NovelToon NovelToon
Endless Legacy

Endless Legacy

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy / Cinta Beda Dunia / Teen School/College / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Elf
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Rivelle

Kathleen tidak pernah menyangka bahwa rasa penasaran bisa menyeret hidupnya ke dalam bahaya besar!

Semua berawal dari kehadiran seorang cowok misterius di kelas barunya yang bernama William Anderson. Will memang selalu terkesan cuek, dingin, dan suka menyendiri. Namun, ia tidak sadar kalau sikap antisosialnya yang justru telah menarik perhatian dan membuat gadis itu terlanjur jatuh hati padanya.

Hingga suatu hari, rentetan peristiwa menakutkan pun mulai datang ketika Kathleen tak sengaja mengetahui rahasia siapa William sebenarnya.

Terjebak dalam rantai takdir yang mengerikan, membuat mereka berdua harus siap terlibat dalam pertarungan sesungguhnya. Tidak ada yang dapat mereka lakukan lagi, selain mengakhiri semua mimpi buruk ini sebelum terlambat!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rivelle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25 - Hanya sebatas teman.

Aku memang tidak berhak melarangnya dekat dengan siapa pun, namun yang membuatku semakin tidak paham adalah sikap anehnya itu masih saja terus berlanjut, bahkan hingga sekolah hampir usai. William terus-menerus menghindar dan melakukan hal yang betul-betul membuatku makan hati. Entah dia sengaja atau tidak. Tapi, apa masalahnya?

Daripada cuma menerka-nerka yang hanya akan menimbulkan kesalahpahaman, aku pun lekas menghampirinya selepas pelajaran terakhirku selesai. William masih ada di kelas seni dan aku memutuskan untuk menunggu cowok itu di depan ruang kelasnya.

Setelah lima belas menit berlalu, kulihat pintu dari ruang kelas seni itu pun terbuka. Will kemudian melangkah keluar seraya mengaitkan sebelah tangannya ke tali ransel di pundak. Ia terdiam sejenak dan kembali membuang muka ketika matanya bertemu pandang denganku.

“Tunggu, Will!” Aku buru-buru mencegatnya sebelum ia pergi. “Apa kau bisa menjelaskannya padaku?”

“Jelaskan apa?” jawabnya tak bertele-tele.

“Sikapmu.”

Ia menghela napas lalu merogoh saku celananya untuk mengambil kunci mobil. “Sikapku dari dulu memang seperti ini, jadi tidak ada yang perlu kujelaskan lagi.”

Aku memandang wajahnya dengan serius. “Tidak. Kelihatan jelas dari sorot matamu kalau ada yang sedang coba kau sembunyikan dariku. Kau juga hari ini berbeda, cara bicaramu tidak seperti biasanya.”

“Berbeda bagaimana? Itu hanya perasaanmu saja,” balasnya lantas berjalan melewati bahuku dengan sikap tak acuh.

“William, aku masih belum selesai berbicara denganmu!” panggilku lantang seraya menarik pergelangan tangannya. Namun, cowok itu langsung melepaskan genggaman tanganku dan kembali memasang raut datar.

“Apa lagi yang mau kau bicarakan? Aku tidak punya waktu kalau hanya untuk mendengarkan keluhanmu.”

“Kumohon jangan seperti ini. Apa aku sudah melakukan kesalahan padamu?”

“Tidak usah khawatir. Kau tidak melakukan kesalahan apapun padaku.”

“Lalu kenapa kau tiba-tiba menjauhiku?”

“Menjauh? Memang sebelumnya kita pernah dekat?”

“Will ....” Lidahku kelu saat hendak mengatakan kalau kita memang terasa dekat, bahkan benar-benar dekat sampai aku tidak ingin berada jauh darinya.

“Kenapa diam? Kau tidak bisa menjawab?”

Aku menunduk sambil menggigiti bagian dalam bibirku yang mulai bergetar.

“Jangan bersikap bodoh. Kau hanya akan menyakiti perasaanmu sendiri dengan hal yang tidak pasti.”

“Itulah sebabnya aku ingin tahu alasanmu.”

“Kau sungguh-sungguh ingin tahu?” tanyanya dan segera kubalas dengan anggukan yakin.

“Ya. Tolong katakan dengan jujur.”

Mata kelabunya mengamati wajahku tanpa berkedip. “Kita hanya sebatas teman, tapi kau malah berharap lebih padaku.”

Aku langsung terdiam ketika mendengar kalimat itu keluar dari mulutnya. Hatiku tertohok. Teman? Apakah memang hanya aku sendiri yang memiliki perasaan lebih padanya?

“Lantas untuk apa kau memberikan ini padaku?” sergahku seraya menunjukkan sepotong kertas yang ia berikan saat di pesta. “Kau bilang aku akan menemukan jawaban dari semua pertanyaanku. Aku sudah berhasil menemukannya, tapi sekarang kau malah menganggap seolah-olah ini tidak ada artinya.”

“Asal kau tahu, itu hanyalah sebuah teka-teki biasa yang tidak perlu kau anggap serius.”

“Bagaimana kalau aku sudah menganggapnya serius?”

“Maka menjauhlah dariku, karena aku tidak akan pernah bisa memenuhi keinginan hatimu.”

Harapanku rasanya hancur berkeping-keping. “Jadi, tentang pengakuan kau menyukaiku ... itu semua cuma omong kosong belaka?”

“Ya. Anggap saja seperti itu,” balasnya enteng.

Aku mengangguk. “Baiklah ... kalau memang itu yang kau mau. Aku akan menjauh darimu, seperti yang kau katakan barusan. Maaf kalau aku sudah berani berharap lebih padamu, Will. Aku tidak tahu kalau ternyata perasaanku selama ini membuatmu tidak nyaman.”

Ia memalingkan wajahnya ke arah lain. Tatapannya mendung dan berjarak.

“Terima kasih kau sudah mau jujur padaku. Aku hanya ingin bilang, biar bagaimanapun, kau adalah salah satu temanku yang paling berharga. Itu saja,” kataku lantas berpaling pergi dari sana.

Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dengan William. Sikapnya kembali dingin, padahal ia baru saja menunjukkan sisi hangat yang telah berhasil membuatku terlanjur jatuh hati padanya.

***

Musim dingin membuat siang hari terasa begitu cepat berlalu. Langit sudah menggelap dan malam ini salju pertama turun lebih awal untuk menutupi permukaan bumi. Aku menyusuri bahu jalan yang mulai tertimbun oleh salju tipis.

Suasana di sekitar sini tampak sepi, tidak ada banyak kendaraan lain yang berlalu-lalang. Bus sekolah terakhir pun sudah lewat dua puluh menit yang lalu. Aku menghentikan langkah dan menengadahkan kepala ke langit, merasakan setiap butiran salju yang menyapu wajahku dengan lembut.

Dari ujung jalan, seberkas cahaya yang cukup terang tiba-tiba mendekat ke arahku. Pancaran cahaya itu datang dari sebuah mobil hitam yang terlihat sedang menepi ke bahu jalan. Mobil itu berhenti di dekatku. Aku memicingkan mata begitu mendapati seorang cowok mengenakan sweter turtleneck berwarna oranye gelap melangkah keluar dari sana dengan ekspresi gusar.

“Kathleen, apa yang sedang kau lakukan di sini?” Steve memandang ke sekeliling.

Aku bisa melihat asap dari embusan napasnya di saat udara dingin seperti ini.

“Kau harus cepat pulang. Kudengar malam ini salju pertama akan turun lebih lebat.” Ia menggosokkan kedua tangannya yang mulai terasa linu karena suhu udara terus menurun drastis dari sebelumnya. “Ayo, ikut ... aku akan mengantarmu pulang sekarang,” ajaknya seraya menggandeng tanganku.

Aku hanya berdiri mematung di tempat. Sebuah perasaan yang tidak bisa dijelaskan bercampur aduk dalam benakku. Ribuan bunga yang baru saja tadi pagi bermekaran, kini telah gugur hingga tak bersisa. Dadaku terasa sesak dan mataku mulai berkaca-kaca. Tanpa kusadari, air mata pun jatuh membasahi pipiku.

“Hei, ada apa? Kenapa kau menangis?” tanya Steve sembari menggenggam erat bahuku.

Sungguh memalukan menangis seperti bayi di hadapannya. Tetapi, mau bagaimana lagi? Ini diluar kemampuanku. Sangat sulit untuk mengutarakannya lewat kata-kata.

Ia menatapku dengan bingung. “Apakah ini karena William? Maaf, kalau aku tidak sopan. Tapi sewaktu pulang sekolah tadi, aku tidak sengaja melihat kalian berdua bertengkar. Apa kau sedang ada masalah dengannya?”

Aku tidak menjawab.

“Kathleen, kalau kau membutuhkan seseorang untuk tempat bercerita, kau bisa menceritakan semuanya padaku. Tidak baik memendam masalah sendirian. Aku siap mendengarkan keluh kesahmu kapan pun dan di mana pun.”

Kuseka air mata yang tak henti-hentinya mengalir dari pelupukku.

Steve ikut mengusap air mataku dan langsung merengkuh tubuhku ke dalam pelukannya. “Tidak apa-apa, menangislah. Menangislah kalau itu memang bisa membuatmu merasa lebih baik. Aku akan menemanimu sampai kau tenang,” ungkapnya sembari menepuk-nepuk pelan punggungku.

Sejujurnya, aku tidak bisa berhenti berharap lebih pada William. Jangankan menjauh, tidak memikirkannya saja betul-betul sulit. Aku sungguh tidak percaya dengan apa yang telah ia katakan. Kuharap, ini hanyalah sekadar mimpi buruk yang akan cepat sirna ketika aku terbangun dari tidurku nanti.

1
🐌KANG MAGERAN🐌
mampir kak, semangat dr 'Ajari aku hijrah' 😊
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
ceritanya bagus, tulisannya rapih banget 😍😍😍😍
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐: punya ku berantakan, ya ampun 🙈
𝓡𝓲𝓿𝓮𝓵𝓵𝓮 ᯓᡣ𐭩: makasih kaa~/Rose/
total 2 replies
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
/Scare//Scare//Scare/
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
ya ampun serem banget
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
. jadi ikut panik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!