*Khusus Bacaan Dewasa*
Sinopsis: Make, pemuda tampan dan kaya, mengalami kebangkrutan keluarga. Dia menjadi "anak orang kaya gagal dan terpuruk" dan dibuang pacarnya yang berpikiran materialistis adalah segalanya. Namun, nasib baik datang ketika dia mendapatkan "Sistem Uang Tidak Terbatas".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MZI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Mencoba Menarik Perhatian
Make bangkit dari sofa dan meraih pakaiannya yang berserakan di atas lantai yang dingin. Sambil mengenakan kembali pakaiannya, ia melirik ke arah Anya yang mulai membuka matanya perlahan. Wajahnya tampak merona dan rambutnya sedikit berantakan, namun ada pancaran kebahagiaan yang jelas di matanya.
"Terima kasih, Make," bisik Anya dengan suara serak, mengulurkan tangannya untuk menyentuh lengan Make.
Make menepis tangan Anya dengan lembut, ia tidak ingin Anya menyentuhnya lagi. "Sama-sama," jawabnya singkat, tanpa menatap matanya. Ia sudah mendapatkan apa yang ia inginkan, dan ia tidak ingin memperpanjang keintiman ini lebih dari yang diperlukan.
Tepat saat Make hendak beranjak, ponselnya berdering. Ia meraihnya dari saku celananya dan melihat nama penelepon: Dr. Larasati. Alis Make terangkat sedikit. Tumben sekali sang dokter menghubunginya.
"Halo?" jawab Make dengan nada datar.
"Selamat pagi, Tuan Make," suara Dr. Larasati terdengar lembut namun sedikit formal di seberang telepon. "Saya minta maaf mengganggu Anda, tapi saya ingin memberitahukan bahwa Anda memiliki jadwal kontrol luka bakar Anda hari ini."
Make menghela napas dalam hati. Ia hampir lupa dengan 'kecelakaan kerja' bodohnya. "Oh, benar, Dokter. Saya hampir lupa. Saya akan segera ke sana."
"Saya tunggu," jawab Dr. Larasati singkat sebelum mengakhiri panggilan.
Make menatap ponselnya dengan sedikit kesal. Panggilan dari Dr. Larasati ini mengganggu 'istirahat'nya dan juga rencananya untuk kembali fokus pada misi 'Menaklukkan Sang Penyembuh' dengan strategi yang lebih matang. Ia melirik ke arah Anya yang kini sudah duduk di sofa, menatapnya dengan tatapan bertanya.
"Aku harus pergi," kata Make singkat kepada Anya, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Anya tampak sedikit kecewa namun berusaha tersenyum. "Baiklah, Sayang. Hati-hati."
Make hanya mengangguk singkat sebelum bergegas keluar dari vila Anya. Pikirannya sudah kembali tertuju pada Dr. Larasati. Pertemuan kontrol luka ini bisa menjadi kesempatan baru untuk mendekatinya. Ia harus memanfaatkan momen ini sebaik mungkin, meskipun ia harus kembali berurusan dengan 'kecelakaan kerja' palsunya.
---
Make melajukan mobilnya dengan sedikit terburu-buru menuju bengkel las tempat ia membuat 'luka bakar' palsu beberapa hari yang lalu. Ia membutuhkan luka baru yang terlihat meyakinkan untuk kontrol dengan Dr. Larasati, dan lokasinya harus sama agar tidak menimbulkan pertanyaan.
Sesampainya di bengkel, ia melihat beberapa pekerja sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tukang las yang membantunya tempo hari tampak terkejut melihat kedatangannya lagi.
"Lho, Bos? Ada perlu apa lagi?" tanya tukang las itu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Begini, Pak," kata Make dengan nada sedikit canggung, "luka saya... eh, maksud saya, 'luka syuting' saya sepertinya sudah sembuh dengan baik. Bisa tolong 'perbaiki' sedikit di area yang sama?" Ia menunjuk lengan kirinya yang sebelumnya 'terluka'.
Tukang las itu dan beberapa pekerja lain yang mendengar percakapan itu saling bertukar pandang dengan ekspresi kebingungan. Beberapa dari mereka bahkan berbisik-bisik di belakang Make.
"Bos ini... kok kaya orang gila yang tidak sembuh-sembuh ya?" celetuk salah seorang pekerja dengan tatapan menyelidik.
Tukang las yang pertama hanya mengangkat bahunya. "Mungkin lukanya parah di kepala, Mas. Atau...Eh Maksudnya syuting kali ini butuh adegan ulang mungkin iya kan bos."
Make mengeluarkan beberapa lembar uang lagi dan menyodorkannya kepada tukang las itu. "Ini untuk 'jasa perbaikan' Anda, Pak. Sebentar saja, di area yang sama persis seperti kemarin."
Melihat uang di tangan Make, mata beberapa pekerja lain tiba-tiba berbinar aneh. Seorang pria bertubuh kurus dengan tatapan kosong mendekat. "Kalau cuma luka, saya juga bisa bantu, Bos. Mau luka sayatan di tangan biar lebih dramatis? Atau mungkin... saya bakar dikit pakai korek biar kayak infeksi?" Nada bicaranya terdengar datar namun ada sedikit nada sadis di dalamnya.
Pekerja lain ikut-ikutan. "Saya bisa bikin memar yang kelihatan sakit banget, Bos! Dijamin dokternya langsung kasihan!" ujarnya dengan senyum yang membuat bulu kuduk berdiri.
Make menatap orang-orang itu dengan wajah datar. Ia sama sekali tidak tertarik dengan ide 'kreatif' mereka dan ia juga tidak memiliki hobu menyakiti diri sendiri.
"Tidak, terima kasih," jawab Make dingin sambil memberikan uang kepada tukang las yang pertama. "Saya hanya butuh sedikit 'diperbaiki' di luka yang lama saja. Yang penting terlihat belum sembuh."
Tukang las itu menerima uang dengan senang hati dan kembali 'memperbaiki' luka bakar palsu Make di area yang sama di lengan kirinya, membuatnya terlihat sedikit lebih merah dan meradang.
Sementara itu, para pekerja lain saling berbisik kecewa, merasa kehilangan kesempatan untuk mendapatkan uang dengan cara yang menurut mereka 'menarik'.
Make hanya bisa menggelengkan kepalanya dalam hati melihat tingkah laku aneh orang-orang di bengkel ini. Ia segera pergi setelah 'lukanya' selesai dibuat, berharap bisa menjalankan rencananya dengan Dr. Larasati tanpa menimbulkan kecurigaan.
---
Dengan luka bakar palsu yang 'diperbarui' di lengan kirinya, Make kembali menuju rumah sakit dengan harapan bisa bertemu dan berinteraksi lebih lama dengan Dr. Larasati. Ia berusaha memasang ekspresi kesakitan yang meyakinkan saat berjalan menuju ruang praktik sang dokter.
Saat tiba di ruang tunggu, ia melihat beberapa pasien lain sedang menunggu giliran. Make mengambil nomor antrian dan duduk dengan sabar, sesekali meringis pelan sambil memegangi lengannya. Tak lama kemudian, namanya dipanggil oleh seorang perawat.
Make memasuki ruang praktik Dr. Larasati. Sang dokter menyambutnya dengan senyum ramah namun tetap profesional.
"Selamat pagi, Tuan Make. Mari kita lihat bagaimana perkembangan luka bakar Anda."
Dr. Larasati memeriksa lengan Make dengan teliti, menyentuh area yang 'terluka' dengan lembut.
"Sepertinya masih sedikit meradang," komentarnya sambil mengernyitkan dahi. "Apakah terasa lebih sakit dari sebelumnya?"
"Sedikit, Dokter," jawab Make dengan nada dibuat-buat.
"Terutama saat bergerak. Tapi saya yakin sebentar lagi akan sembuh total berkat perawatan Anda."
Dr. Larasati tersenyum tipis mendengar pujian Make. "Anda harus tetap menjaga kebersihan luka dan mengikuti instruksi yang sudah saya berikan. Jangan sampai terkena air atau gesekan."
Make memanfaatkan kesempatan ini untuk kembali melancarkan 'serangan' pesonanya. "Tentu, Dokter. Saya akan sangat berhati-hati. Saya tidak ingin mengecewakan dokter yang sudah merawat saya dengan begitu baik." Ia menatap mata Dr. Larasati dengan tatapan yang dibuat-buat penuh kekaguman. "Anda benar-benar sangat perhatian dan kompeten."
Dr. Larasati tampak sedikit tersipu mendengar pujian Make. "Itu sudah menjadi tugas saya, Tuan Make," jawabnya dengan nada lembut namun tetap menjaga jarak profesional. Ia kemudian menuliskan sesuatu di catatan medis Make.
"Untuk kontrol selanjutnya, saya jadwalkan tiga hari lagi ya, Tuan Make. Jika ada keluhan yang tidak biasa, jangan ragu untuk menghubungi rumah sakit."
Make merasa sedikit kecewa karena interaksinya dengan Dr. Larasati terasa singkat dan tetap dalam koridor profesional. Namun, ia tidak menyerah. Pujiannya tadi sepertinya memberikan sedikit efek, terlihat dari rona tipis di pipi sang dokter. Ia harus terus berusaha mencari celah untuk bisa lebih dekat dengan Dr. Larasati di luar peran dokter dan pasien. Misi 'Menaklukkan Sang Penyembuh' masih membutuhkan kesabaran dan strategi yang lebih halus.
Bersambung...