Flower Florencia hidup dalam tekanan—dari keluarganya yang selalu menuntut kesempurnaan hingga lingkungan universitas yang membuatnya merasa terasing. Di ambang keputusasaan, ia memilih mengakhiri hidupnya, namun takdir berkata lain.
Kim Anderson, seorang dokter tampan dan kaya, menjadi penyelamatnya. Ia bukan hanya menyelamatkan nyawa Flower, tetapi juga perlahan menjadi tempat perlindungannya. Di saat semua orang mengabaikannya, Kim selalu ada—menghibur, mendukung, dan membantunya bangkit dari keterpurukan.
Namun, semakin Flower bergantung padanya, semakin jelas bahwa Kim menyimpan sesuatu. Ada alasan di balik perhatiannya yang begitu besar, sesuatu yang ia sembunyikan rapat-rapat. Apakah itu sekadar belas kasih, atau ada rahasia masa lalu yang mengikat mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
"Flower, kenapa tiba-tiba ingin pindah? Di sini adalah rumahmu juga," kata Kim dengan nada lembut, matanya menatap Flower yang duduk di seberangnya.
"Kakak Kim, aku telah mempertimbangkannya dengan baik. Aku tidak bisa selalu bergantung padamu. Kapan aku akan dewasa dan mandiri? Aku hanya ingin melakukan apa pun dengan usahaku sendiri."
Kim menatap Flower dengan sorot mata yang sulit diartikan—campuran antara kekhawatiran dan kebanggaan.
"Flower, kita adalah sekeluarga. Kau bekerja sambil belajar, dan aku tidak pernah mencemaskanmu. Karena kamu bukan anak manja. Kau seperti adikku sendiri yang sudah bisa berpikiran dewasa."
Ia berhenti sejenak, mencoba menimbang kata-kata selanjutnya.
"Jadi, tidak perlu pindah dari sini hanya karena alasan itu. Tenanglah tinggal di sini. Kau seorang gadis—tinggal di luar sendirian sangat berbahaya bagimu."
Matanya menajam, sedikit perubahan nada muncul saat ia melanjutkan,
"Kecuali... kau ingin kembali ke keluargamu. Maka aku tidak bisa melarang."
Keesokan harinya.
Mentari pagi menyinari halaman mansion Kim Anderson. Udara sejuk menyusup lewat celah jendela besar, membawa aroma embun segar. Di ruang tamu, Flower duduk tenang di sofa panjang berwarna abu-abu, tenggelam dalam buku yang sedang ia baca. Rambutnya tergerai rapi, sebagian menutupi pipi yang teduh.
Tiba-tiba, suara langkah sepatu terdengar dari pintu utama. Seorang wanita muda melangkah masuk dengan percaya diri, mengenakan setelan modis dan tas mahal di lengannya. Ia menyapu ruangan dengan tatapan penuh selidik.
Shelly.
Pandangan matanya tertuju pada Flower, yang masih fokus membaca, tidak menyadari kehadirannya. Alis Shelly terangkat sedikit, nada suaranya tajam dan menuntut.
"Siapa kamu?" tanyanya, berdiri tegap di depan Flower, seolah menuntut penjelasan segera.
Flower perlahan menutup bukunya dan mengangkat wajah. Tatapan mereka bertemu untuk pertama kalinya—dua dunia yang berbeda saling menilai dalam diam.
"Dia adalah pacar Kakak Kim," batin Flower saat mengenali wanita itu. Ingatannya kembali saat ia melihat wanita itu berjalan mesra bersama Kim
Flower perlahan bangkit dari sofa, meletakkan buku yang sedari tadi ia baca. Senyumnya sopan, meski hatinya mulai merasa tidak nyaman.
"Aku adalah Flower. Nona ingin mencari Kakak Kim?" tanyanya lembut.
Wanita itu—Shelly—menatapnya dari ujung kepala hingga kaki dengan pandangan mencurigakan. Senyumnya datar, namun nada bicaranya mulai meninggi, penuh penilaian.
"Aku adalah tunangan Kim. Kenapa kamu duduk santai di sini? Bukankah seharusnya kau bekerja di dapur?"
Flower mengerutkan kening, sedikit bingung.
"Bekerja di dapur? Apa maksudmu?"
Shelly mendengus, menyilangkan tangan di depan dada. Sorot matanya tajam dan sikapnya angkuh.
"Bukankah kau pembantu? Seharusnya sadar diri dan jangan bersikap sesuka hati. Aku tahu Kim memang perhatian pada siapa pun, tapi aku tidak suka orang yang tidak tahu diri, apalagi yang tidak sadar statusnya."
Flower menghela napas, menahan diri agar tetap tenang. Tatapannya tetap lembut, namun kini mulai menampakkan ketegasan.
"Nona, Anda salah. Aku bukan pembantu. Aku adalah adik Kakak Kim."
Mata Shelly membulat, lalu menyipit penuh curiga. Ia melangkah lebih dekat, suaranya meninggi.
"Sejak kapan Kim memiliki seorang adik? Kau sedang berbohong padaku? Setidaknya bercermin sebelum berbicara! Seorang gadis seperti kamu—tak berpenampilan, tak berkelas—mana mungkin menjadi adiknya?"
Tersentak oleh pernyataan itu, Flower menatap Shelly tanpa berkedip. Ucapan wanita itu menyakitkan, tapi ia tetap berdiri tegak.
"Kenapa nada bicara Anda seakan-akan sedang meremehkan saya? Kita bahkan tidak saling kenal," jawabnya dengan suara bergetar, menahan emosi.
Shelly tertawa sinis, langkahnya semakin dekat, hingga jarak mereka hanya sejengkal.
"Ukur baju sendiri sebelum bermimpi! Aku sangat memahami Kim seperti apa. Dia bukan tipe pria yang mudah dekat dengan siapa pun—apalagi gadis seperti kamu. Calon suamiku itu adalah pria penting. Kalau kau tidak sadar dengan status rendahanmu, maka sekali lagi aku bilang: pergi! Kau dipecat! Segera angkat kaki dari sini!" katanya tegas, nyaris berteriak.
"Aku akan pergi kalau Kakak Kim yang memintanya," jawab Flower tegas. Suaranya tak meninggi, tapi cukup mantap untuk menunjukkan bahwa ia tak mudah diintimidasi.
Shelly melotot penuh amarah. Bibirnya bergetar menahan emosi, sementara dadanya naik-turun cepat.
"Aku adalah calon istrinya! Aku berhak atas semua yang ada di sini!" bentaknya, menunjuk lantai seolah sedang menguasai kerajaan miliknya sendiri.
"Sementara kau—hanya orang dari kalangan bawah. Berani sekali melawanku!"
Flower menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan panas di dadanya yang mulai membara. Ia menatap Shelly dengan mata yang jernih namun tajam.
"Sepertinya Anda adalah orang berpendidikan. Tapi, sifat Anda... sungguh memalukan sekali."
Kalimat itu seperti cambuk yang menghantam harga diri Shelly. Wajahnya merah padam, dan tanpa pikir panjang, tangannya terangkat lalu melayang cepat ke wajah Flower.
Plak!
Suara tamparan menggema di ruang tamu yang sebelumnya tenang. Kepala Flower menoleh ke samping, pipinya memerah akibat hantaman itu. Beberapa helai rambutnya jatuh menutupi wajah.
Namun Flower tak tinggal diam. Matanya menyala, bukan karena dendam, tapi karena harga diri yang diinjak-injak. Ia menoleh perlahan, menatap Shelly dengan dingin, lalu membalas dengan tamparan yang sama kerasnya.
Plak!
Kali ini suara tamparan itu membuat suasana benar-benar membeku. Shelly memegangi pipinya yang kini memerah, matanya membelalak tak percaya.
Tepat saat itu, suara langkah tergesa terdengar dari arah pintu. Kim muncul di ambang pintu, matanya membelalak saat melihat dua wanita itu berdiri saling menatap dengan wajah memerah karena amarah dan tamparan.
"Flower?! Shelly?!" serunya terkejut, tatapannya berpindah-pindah antara keduanya. Suasana berubah hening dan tegang, seolah udara ikut menahan napas, menanti apa yang akan terjadi selanjutnya.
terimakasih untuk kejujuran muu 😍😍😍 ..
sally mending mundur saja.. percuma kan memaksakan kehendak...
kim gak mau jadi jangan di paksa
ka Lin bikin penasaran aja ihhh 😒😒😒
penasaran satu hall apakah Flower akan pergi dari Kim atau bertahan sama kim 🤨