udihianati sahabat sendiri, Amalia malah dapat CEO.
ayok. ikuti kisahnya ☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon uutami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 20
Pagi hari...
"AAAAH!!!"
Bara terlonjak, matanya melebar. "Lia?! Kamu kenapa?!"
"KAMU?! APA YANG KAMU LAKUIN DI SINI?!!" tanya Lia melompat dari ranjang, menunjuk bara yang terlihat kaget dan cemas.
"Aku? Tidur," jawabnya enteng. Lia marah, hendak bersuara, namun suara ketukan terdengar dari luar.
"Lia? Kamu nggak apa-apa?" suara Nia terdengar cemas.
Lia menatap Bara dengan mata mengancam, dan memberi isyarat untuk diam. Ia buru-buru menjawab, “Gak, Nia! Cuma... ada tikus masuk kamar!” katanya tanpa membuka pintu.
“Apa? Tikus?” suara Nia terdengar panik.
"Iya, makanya enggak kubuka biar enggak lari kemana-mana. Aku lagi mau mukul tikusnya."
"Benarkah? Bagaimana kalau kupanggilkan petugas saja?"
Mata Lia melebar panik, tikusnya adalah Bara, tak mungkin membiarkan orang lain mengusirnya. Bisa-bisa dipandang wanita enggak benar karena menyimpan lelaki di kamarnya.
"Enggak, enggak perlu. Kamu santai aja. Aku bisa atasi sendiri."
"Benarkah?" tanya Nia ragu.
"Iya, Nia. Kamu lanjut masak atau apapun saja. Bentar lagi aku keluar."
"Baiklah."
Terdengar suara langkah Nia menjauh.
Lia langsung melempar bantal ke Bara.
"Kamu GILA?! Masuk kamarku?! Apa yang kamu lakukan semalam?! Memperko-sa ku lagi?" cecarnya mendelik.
Bara menangkis sambil menunduk. "Aku mencarimu. Kau pulang tanpa ijin."
"Aku kabur! Kau sudah menculikku!" tekan Lia dengan suara tertahan agar Nia atau fitri tak mendengar. "Bagaimana kau bisa masuk kemari?"
"Lewat jendela," jawab Bara santai.
Mata Lia melebar lagi, "Lewat jendela? Kau maling! Hebat sekali." Ia lalu melangkah ke depan jendela, melihat bingkainya yang hampir lepas. "Kau jebol jendelanya?" tanyanya menoleh cepat pada Bara. Tidak percaya jendelanya jebol.
“Bukan aku. Itu kerjaan Bebby.” Bara masih menjawab dengan nada datar.
"Bebby? Kau ajak wanitamu kemari?"
Bara menaikkan alisnya, "Wanitaku? Kau wanitaku."
"Sinting!"
Lia benar-benar tak percaya bisa terlibat dengan Bara. Ia mengusap wajahnya. Entah bagaimana dia harus menjelaskan pada lelaki yang dia anggap aneh dan gila ini.
"Dengar! Aku tidak mau terlibat denganmu. Kau sinting! Pergilah! Aku tidak mau melihatmu!" usir Lia.
"Kau harus tanggung jawab."
"Dengan menikahimu?"
"Iya."
"Aku tidak bisa."
"Kenapa? Kau masih cinta pada mantanmu yang menghianati? Yang menikah dengan sahabatmu?"
Mata Lia melebar sempurna. "Kau.... Bagaimana kau bisa tau? Kau menyelidiki ku?"
"Kau wanita pertama yang tidur denganku. Jelas aku harus tau wanita seperti apa kamu."
"Kau benar-benar sinting!" Lia mengusap wajahnya. "Kau yang memperko-sa ku!"
"Kau masuk ke kamarku lebih dulu."
"Itu karena kesalahan staff hotelmu!"
"Pihak hotel sudah mengganti rugi 2 milyar. Tapi, aku, kau belum ganti rugi. Jadi, kau harus tanggung jawab. Karenamu, aku jadi tidak perjaka."
Lia seperti kehilangan kata-katanya. "Karena kau juga, aku jadi tidak perawan lagi!"
"Karena itu, kita harus menikah."
"Aku tidak mau! Aku tidak akan menikah! Tidak denganmu, atau siapapun. Sekarang pergilah. Atau, aku akan memanggil polisi!"
Bara menatap Lia tajam, dan lama. Seolah mencari-cari sesuatu.
"Baiklah. Aku pergi."
Bara meninggalkan sebuah kartu nama di atas nakas. "Kamu bisa mencariku. Kalau kangen."
"Aku tidak akan kangen! Cepat pergi!" usir Lia.
Bara melangkah ke arah pintu.
"Jangan lewat sana! Lewat di mana kamu masuk tadi!"
Bara menatap Lia lagi, lama. Dan Lia sedikit gugup.
"Baiklah." Bara mengganti arah langkahnya. Ke jendela.
"Aneh, dia penurut sekali," gumam Lia dalam hati sambil memperhatikan Bara memanjat, lalu menoleh pada Lia lagi. Tak mengatakan apapun.
"A-apa?" seru Lia gugup.
"Aku mau lihat wajahmu sebelum benar-benar pergi."
Lia merona, lalu berdeham, mencoba menetralkan detak jantungnya tang tiba-tiba jadi aneh. Sedangkan bara melompat keluar.
"Jangan sampai terlihat orang!"
****
"Kamu di mana semalam?"
"Di rumah."
"Kamu pulang tanpa memberitahuku?"
Di kantor, Lia yang sedang duduk di meja kerjanya, menoleh ke kanan dan ke kiri. Beberapa staf tampak diam-diam memperhatikan dirinya yang kini sedang di datangi oleh Rama.
Lia tersenyum kikuk pada Rama. "Maaf, semalam aku... Tiba-tiba teringat belum mematikan kompor, jadi aku buru-buru pulang. Maaf, ya," akunya berbohong.
"Aahh, harusnya kamu memberitahuku. Aku mencemaskan mu semalaman." Rama tampak lega.
"Maaf, maaf sekali." Li menangkupkan kedua tangan di depan wajahnya.
"Ya sudah, sebagai permintaan maaf, kamu harus traktir aku makan siang.."
"Ummm, tapi, Ram..." Lia sedikit keberatan.
"Enggak ada tapi-tapian. Harus!"
Lia merasa tak enak dengan pandangan para staf, tapi dia juga tak bisa menolak dan akhirnya mengangguk juga. Rama tersenyum menang.
Sementara itu,
Hueekkk!
Huueekk!
"Bos? Kau baik-baik saja?"
"Badanku lemas. Aku pusing sekali," keluh Bara usai beberapa kali muntah.
"Aku panggilkan dokter." Dengan sigap, Bebby memanggil dokter.
Tak lama dokter datang.
"Hmm, dia baik-baik saja. Tekanan darah, normal. Semua normal."
"Aku muntah hebat, badanku juga sangat lemas, kepalaku pusing, sepertinya aku mau mati," keluh Bara. "Dan kau bilang aku baik-baik saja?" katanya mendelik pada sang dokter.
"Pemeriksaannya memang begitu, Tuan muda Bara," kilah Sang dokter. "Jika ingin pemeriksaan lebih lanjut, bisa ke rumah sakit."
Bara sudah mau marah, tapi, dia merasa tubuhnya sama sekali tidak bersahabat. Akhirnya, dia hanya duduk lemas saja di kursi kebesarannya.
"Usir dokter ini, Beb!"
"Baik."
Bebby hanya menggerakkan kepalanya. Dokter muda itu paham, dia langsung pergi.
"Bos... Belum makan apapun."
"Baiklah, belikan aku ayam."
"Ayam goreng?"
Bara mengibaskan tangan. Bebby pergi. Tak lama kemudian, Bebby sudah kembali dengan ayam goreng di tangan.
"Ini... Ayam goreng pesananmu, bos," katanya sambil meletakkan kotak ayam goreng.
Bara memperhatikan kotak itu, lalu membukanya.
Huueekkk!
"Singkirkan! Kau mau membunuhku dengan ayam, haahh?"
Bebby hanya bisa memutar mata malas, bagaimana mungkin ada orang yang ma-ti karna ayam goreng.
"Aku mau ayam goreng yang dikasih tepung!"
"Baiklah."
Bebby pergi lagi. Tak lama dia muncul dengan kotak ayam bergambar pak jenggot.
"Ayam tepung, bos."
"Aku tidak mau ayam tepung yang itu," kata Bara enteng, mengibaskan tangannya tanpa melihat.
Bebby tersenyum kaku. Lalu ia pergi lagi. Tak lama dia kembali dengan beberapa kantong ayam tepung dari berbagai merek.
"Silahkan!"
Bara memandang tumpukan kotak ayam tepung dari berbagai merek itu.
"Kau...."
Bebby meneguk ludahnya, ia pikir akan kena marah lagi.
"Kau saja yang makan, aku tak berselera. Pesankan aku masakan China."
Bebby, rasanya ingin marah saja. Tapi memaki pun dia tak berani.