NovelToon NovelToon
Bos Jutek Itu Suamiku

Bos Jutek Itu Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Duda / CEO / Berbaikan
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: Edelweis Namira

Ayra tak pernah menyangka bahwa hidupnya bisa seabsurd ini. Baru saja ia gagal menikah karena sang tunangan-Bima berselingkuh dengan sepupunya sendiri hingga hamil, kini ia harus menghadapi kenyataan lain yang tak kalah mengejutkan: bos barunya adalah Arsal—lelaki dari masa lalunya.

Arsal bukan hanya sekadar atasan baru di tempatnya bekerja, tetapi juga sosok yang pernah melamarnya dulu, namun ia tolak. Dulu, ia menolak dengan alasan prinsip. Sekarang, prinsip itu entah menguap ke mana ketika Arsal tiba-tiba mengumumkan di hadapan keluarganya bahwa Ayra adalah calon istrinya, tepat saat Ayra kepergok keluar dari kamar apartemen Arsal.

Ayra awalnya mengelak. Hingga ketika ia melihat Bima bermesraan dengan Sarah di depan matanya di lorong apartemen, ia malah memilih untuk masuk ke dalam permainan Arsal. Tapi benarkah ini hanya permainan? Atau ada perasaan lama yang perlahan bangkit kembali?

Lantas bagaimana jika ia harus berhadapan dengan sifat jutek dan dingin Arsal setiap hari?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PERBEDAAN SIKAP

Setelah jam makan siang usai, Ayra segera menuju ruang rapat divisi mereka. Disana sudah ada Haykal yang tampak fokus menatap layar laptopnya. Di samping Haykal ada Riana yang ikut berdiskusi dengan Haykal. Mereka berdua tampak serius membahas sesuatu.

Sementara itu, Ayra langsung duduk tidak jauh dari dua orang tersebut. Ia lalu membuka laptopnya. Siang ini, ia dan Haykal akan kembali rapat kecil bersama Bima. Acara mereka tidak akan lama lagi. Buku yang ditulis Bima juga harus segera selesai agar bisa diproduksi sebelum acara.

"Rapat bareng mantan, Ra?" Goda Riana yang berjalan ke arahnya. Pertanyaan itumembuat Ayra mendengus sebal.

"Nggak usah bahas itu, Ri." Sahut Ayra kesal.

Riana kemudian duduk di dekat Ayra. "Hati-hati nanti Pak Bos cemburu." Goda Riana pelan namun masih terdengar Haykal. Membuat kedua orang itu tertawa.

Ayra menoleh ke arah pintu. Memastikan bahwa pintu tertutup rapat agar tidak ada yang mendengar perkataan Riana. "Jangan bawa-bawa Pak Bos, Ri. Nanti ada yang dengar." Ujar Ayra cemas.

"Kamu backstreet sama Pak Bos?" Tanya Riana bingung. Ayra mengangguk. "Ya ampun, Ra, kenapa malah backstreet gitu, sih. Kayak ABG pacaran aja. Yang namanya pernikahan itu harus diumumkan. Iya nggak, Mas?" Kata Riana seolah meminta persetujuan Haykal yang duduk di depan mereka.

"Betul. Lagian bisa-bisanya Ayra mau merahasiakan itu. Kapan lagi bisa pamer kalau kamu istri Pak Bos." Timpal Haykal.

"Udah nggak usah bahas itu. Kamu keluar sana, Ri. Atau kamu mau ikut rapat bareng Mas Haykal lagi?" Goda Ayra menaik-naikkan alisnya.

Digoda dengan Haykal membuat Riana mendelik kesal menahan malu. Ia memilih langsung keluar ruangan daripada Ayra terus menggodanya.

"Suka banget godain dia, Ra." Keluarnya Riana, membuat Haykal langsung duduk di samping Ayra.

"Jadi gimana, Mas? Acc nggak tuh temenku?" Tanya Ayra dengan senyum jahil.

Haykal tertawa mendengar itu. "Pake acc gitu, ya. Ada-ada aja kamu." Sahut Haykal kalem.

Baru saja Ayra akan menggodanya lagi, Haykal buru-buru membuka diskusi. Ayra berdecih pura-pura kesal, namun matanya masih menyipit seolah menanti jawaban Haykal.

"Fokus, Ra. Mau aku laporkan ke suamimu kalau kamu kerjanya nggak bener?"

"Ish... Bisa-bisanya bawa itu."

Akhirnya mereka benar-benar fokus menatap layar laptop yang menampilkan beberapa sketsa ilustrasi untuk buku terbaru Bima. Haikal sesekali mengangguk, memberikan pendapat untuk menyesuaikan dengan sampul buku itu nanti. Karena Haykal bertanggung jawab sebagai desainer sampul. Mereka berdua sedang membahas komposisi warna ketika pintu ruangan terbuka.

Bima masuk dengan senyum khasnya, membawa dua cup kopi dan sekotak camilan. "Aku pikir kalian pasti butuh ini," Katanya ringan sambil meletakkan minuman dan makanan di atas meja.

Ayra hanya mengangguk singkat. "Terima kasih." Ia berusaha tetap bersikap profesional.

Haikal menatap keduanya bergantian sebelum berseru santai, "Terima kasih, Bim. Kalau begini, kita bisa lebih semangat "

Bima tertawa kecil sebelum duduk di kursinya. "Jadi, sejauh mana progress-nya?"

Ayra segera membuka file ilustrasi yang sudah ia siapkan. "Saya udah menyelesaikan beberapa konsep untuk adegan utama dalam cerita. Ini beberapa opsi yang bisa dipilih." Ia menunjuk ke layar, menjelaskan satu per satu sketsa dengan nada tenang.

Bima mengangguk-angguk, sesekali mencermati detail setiap ilustrasi. "Aku suka yang ini," Katanya sambil menunjuk salah satu sketsa. "Tapi mungkin bisa sedikit lebih banyak permainan cahaya di latarnya?"

"Baik," Ayra mencatat masukan itu, tidak ingin berlama-lama dalam interaksi personal.

Namun, di tengah diskusi, Bima tetap menunjukkan perhatiannya pada Ayra.

“Minumlah dulu,” Katanya tiba-tiba, mendorong cup kopi ke arah Ayra. "Nggak usah terburu-buru."

Ayra mengerutkan kening. "Iya. Saya bisa sendiri." Ujarnya singkat, tetap fokus pada pekerjaannya.

Bima hanya tersenyum tipis. “Aku tahu. Tapi aku juga tahu kamu sering lupa minum kalau sudah sibuk.”

Haykal, yang duduk di samping Ayra, hanya melirik sekilas sebelum memilih tidak ikut campur.

Selama rapat berlangsung, Bima beberapa kali mencuri pandang ke arah Ayra. Ketika Ayra sibuk menggambar ulang di tablet grafiknya, Bima memperhatikan gerakan tangannya dengan kagum. Ia tahu Ayra selalu serius dalam pekerjaannya, dan itulah yang membuatnya semakin menghargai wanita itu.

Saat Ayra hendak mengambil kertas referensi, Bima lebih dulu mengambilnya dan menyerahkannya kepadanya. "Ini."

Ayra mengambilnya tanpa banyak bicara. Namun, semakin lama, ia menyadari betapa perhatian Bima padanya. Hal itu membuatnya tidak nyaman.

Haikal akhirnya berdeham, berusaha mengembalikan fokus rapat. "Baiklah, sepertinya kita sudah punya gambaran jelas untuk sampul dan ilustrasi. Tinggal revisi kecil sebelum finalisasi."

Ayra mengangguk. "Aku akan menyelesaikannya dalam beberapa hari ke depan."

Bima tersenyum puas. "Terima kasih, Ayra. Aku selalu percaya hasil karyamu akan luar biasa."

Ayra tidak langsung menanggapi pujian itu. Ia hanya menutup laptopnya, berusaha mengabaikan tatapan Bima yang terlalu dalam.

"Terima kasih, Kal." Kata Bima disambut anggukan ramah Haykal.

Setelah itu, Bima pun keluar ruangan. Setelah Bima pergi, Ayra dan Haikal masih bertahan di ruang rapat. Beberapa berkas dan sketsa ilustrasi berserakan di atas meja. Mereka tengah membahas beberapa detail revisi, namun suasana terasa lebih santai.

Haikal mengetuk-ngetukkan pulpen ke meja sambil menatap Ayra dengan tatapan menggoda.

"Sepertinya ada yang masih diperhatikan sama mantan tunangan, nih," Goda Haykal tiba-tiba, membuat Ayra yang sedang menata berkas langsung menoleh tajam.

"Maksud, Mas?" Tanyanya dengan nada datar.

Haykal menyeringai. "Jangan pura-pura, Ra. Aku lihat jelas tadi gimana Bima itu kayak satpam pribadi. Semua gerak-gerikmu diperhatikan. Mana perhatian banget lagi. Apalagi pas dia nyodorin kopi."

Ayra mendelik, menyipitkan matanya. "Mas Haykal…"

Haykal malah tergelak, tawa kecilnya membuat suasana semakin ringan.

"Kamu tahu kan, aku ini desainer, Ra? Mataku tajam untuk detail-detail kecil seperti itu."

Ayra mendengus, meletakkan pensil grafiknya ke meja. "Lebih baik kamu fokus ke kerjaan daripada sibuk jadi cenayang."

Haykal masih tertawa, tapi tawa itu langsung berhenti saat Ayra tiba-tiba bersandar ke kursi dan menatapnya dengan seringai nakal.

"Kamu sendiri gimana?" Tanya Ayra, suaranya pelan tapi menusuk.

Haikal mengerutkan dahi. "Gimana apanya?"

Ayra melipat tangan di depan dada. "Perasaanmu ke seseorang. Yang sering bawa kopi ke mejamu tiap pagi… yang senyum-senyum kalau kamu minta tolong bikin laporan. Yang suka salting tiap aku godain sama kamu."

Haykal langsung mendelik, wajahnya sedikit memerah. "Astaga, Ayra! Jangan mulai!"

Ayra tertawa kecil, puas melihat Haykal balik diolok-olok. "Katanya mata desainer tajam. Masa iya nggak sadar sama perhatian temenku itu."

Haykal memutar bola matanya, pura-pura jengkel. "Astaga, Ra. Nggak usah aneh-aneh."

"Tapi aku nggak salah, kan?" Ayra menaikkan alis, menahan senyum.

Haykal tidak menjawab, namun menatap Ayra. Ayra balik menatapnya dengan jahil. Hingga akhirnya mereka berdua sama-sama tertawa.

Jika ada yang melihat mereka sekarang tanpa mengenal latar belakang kedekatan mereka, mungkin orang akan mengira bahwa mereka adalah sepasang kekasih yang sedang menikmati waktu santai di sela pekerjaan, bukanlah akrab sebagai rekan kerja yang memang terbiasa saling menyindir dan mendukung dalam satu waktu.

Di luar ruangan, Arsal yang kebetulan melintas sempat berhenti sejenak di depan pintu kaca. Ia melihat bagaimana Ayra tertawa lepas bersama Haykal. Tatapannya sedikit menggelap, tetapi seperti biasa, ia menyembunyikan emosinya di balik ekspresi dingin.

Tanpa banyak kata, ia melanjutkan langkahnya. Seolah-olah pemandangan tadi tidak berarti apa-apa. Padahal sudut hatinya jelas tidak menyukai itu. Apalagi melihat Ayra yang tampak akrab dengan Haykal, berbeda dengan ketika dengannya. Ayra begitu kaku dan formal.

1
Kesatria Tangguh
🔥❤️
Siti Septianai
up nya lebih sering dong ka
Siti Sukaenah
bagus
Edelweis Namira: makasih banyak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!