya kembali. Ada dorongan kuat dalam dirinya untuk mengetahui kebenaran, untuk memahami mengapa ia tidak mengingat apa pun tentang kehidupan sebelumnya, meskipun ia berpikir secara logika jika itu masa kecil siapapun pasti juga akan melakukan itu tapi tidak sepenuhnya.
Sedangkan Make benar-benar melupakan kejadian itu bahkan ia merasa orang tua saat inilah satu-satunya keluarganya yang ia pikirkan sebelumnya.
Make segera bangkit dari kursinya dan berjalan keluar dari ruang kerjanya. Ia mengambil kunci mobilnya dan bergegas menuju garasi. Pikirannya dipenuhi oleh campuran rasa ingin tahu, kebingungan, dan sedikit harapan. Ia tidak tahu apa yang akan ia temukan di rumah Lia dan Ratna, namun ia merasa ia harus pergi ke sana.
Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, menyusuri jalanan yang familiar menuju rumah yang baru beberapa hari lalu ia datangi. Perasaan aneh menyelimutinya. Ia merasa seperti kembali ke tempat yang asing namun terasa, seolah ada sesuatu yang menariknya kembali ke sana.
Sepanjang perjalanan, Make mencoba mempersiapkan diri untuk percakapan yang akan datang. Ia menyusun pertanyaan-pertanyaan di benaknya, mencoba mengantisipasi jawaban yang mungkin ia dapatkan. Namun, ia tahu ia harus tetap terbuka dan menerima apa pun yang akan ia temukan.
---
Perjalanan Make menuju rumah Lia dan Ratna terasa semakin jauh dan sunyi. Jalanan aspal yang mulus perlahan berubah menjadi jalanan berbatu yang berkelok-kelok, membelah hamparan sawah yang menghijau dan perkebunan karet yang sunyi. Rumah-rumah penduduk semakin jarang terlihat, digantikan oleh hamparan alam yang luas dan tenang. Udara pagi yang segar bercampur dengan aroma tanah basah dan dedaunan, menciptakan suasana pedesaan yang damai.
Semakin dalam Make memasuki pedalaman, semakin kuat pula perasaan aneh yang menyelimutinya. Ia merasa seperti ditarik oleh kekuatan tak kasat mata, sebuah nostalgia samar yang belum sepenuhnya ia pahami.
Kilasan-kilasan gambar tak jelas muncul di benaknya: suara deburan ombak, aroma asin laut, dan bayangan seorang wanita berwajah lembut yang tersenyum padanya.
Apakah ini sisa-sisa ingatannya yang mulai kembali? Atau hanya imajinasinya yang bermain-main fi kepalanya?
Perjalanan ini terasa seperti ziarah menuju masa lalu yang hilang. Setiap kilometer yang ia tempuh, setiap pemandangan baru yang ia lewati, seolah membangkitkan kenangan samar yang terkubur dalam benaknya. Ia merasa seperti sedang mencari kepingan-kepingan dirinya yang hilang, berharap bisa menyusun kembali identitasnya yang sebenarnya.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya Make melihat rumah tua yang tampak di kejauhan. Rumah kayu sederhana dengan cat yang mulai mengelupas itu dikelilingi oleh halaman yang luas dan rindang. Pepohonan besar yang tumbuh di sekitarnya memberikan kesan teduh dan tenang. Make menginjak rem mobilnya perlahan dan memarkirkannya di tepi jalan.
Ia menarik napas dalam-dalam sebelum keluar dari mobil. Udara pagi terasa sejuk dan segar. Suara burung-burung berkicau di pepohonan menambah suasana damai di sekitar rumah itu. Make berjalan perlahan menuju pintu rumah, hatinya berdebar-debar. Ia tidak tahu sambutan seperti apa yang akan ia terima, namun ia tahu ia harus menghadapi masa lalunya, apa pun kenyataannya. Tangannya terulur untuk mengetuk pintu kayu yang tampak rapuh itu. Suara ketukan pelan itu memecah kesunyian pagi, menandakan dimulainya babak baru dalam pencarian jati diri Make.
---
Jantung Make berdebar keras seiring langkah kakinya mendekati rumah itu. Setiap batu kerikil di bawah sepatunya terasa begitu keras di tengah keheningan pagi. Rumah itu, dengan catnya yang mengelupas dan jendelanya yang tampak sayu, memancarkan aura kesedihan dan kerinduan yang entah mengapa terasa begitu familiar di hatinya. Ada benang tak kasat mata yang menariknya ke tempat ini, sebuah perasaan yang samar namun kuat.
Ia berhenti tepat di depan pintu kayu yang tampak rapuh. Tangannya terulur, namun ragu sejenak. Di balik pintu ini, tersembunyi kepingan-kepingan masa lalunya yang hilang, sebuah kebenaran yang mungkin akan mengubah seluruh hidupnya. Rasa takut dan harapan bercampur aduk dalam dadanya, menciptakan gejolak emosi yang menyesakkan.
Make memejamkan matanya sejenak, menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan kegelisahannya. Ia membayangkan wajah Lia dan Ratna, air mata kerinduan di mata mereka, dan pengakuan yang membingungkan tentang dirinya sebagai Raka.
Mungkinkah ia benar-benar memiliki masa lalu di tempat ini? Mungkinkah ia telah melupakan sebagian besar hidupnya? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar-putar di benaknya, semakin memperkuat keinginannya untuk mengetahui kebenaran.
Dengan tubuh yang sedikit gemetar, akhirnya Make mengetuk pintu. Suara ketukan pelan itu memecah kesunyian pagi, menggema di antara pepohonan rindang di halaman. Setiap detik setelah ketukan itu terasa begitu lambat, dipenuhi oleh antisipasi dan kecemasan. Ia menunggu dengan napas tertahan, berharap pintu itu segera terbuka dan mengungkap misteri yang selama ini tersembunyi dalam ingatannya. Perasaan aneh dan asing semakin kuat, menghipnotisnya ke dalam momen yang menentukan ini.
---
Keheningan menyambut Make saat pintu kayu itu terbuka tanpa terkunci. Rumah itu terasa kosong, sunyi seperti ditinggalkan dalam beberapa waktu yang cukup lama. Debu tipis menari dalam ruangan cahaya matahari pagi yang menyusup melalui jendela-jendela.
Namun, di tengah kеsepian itu, Make merasakan sesuatu yang menariknya lebih dalam.
Kakinya melangkah perlahan memasuki ruang tamu yang sederhana namun pasti.
Matanya ditarik pada dinding yang dipenuhi foto-foto anak kecil. Setiap wajah dalam foto itu... Memperlihatkan foto buram yang sama diberikan Pak Rido sebelumnya. Senyum polos, mata bulat penuh keceriaan... itu adalah dirinya. Dirinya yang telah hilang dari ingatannya.
Di atas meja kayu di tengah ruangan, tertumpuk beberapa album foto yang tampak usang. Dengan tangan gemetar, Make meraih salah satunya. Halaman demi halaman ia buka, menampilkan rekam jejak kehidupannya dari bayi merah hingga seorang bocah laki-laki berusia sekitar lima tahun. Setiap foto ia lihat, menceritakan kisah yang telah lama terlupakan. Tawa riang di pantai, pelukan hangat seorang wanita berwajah lembut, dan seorang pria tegap yang tersenyum bangga... menyentuh kenangan di hatinya yang paling dalam.
Air matanya tanpa sadar mulai menggenang di pelupuk.
Tiba-tiba, sebuah cahaya terang muncul di benaknya, diikuti oleh notifikasi dari Sistem:
[Pemberitahuan Sistem!]
[Selamat! Memori masa lalu yang signifikan telah terdeteksi.]
[Apakah pengguna ingin mengakses dan melihat rekam jejak memori ini sekarang?]
[YA/TIDAK]
Jantung Make berdebar kencang. Di hadapannya terbentang kesempatan untuk melihat masa lalunya yang hilang, untuk memahami siapa dirinya sebenarnya.
Namun, rasa takut juga menyeruak. Apa yang akan ia lihat?
Kenangan indah atau kenangan pahit yang menyebabkan kehilangan ingatannya? Kebingungan melanda, namun rasa ingin tahu yang kuat akhirnya mengalahkan keraguannya.
Dengan tekad bulat, Make memilih YA.
Seketika, ia langsung tertarik paksa ke masa lalu dari dalam benaknya. Ia melihat dirinya, Make kecil berusia lima tahun, dengan mata berbinar-binar penuh semangat menatap ayahnya yang tegap dan berkulit legam, seorang nelayan yang telah menghabiskan hidupnya di laut.
Rumah sederhana mereka terasa hangat oleh tawa dan kasih sayang. Ibunya, wanita berwajah lembut dalam foto, tersenyum penuh cinta saat menyiapkan sarapan. Neneknya, Ratna, duduk di sudut ruangan, merajut sambil melantunkan lagu daerah yang menenangkan.
Hari itu, Make kecil merengek pada ayahnya, menarik-narik ujung bajunya dengan mata memelas.
"Ayah... Raka ikut mencari ikan ya? Raka ingin lihat laut!"
Ayahnya tersenyum lembut namun menggelengkan kepalanya. "Tidak bisa, Nak. Laut itu berbahaya. Kamu masih kecil."
Namun, Make kecil tidak menyerah. Air mata mulai mengalir di pipinya, suaranya memeriahkan hati orang tuanya. "Tapi Raka ingin sekali, Ayah... Sekali ini saja..."
Ibunya yang melihat air mata putranya merasa iba. Ia menatap suaminya dengan tatapan memohon. Akhirnya, dengan berat hati, sang ayah menghela napas.
"Baiklah. Kamu boleh ikut, tapi ibumu juga harus ikut. Dan kamu harus berjanji untuk selalu berada di dekat kami."
Kegirangan menyelimuti wajah Make kecil. Ia memeluk ayahnya dengan erat, merasa bahagia tak terkira. Mereka bertiga menaiki perahu mereka, berlayar meninggalkan pantai menuju laut lepas yang biru dan luas. Make kecil tertawa riang merasakan angin laut menyapu wajahnya, menyaksikan burung-burung camar di atas kepala mereka.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Tiba-tiba, langit menggelap, angin bertiup semakin kencang, dan ombak mulai membesar. Badai datang menghantam mereka tanpa ampun. Perahu mereka terombang-ambing mengerikan. Ayah dan ibu Make berpegang erat ke sisi perahu, wajah mereka penuh ketegangan.
"Argh.."
Make kecil terhempas ke sisi lain, kepalanya terbentur keras pada tiang kayu perahu. Rasa sakit menyebar di kepalanya, membuatnya meringis kesakitan.
Bencana yang lebih dahsyat datang kembali. Ombak raksasa menggulung mereka, mengangkat perahu mereka tinggi-tinggi sebelum menghempaskan kembali ke laut dengan keras. Perahu itu mengguncang hebat, melemparkan semua orang ke laut yang mengamuk. Make kecil merasakan tubuhnya terombang-ambing di antara gelombang besar, air asin mengisi mulut dan hidungnya. Ia melihat ayahnya melambai-lambai tak berdaya sebelum tenggelam di bawah ombak.
"Raka! Pegang tangan ibu..Nak!"
Ia melihat ibunya menjerit memanggil namanya sebelum kehilangan jejak di antara gelombang yang dahsyat. Kepalanya terasa sakit menyengat, dan kegelapan mulai menyelimutinya.
Visualisasi itu memendam perlahan, meninggalkan Make dewasa terengah-engah dengan air mata yang membanjiri wajahnya. Ia merasakan kehilangan yang mendalam, kesedihan yang menyayat hati atas keluarga yang telah lama hilang dari ingatannya.
Sekarang ia tahu... ia tahu siapa dirinya, dan ia tahu bagaimana ia kehilangan mereka. Rasa sakit itu menyeruak menggantikan kebingungan, meninggalkan luka yang menganga di hatinya.
Bersambung...