NovelToon NovelToon
Jejak Metamorfosa

Jejak Metamorfosa

Status: sedang berlangsung
Genre:Menyembunyikan Identitas / Trauma masa lalu / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:153
Nilai: 5
Nama Author: Garni Bee

Di balik nama Alysa Kirana Putri, tersembunyi tiga kepribadian yang mencerminkan luka dan pencariannya akan kebebasan. Siapakah "Putri," anak ceria yang selalu tersenyum, namun menyembunyikan ribuan cerita tak terucapkan? Apa yang disembunyikan "Kirana," sosok pemberontak yang melawan bukan untuk menang, tetapi untuk bertahan dari tekanan? Dan bagaimana "Alysa," jiwa yang diam, berjalan dalam bayang-bayang dan bisu menghadapi dunia yang tak pernah memberinya ruang?

Ketika tuntutan orang tua, perundungan, dan trauma menguasai hidupnya, Alysa menghadapi teka-teki terbesar: apakah ia mampu keluar dari kepompong harapan dan luka menjadi kupu-kupu yang bebas? Atau akankah ia tetap terjebak dalam tekanan yang terus menjeratnya? Semua jawabannya tersembunyi dalam jejak langkah hidupnya, di antara tiga kepribadian yang saling bertaut namun tak pernah menyatu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Garni Bee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penjara yang tak terlihat

Hari ini aku memutuskan untuk kembali ke jati diriku. Setelah semua yang terjadi, aku sadar bahwa aku tak bisa terus-menerus kehilangan diri sendiri demi memenuhi ekspektasi orang lain. Maka pagi ini, aku mengenakan kembali pakaian yang biasa kupakai sebelum semua kekacauan ini dimulai—rok lebar, kemeja panjang, dan hijab yang menutupi tubuhku dengan sempurna. 

Namun, begitu aku tiba di sekolah, suasana terasa berbeda. Tatapan-tatapan aneh langsung menghujaniku, berbisik-bisik pelan namun cukup jelas untuk kudengar. 

"Eh, kok seragam dia ganti model lagi?"

"Tadi nya tertutup trs kemaren ngetat, sekarang berubah alim lagi?"

"Aneh, nggak konsisten banget sih."

Langkahku semakin berat saat melihat Wilona dan Suci berdiri di depan gerbang, seolah telah menungguku. 

"Eh, Alysa? Kok balik lagi sih?" Wilona berdecak, melipat tangannya. "Bukannya kemarin udah mulai rapih?" 

Aku mengernyit. "Memangnya ada yang salah sama penampilanku?" 

Suci tertawa kecil. "Ya, bukannya salah sih, tapi... kelihatan banget bedanya. Kalau cara berpakaian kamu tuh alim kayak gini, yang ada kamu bakal jadi bahan gibah satu sekolah." katanya, matanya menyipit dengan tatapan menilai. 

Aku memilih diam dan melangkah melewati mereka, tapi Wilona menahan tanganku. 

"Jangan ngeyel, Alysa. Kita cuma mau kamu keliatan lebih pantas. Udah deh, ayo ikut kita," katanya dengan suara lebih lembut—tapi aku tahu, ini jebakan. 

Aku mencoba menarik tanganku, tapi Wilona semakin menggenggam erat. "Nggak mau? Seriusan, kamu masih mau jadi bahan omongan di sekolah? Nanti jangan salahin kita kalau ada yang mulai ngegosipin kamu, ya." 

Aku menegang. Aku bisa memilih untuk tetap menolak, tapi aku juga tahu konsekuensinya. 

Dengan berat hati, aku mengikuti mereka ke toilet sekolah yang sepi. Di sana, Wilona mengeluarkan sesuatu dari tasnya—rok span hitam yang jelas bukan milikku. 

"Pake ini," katanya, menyodorkannya ke arahku. 

Aku mengerutkan kening. "Aku nggak mau." 

Wilona menghela napas panjang, lalu menatapku seolah-olah aku ini anak kecil yang keras kepala. "Alysa, kamu mau jadi bahan omongan satu sekolah? Serius, kamu nggak capek diliatin aneh kayak gitu?" 

Suci ikut mendekat, bersandar ke dinding dengan ekspresi puas. "Iya, Alysa. Ini buat kebaikan kamu sendiri. Aku sama Wilona nggak mau kamu dijauhin gara-gara penampilanmu." 

Aku menggenggam roknya erat, menahan rasa muak yang mulai memenuhi dadaku. "Kamu sama Wilona yang gak mau aku dijauhin orang lain, atau kamu sama Wilona yang mau aku dijauhin yang lain?" 

Wilona tersenyum manis. "Ya, terserah sih. Tapi nanti kalau ada yang mulai ngejek kamu, jangan salahin kita ya. Apalagi kalau ada yang mulai ngomongin kamu di belakang. Kasihan kan?" 

Aku terdiam. Mereka benar-benar tak memberiku pilihan. 

Akhirnya, dengan perasaan terpaksa, aku mengganti rokokku dengan rok span itu. Rasanya tidak nyaman. Tidak hanya karena aku dipaksa, tetapi karena aku tahu mereka melakukannya bukan demi kebaikanku—mereka hanya ingin mengendalikan aku. 

Wilona meraih hijabku dan menariknya perlahan, lalu menyampirkannya di bahuku. "Gini lebih bagus. Udah, yuk keluar." 

Begitu aku keluar dari toilet, suasana sekolah mulai berubah. Tatapan yang tadinya sekadar menilai, kini berubah menjadi sorakan dan bisikan yang lebih keras. 

"Gila, Alysa kenapa berubah-ubah gini sih?"

"Kemarin syar'i, sekarang rapi, sekarang syar'i lagi, eh, balik lagi rapi! Nggak jelas banget." 

"Caper banget. Mending sekalian aja lepas hijab biar nggak ribet." 

Aku mengepalkan tangan. Ini jebakan. Wilona dan Suci memang menginginkan ini—mereka ingin aku terlihat tidak punya pendirian. Mereka ingin aku jadi bahan ejekan, agar aku semakin merasa kecil. 

Aku mencoba melangkah cepat ke kelas, berharap keadaan akan mereda. Tapi rupanya, semua ini sudah sampai ke telinga guru. 

Saat aku melewati lorong utama sekolah, tiba-tiba empat guru sudah berdiri menungguku. 

"Alysa, sebentar," salah satu dari mereka, Bu Rina, menahan langkahku. 

Aku menelan ludah. 

"Ikut ke ruang guru, sekarang." 

Aku terpaksa mengikutinya. Sepanjang perjalanan, tatapan murid-murid semakin tajam. Beberapa mulai merekam dengan ponsel mereka, seolah-olah aku sedang melakukan sesuatu yang memalukan. 

Begitu aku sampai di depan ruang guru, Pak Hendro, guru BK, sudah menungguku dengan ekspresi serius. 

"Duduk." 

Aku duduk di kursi yang dingin, mencoba menenangkan napasku. 

"Alysa, bisa jelaskan kenapa hari ini kamu berpenampilan berbeda dari sebelumnya?" tanya Bu Rina, nada suaranya terdengar lebih seperti interogasi. 

Aku menggigit bibir.

Pak Hendro menghela napas, menatapku dengan tatapan tajam. "Alysa, di sekolah ini kita menanamkan kedisiplinan dan kerapihan. Perubahan yang tiba-tiba seperti ini bisa menimbulkan kegaduhan. Kami sudah menerima laporan dari beberapa murid dan guru bahwa ini menimbulkan perhatian yang tidak perlu. Kami khawatir kamu tidak memahami aturan berpakaian dengan baik." 

Aku menahan napas. "Tapi, Pak... ini pakaian yang sesuai aturan. Aku tidak melanggar apa pun." 

Bu Rina menyilangkan tangan. "Tidak sepenuhnya. Ada peraturan yang mengharuskan rok seragam tidak boleh ketat, hijab harus ditata dengan rapi, dan tidak boleh ada perubahan mendadak yang bisa menarik perhatian berlebihan." 

Jantungku berdebar. "Tapi, saya juga gak nyaman berpakaian seperti ini Bu, pak. Teman saya yang mengancam supaya saya merubah cara berpakaian saya. Siswi yang lain juga banyak yang berpakaian seperti ini, tapi kenapa cuman saya yang ditegur." 

"Itu sebelum kami mendapat laporan," sahut Pak Hendro cepat. "Kami tidak ingin ada siswa yang menjadi pusat perhatian karena hal yang seharusnya bisa dihindari. Untuk itu, kami akan memberikan peringatan resmi. Jika besok kamu masih berpakaian seperti ini, kami terpaksa akan mengambil tindakan lebih lanjut." 

Aku menunduk.

"Alysa," lanjut Bu Rina, lebih lembut kali ini. "Kami hanya ingin kamu bisa menyesuaikan diri. Jangan membuat perubahan drastis yang bisa berdampak negatif bagi lingkungan sekolah." 

Aku tidak menjawab. Aku tahu mereka tidak akan mengerti. 

Ketika aku keluar dari ruang BK, Wilona dan Suci berdiri di ujung lorong, tersenyum penuh kemenangan. 

1
Black Jack
wah, jalan ceritanya bikin gue deg-degan 😱
Mulyani: wahh makasih dukungan nya, jangan ragu buat kasih masukan atau sarannya ya..
total 1 replies
Kakashi Hatake
Aku selalu menantikan update dari cerita ini. Jangan sampai berhenti menulis, thor!
Mulyani: Waaaah makasih dukungan nya! Ikutin terus update nya ya..Jangan lupa juga masukan nya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!