"Ketimbang jadi sadboy, mending ajarin aku caranya bercinta."
Guyonan Alessa yang tak seharusnya terucap itu membawa petaka.
Wanita sebatang kara yang nekat ke Berlin itu berteman dengan Gerry, seorang pria sadboy yang melarikan diri ke Berlin karena patah hati.
Awalnya, pertemanan mereka biasa-biasa saja. Tapi, semua berubah saat keduanya memutuskan untuk menjadi partner bercinta tanpa perasaan.
Akankah Alessa dapat mengobati kepedihan hati Gerry dan mengubah status mereka menjadi kekasih sungguhan?
Lanjutan novel Ayah Darurat Untuk Janinku 🌸
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Ketulusan Seseorang
...“Anggap semua ini ketulusan dari seseorang yang mencintaimu.” — Gerry Anderson...
Sore itu, Gerry mengemudi mobil ke jalanan yang sedikit padat. Namun tak sepadat di Indonesia. Selain karena akhir pekan, sekarang adalah waktunya beberapa orang pulang bekerja.
Alessa terlihat diam di samping kursi kemudi. Wanita dengan mata biru itu menatap lurus ke depan. Ia masih berkutat dengan kesedihan dan kekesalannya pada pria yang ada di sampingnya saat ini.
Gerry menyentuh tangan kiri Alessa menggunakan tangan kanannya. Sementara tangan kanannya memegang stir mobil.
"Alessa." Gerry menoleh ke kanan, karena kursi kemudi di Eropa berada di kiri. "Masih kesal?"
Alessa membuang wajahnya ke kanan. Bukan karena ia merajuk, tapi ia malu menunjukkan wajahnya yang berantakan saat itu. Ia merasa sikapnya saat itu sangat kekanakan. Tapi apa boleh buat? Wanita mana yang ingin terlihat berantakan di depan pria yang ia taksir?
"Aku punya satu permintaan selama seminggu ini," tutur Gerry sambil menatap lurus ke depan. Sesekali ia menoleh ke arah Alessa.
"Hm, aku mendengarkanmu," jawab Alessa singkat.
"Aku ingin ... dalam seminggu ini, kita berlibur layaknya pasangan yang sedang pergi liburan bersama."
"Apa?!" Alessa langsung menoleh ke arah Gerry dengan ekspresi yang sangat terkejut. Matanya sempurna membulat dengan mulut setengah terbuka.
"Please? Untuk kenangan terakhir kita. Aku ingin ... Berlin punya memori tersendiri untuk kita berdua."
Mendengarkan penjelasan Gerry, Alessa tak mampu menahan kesedihan hatinya yang semakin tak tertahankan. Padahal, sejak tadi ia sudah menahan hati, tapi sekarang pria itu malah membuat hatinya semakin rapuh?
"Kenapa?" Tanya Alessa penasaran.
"Aku akan menceritakannya setelah liburan ini usai."
"Haaa ... lagi-lagi setelah liburan ini usai!" rutuk Alessa dalam hati. Memangnya ada apa setelah liburan itu usai? Ia akan pergi berbahagia dengan wanita yang berhasil mencuri hatinya? Lalu dirinya di tinggalkan sendiri dalam kesendirian dan kehampaan? Ck! Kurang ajar sekali pria itu!
Tapi ... Alessa tak dapat menolak permintaan pria itu. Karena jauh di lubuk hatinya, ia pun mengharapkan Berlin menyimpan berjuta kenangan antara ia dan pria itu.
"Andai aku penulis, akan kubuat novel yang berjudul My Hot Partner in Berlin!" seloroh Alessa dalam hati. Apalagi kalau bukan tentang memiliki partner bercinta di kota besar itu? Tapi novelnya dengan akhir yang tak bahagia. Karena pemeran utama wanita jatuh cinta pada pemeran utama pria yang jatuh cinta pada wanita lain. Sementara pemeran utama wanita? Ia berakhir dengan sangat menyedihkan!
"Hah! Rumit sekali!" pikir Alessa dalam hati sambil menatap kesal ke wajah tampan pria imdi depan matanya. Ia teramat sangat dongkol pada pria itu. Tapi ya itu, ia tak bisa berbuat apa-apa? Yah, apalagi kalau bukan karena ia sudah menjadi bucin?
"Alessa?" panggil Gerry membuyarkan lamunan Alessa. Pria itu menaikkan alis kirinya.
"Eh? Ah ... o-oh ... iya. Baiklah!" Refleks Alessa mengiyakan permintaan Gerry.
Mendengarkan jawaban Alessa, Gerry merasa sangat bahagia. Namun ada luka yang tersayat semakin dalam di hatinya. Tentu saja ia sadar, semakin dalam ia membuat kenangan dengan wanita itu, semakin dalam juga ia terjatuh dalam kesedihan yang tak berujung.
"Danke!" Gerry mengecup punggung tangan wanita itu sambil mengucapkan terima kasih dalam bahasa Jerman.
Tentu saja kecupan di punggung tangan itu membuat Alessa semakin terbelalak. Jantungnya mendadak berdetak kencang dan dibuat semakin tak karuan.
"Terkadang aku ragu. Sebenarnya kamu itu sadboy ... atau playboy?" sentil Alessa karena kesal. Pria itu pintar sekali membolak-balikkan hati dan perasaannya. Bibirnya melengkung ke bawah dengan lirikan tajam ke arah Gerry.
Gerry tertawa terbahak-bahak mendengarkan sentilan Alessa. Ia tak tersinggung. Yah ... mungkin karena ia sudah mahir dalam mendekati wanita sejak dulu. Hanya saja wanita yang ia dekati tak selalu berakhir bahagia bersamanya.
Waktu pun terus berlalu. Mobil yang mereka tumpangi kini sudah berada di pinggiran sungai Rhine atau dikenal Rhine River. Saat tiba di sana, hari sudah larut malam.
Gerry menoleh ke arah wanita di sampingnya. Wanita itu sudah tidur dengan sangat lelap. Tapi, pastinya posisi tidur di kursi tak akan nyaman. Ia pun melepaskan seatbeltnya dan melepaskan seatbelt Alessa. Namun saat berhadapan dengan wajah wanita itu, Gerry berhenti sejenak dan menatap wajah tenang itu.
"Bolehkah aku egois untuk kali ini saja?" batin Gerry saat itu. Kemudian ia mendaratkan bibirnya ke kening Alessa. Membuat wanita itu terbangun dari tidurnya.
"Gerry?" Alessa menatap pria itu. Kemudian ia melihat sekitar. Seperti sedang berada di hutan dan di depan sana ia dapat melihat ada sebuah sungai melalui sinar lampu mobil. "Kita di mana? Ini jam berapa? Maaf aku ketiduran."
"Kita di Rhine River. Masih pukul 10 malam. Maaf aku mengganggumu," jawab Gerry sambil tersenyum. Tanpa sadar tangannya membelai lembut pipi Alessa. "Pindah ke belakang ya?"
Mata Alessa yang masih bengkak karena bangun tidur dibuat terbelalak oleh ucapan Gerry. "Hah? Sekarang? Aku cape dan sekarang aku lagi mens."
Ctak!
Gerry menyentil jidat Alessa, membuat wanita itu meringis kesakitan.
“Aw!” ringis Alessa sambil mengusap jidatnya yang panas karena sentilan Gerry.
“Apa hanya bercinta yang ada dipikiranmu? Hm?” kekeh Gerry sambil kembali duduk dengan posisi yang benar di kursi kemudi.
“Pindah ke belakang ya? Itu tuh kalimat keramat yang sama seperti kamu mengatakan ‘mau ke apartemenku’?” jelas Alessa sambil mencebik manja. “Karena, setiap kamu mengatakan hal seperti itu, pasti kita selalu berujung bercinta. Jadi, aku nggak salah, ‘kan?”
Gerry tertawa terbahak-bahak mendengarkan ucapan wanita itu. Tangan kanannya langsung meraih sesuatu tepat di belakangnya.
Klik!
Saat suara tersebut terdengar, semua yang ada di dalam mobil itu terlihat sangat jelas. Interior ruangan mini yang sudah di design khusus untuk bepergian menggunakan mobil itu. Ada dapur mini, toilet mini, ada kasur juga di belakang sana dan ada beberapa tempat penyimpanan barang yang tersedia.
“Wahhh,” Alessa menatap kagum ke dalam isi mobil yang ia tumpangi saat itu.
Gerry berpindah ke belakang tanpa harus keluar dari mobil. Ia memanjat tempat duduknya agar bisa masuk ke bagian inti mobil itu. “Kita istirahat di kasur saja. Biar lebih nyaman.”
Alessa mengangguk pelan. Ia pun mengikuti pria itu pindah ke belakang dan melihat-lihat interior mobil itu. Ia juga melihat di dalam toilet mini itu ada shower dan wastafel. “Wah, ini pertama kalinya aku melihat campervan. Selama ini, aku hanya melihatnya di gambar.”
“Ngomong-ngomong, berapa biaya untuk perjalanan kita selama seminggu? Berikan aku nomor rekeningmu?” Alessa merogoh mantel coklatnya dan mengeluarkan ponsel. “Aku akan mentransfer sebagian dan—”
“Alessa?” Gerry memanggil wanita itu dan ia menepuk-nepuk kasur yang saat itu sedang ia tiduri. “Kemarilah.”
“Tapi aku nggak enak kalo belum membayarkan—”
“Alessa?” Gerry kembali menyela ucapan wanita itu. “Aku yang ke sana, atau kamu yang ke sini?”
Mendengarkan ancaman Gerry, Alessa pun ngerti dan mendekati pria itu. Ia merebahkan tubuhnya ke atas kasur tersebut dan memposisikan tubuhnya miring menghadap Gerry. Kedua mata mereka saling bertatapan.
“Selama bersamaku, kamu nggak usah memikirkan biaya apapun.”
“Tapi—”
“Anggap semua ini ketulusan dari seseorang yang mencintaimu.”
Ucapan Gerry sukses membuat jantung Alessa berhenti sesaat. Apa? Ketulusan dari seseorang yang mencintainya? Ck! Jika saat ini akal sehatnya tak ada, maka ucapan pria itu akan ia telan mentah-mentah. Tapi maaf, ia tak akan semudah itu percaya dengan tipu muslihat playboy yang berkedok sadboy itu!
Alessa tersenyum tipis. Suaranya menciut dan mimik wajahnya kecut. “Ketulusan dari seseorang yang mencintaimu?"
“Hati-hati dalam berbicara. Tak semua wanita pantas mendengarkan ucapan seperti itu,” imbuh Alessa sambil memejamkan matanya.
Meskipun tak bisa tidur, Alessa memaksa dirinya untuk terlelap malam itu. Sementara Gerry, perasaannya terus menerus ditolak oleh Alessa hanya dengan sebuah ucapan.
“Ya, seharusnya aku tak mengatakannya pada wanita yang sudah milik orang lain,” batin Gerry pilu.
...🌸...
...🌸...
...🌸...
...Bersambung …....
Alessa kan kak??
❤❤❤❤❤
ampuuunnn..
manis sekali lhoooo..
jadi teehura..
berkaca2..
❤❤❤❤❤❤
akhirnya mumer sendiri..
😀😀😀😀😀❤❤❤❤
berjanggut ya jadi pangling gonk..
😀😀😀❤❤❤❤❤