"Ketimbang jadi sadboy, mending ajarin aku caranya bercinta."
Guyonan Alessa yang tak seharusnya terucap itu membawa petaka.
Wanita sebatang kara yang nekat ke Berlin itu berteman dengan Gerry, seorang pria sadboy yang melarikan diri ke Berlin karena patah hati.
Awalnya, pertemanan mereka biasa-biasa saja. Tapi, semua berubah saat keduanya memutuskan untuk menjadi partner bercinta tanpa perasaan.
Akankah Alessa dapat mengobati kepedihan hati Gerry dan mengubah status mereka menjadi kekasih sungguhan?
Lanjutan novel Ayah Darurat Untuk Janinku 🌸
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09. Nomor Alessa
..."Kenapa aku nggak pernah tau nomor telefonnya?!!!" — Gerry Anderson...
Pagi yang begitu cerah di penghujung musim gugur, dengan mentari yang begitu bersemangat menyinari ibu kota Negeri Bir itu.
Alessa terbangun setelah malam panjangnya bersama Gerry. Wanita bermata biru itu mengerjap-ngerjapkan matanya. Sesekali ia menguceknya.
“Akkk!” Alessa berteriak saat memutar posisi tubuhnya. Ia memegang pinggulnya yang pegal. Ulah siapa lagi kalau bukan pria yang saat ini sedang memeluknya dari belakang itu?!
Alessa menoleh ke belakang, ke arah Gerry yang masih sibuk merajut mimpi. Entah apa yang pria itu mimpikan, tapi ia begitu pulas. Sampai-sampai pria itu tak sadar kalau Alessa memindahkan lengan kekarnya ke atas kasur.
“Dasar pembohong!” gerutu Alessa geram. Ia menggigit bibirnya menahan kekesalannya karena semalaman menjadi sasaran empuk pria itu. Kedepannya ia akan memikirkan berulang kali jika memang ingin menginap di sana.
Tapi untuk apa juga wanita itu menginap di sana kalau bukan untuk bercinta? Yah … sejujurnya, jauh di lubuk hati Alessa yang paling dalam, ia menjadi candu merasakan keperkasaan pria itu. Bagaimana tidak? Hormon bahagianya selalu terproduksi saat ia mencapai klimaks. Dan tentu saja ia menikmati momen kebersamaan dengan pria yang diam-diam mencuri hatinya itu. Hanya saja, untuk saat ini ia tak ingin berfikir banyak, mau dibawa ke mana hubungan itu?
Alessa bangkit dari tidurnya, menapaki lantai dan pergi ke kamar mandi. Wanita itu mandi dan membersihkan diri. Ia tak lupa mengeringkan rambutnya di dalam kamar mandi sebelum keluar. Setelah itu, ia pun keluar dari kamar mandi menuju balkon. Pakaian dalam yang kemaren ia cuci, ternyata sudah kering, karena ia meletakkannya tepat di depan kompresor pendingin.
Alessa kembali ke dalam apartemen. Pria itu masih saja tertidur dengan pulas. Wanita itu memutuskan bersiap-siap dan pergi diam-diam tanpa membangunkan pria itu dari mimpi indahnya.
“Aku pergi dulu ya. Sampai bertemu lagi besok, Sadboy!” Ucap Alessa dengan suara perlahan dari ujung ranjang yang Gerry tiduri. Ia memang sengaja tak membangunkan pria itu.
Setelah berada di loby apartemen, Alessa pun berjalan sekitar 500 meter menuju ke Mohrenstraße, sebuah jalan yang ada di pusat kota Berlin. Di sana, ia menaiki Stadtschnellbahn atau S-Bahn, kereta api komuter untuk menuju ke Mauerpark yang membutuhkan waktu sekitar 30 menit.
Selama di dalam S-Bahn, Alessa duduk diam sambil termenung. Pikirannya dibawa terbang melayang mengingat kejadian semalam. Semua terjadi begitu cepat. Ia yang selama ini tak pernah tertarik dengan percintaan, tapi sejak pertemuan pertama dengan Gerry, ia tertarik dan menjadi penasaran dengan sosok pria itu.
Itulah kenapa Alessa kerap kali memberanikan diri untuk mengajak pria itu jalan-jalan sekedar berkenalan. Tapi sekarang? Hubungan mereka malah melenceng dari targetnya.
“Sayangnya … hubungan kita hanya sebatas partner bercinta,” keluh Alessa saat itu. Ia menghela nafas dalam saat melihat gedung-gedung arsitek yang indah di Kota Berlin itu.
Setibanya Alessa di Mauerpark, ia berjalan dengan langkah yang perlahan. Kedua tangannya ia sisipkan ke dalam mantel coklatnya. Mata birunya berkeliling melihat satu per satu orang yang ada di taman itu. Sebenarnya, ini masih terlalu pagi untuknya datang ke sana, karena mana ada penyanyi jalanan yang akan tampil di pagi hari? Tapi ia tak ingin melewatkan waktu selama ia berada di Jerman. Siapa tahu, hari ini usahanya membuahkan hasil?
“Daddy … semoga hari ini kita bertemu,” batin Alessa penuh harap.
Alessa mengeluarkan sebuah foto tua dari kantong mantel coklatnya. Kemudian di tatapnya pria muda di foto hitam putih yang mulai usang itu. Pria muda yang ada di foto usang itu mirip sekali dengan Alessa, hanya saja mereka berbeda kelamin.
“Aku bela-belain belajar bahasa Jerman biar ketemu Daddy. Masa sampai sejauh ini aku datang, tapi kita nggak ketemu?”
Alessa berjongkok, kemudian duduk tepat di atas hamparan rumput hijau yang masih segar di taman kota itu.
“Dua bulan lagi, visa ku akan expired. Aku bingung harus perpanjang … atau kembali ke Indonesia.”
“Tapi … di Indonesia ataupun di sini, aku nggak punya siapa-siapa.”
"Mommy udah nggak ada. Daddy nggak kasian biarin aku sendirian?"
"Atau ... Daddy emang nggak peduli sama aku? Makanya Mommy dan Daddy nggak pernah bersatu?"
Tanpa sadar Alessa menitikkan airmatanya. Ada perasaan sedih dan sepi yang sempat terlupakan saat bersama Gerry, kini perasaan itu kembali hadir dan menghantui dirinya. Hal yang paling menakutkan di dunia setelah tidak memiliki uang adalah … kita tak punya siapapun untuk tempat pulang atau sekedar berkeluh kesah.
...🌸...
Saat Alessa sibuk mencari ayahnya di Mauerpark, Gerry terbangun dari mimpi indahnya. Ia bangun dan duduk dari tidur sambil menatap sekeliling.
“Alessa?”
“Al?”
Gerry bergegas duduk dari tidurnya, lalu ia melompat ke lantai dan pergi ke kamar mandi. “Ale?”
Kosong.
Pria itu menuju ke balkon. “Alessa?”
Pun tak ditemukan sosok yang menemaninya malam tadi.
Kemudian Gerry mencari pakaian serta tas wanita itu di lantai dan sofa apartemennya. Juga tak ada.
“Ck!” Gerry berdecak sebal saat menyadari ia ditinggal tanpa pamit oleh Alessa. Pria itu pun bergegas meraih ponselnya, kemudian ia membuka aplikasi pesan singkat.
"Argh!" Gerry mencengkeram kuat benda pipih yang ada tangannya saat itu. Ia melempar benda itu ke atas ranjang, lalu ia duduk di sisi ranjang karena rasa frustasi di pagi hari.
"Kenapa aku nggak pernah tau nomor telefonnya?!!!"
"ARGH!!! SIAL!!!"
Gerry menghempaskan badannya ke atas ranjang dengan kaki yang menapaki lantai. Ia menatap langit-langit kamar karena terlalu kesal pada dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia tak pernah menanyakan kontak wanita itu? Mau tak mau, ia harus bersabar hingga esok hari.
...🌸...
Epilog.
"Guten Abend!" (Selamat sore!)
Alessa menyapa seorang pria yang saat itu baru datang ke restoran tempat ia bekerja.
"Hier ist die Speisekarte." (Ini menunya)
Wanita berambut ekor kuda itu menyerahkan buku menu kepada Gerry, pria yang sukses membuat ia terpesona pada pandangan pertama. Ia tertegun dan sempat tak berkedip menatapi indahnya wajah dan tubuh pria itu.
"Sorry, english, please. I can't speak Deutsch." (Maaf, tolong gunakan bahasa Inggris. Aku nggak bisa bahasa Jerman)
Saat pria itu berbicara, suara baritonnya terdengar sangat nge-bass dan membuat Alessa tertegun. Alessa pun tersenyum kepada Gerry saat itu. "Okay."
Drttt. Drttt.
"Just a minute." Gerry meminta Alessa untuk menunggunya sebentar, karena saat itu ia akan menerima panggilan.
"Halo. Iya, gimana, Pak?"
Alessa terkejut bukan kepalang saat pria itu berbicara dalam bahasa Indonesia. Pikirnya pria itu adalah warga Jerman, atau bisa saja turis yang sedang datang ke Jerman. Tapi ia tak menyangka pria itu berasal dari negara yang sama dengannya.
"Oh, jadi semua sudah berganti nama ya."
"Okay. Nanti saya cek email yang Bapak kirim."
"Okay. Terima kasih banyak, Pak Reno."
Gerry mematikan panggilannya, kemudian ia meletakkan ponselnya di atas meja. Tangan kekarnya yang berurat mengambil menu yang tadinya diberikan oleh Alessa.
"Umm ...." Gerry menatap penasaran ke arah menu. Mencari-cari menu apakah yang akan ia pesan. Padahal saat ini ia tak begitu lapar.
"Mau coba menu signature kita?" Alessa menawarkan bantuan kepada Gerry.
Tentu saja Gerry mengangkat wajahnya saat wanita itu berbicara menggunakan bahasa Indonesia kepadanya.
Kedua mata mereka saling beradu pandang. Saat itu juga, Alessa menatap dengan sangat dalam bola mata hitam legam milik pria itu. Ia tersenyum sambil berbicara dengan lembut dan sopan. "Saya juga orang Indonesia."
"Oh. Okay." Gerry hanya mengiyakan dan tersenyum dingin sesaat.
Tentu saja hal itu membuat Alessa terkejut bukan kepalang. Harapannya tak sesuai kenyataan! Pria itu ternyata lebih dingin dari yang ia bayangkan!
...🌸...
...🌸...
...🌸...
...Bersambung .......
Alessa kan kak??
❤❤❤❤❤
ampuuunnn..
manis sekali lhoooo..
jadi teehura..
berkaca2..
❤❤❤❤❤❤
akhirnya mumer sendiri..
😀😀😀😀😀❤❤❤❤
berjanggut ya jadi pangling gonk..
😀😀😀❤❤❤❤❤