Jelita Pramono seorang gadis periang, namun jangan sampai kalian mengusik nya, apalagi keluarga maupun orang yang ia sayang disekitarnya. Karena jika kamu melakukannya, habislah hidupmu.
Hingga suatu hari, ia sedang pergi bersama kakak nya, tapi di dalam perjalanan, mobil mereka tertabrak mobil lain dari arah belakang. Sehingga, Jelita yang berada di mobil penumpang mengeluarkan darah segar di dahi nya dan tak sadarkan diri.
Namun, ia terbangun bukan di tubuh nya, tapi seorang gadis bernama Jelita Yunanda, yang tak lain merupakan nama gadis di sebuah novel yang ia baca terakhir kali.
Bukan sebagai pemeran utama atau si antagonis, melainkan figuran atau teman antagonis yang sikapnya dingin dan jarang bicara sekaligus jarang tersenyum.
Mengapa Jelita tiba-tiba masuk kedalam novel menjadi seorang figuran? Apa yang akan terjadi dengannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cerewet
17 April 2025
Tapi kebahagiaanku hari ini tergantikan oleh kekesalan dan... kemarahan.
Meyriska, sahabatku yang paling ceria dan kuat, hari ini terlihat sangat terpukul. Dia bertengkar hebat dengan Verrel. Lagi.
Sumbernya? Si pick-me girl itu lagi. Laura.
Entah kenapa, Laura selalu punya cara membuat Mey terlihat jahat. Dia berpura-pura menangis, menyalahkan Mey tanpa bukti, bahkan berpura-pura ketakutan seolah-olah Mey akan melukainya.
Dan bodohnya... Verrel percaya.
Hari ini aku melihatnya sendiri. Mey hanya berteriak karena emosi. Tapi Verrel langsung membentaknya... bahkan mendorong Mey hingga jatuh ke lantai.
Astaga.
Aku kaget sekagetnya.
Verrel yang dulu sangat lembut dan sabar... kini bahkan tak ragu mengangkat tangan pada orang yang katanya dia cintai. Dan saat aku mengkonfirmasi ke Mey, dia menangis dan bilang, "Itu bukan pertama kalinya, Lit."
Apa yang sudah dilakukan Laura pada mereka? Apa dia begitu licik sampai bisa memutarbalikkan hati Verrel sepenuhnya?
Aku tak tahu sampai kapan aku bisa diam melihat semua ini.
Tapi aku tahu satu hal,
Kalau dia menyakiti orang-orang yang aku sayang lagi. Aku yang akan turun tangan.
18 April 2025
Hari ini… seharusnya aku melabrak si pick-me dan Verrel.
Kupikir aku akan merasa puas jika bisa melayangkan satu tamparan ke wajah Laura—si ular berbisa yang telah menghancurkan hubungan orang yang paling tulus.
Tapi rencana itu berubah seketika...
Saat aku berjalan menuju tempat makan mereka, aku melihat sesuatu—sesuatu yang membuatku ingin muntah.
Devano.
Pacarku.
Laki-laki yang selama ini aku percaya, aku jaga, dan aku cintai.
Sedang memeluk seorang perempuan.
Dan yang paling menyakitkan? Perempuan itu ternyata teman dekat Laura.
Rasanya seluruh tubuhku membeku, tapi darahku mendidih. Nafasku tercekik. Tubuhku gemetaran.
Aku ingin marah. Ingin melabraknya, ingin menampar wajahnya yang selama ini tersenyum padaku dengan manis. Tapi… saat aku ingin menghampiri mereka, aku malah melihat pemandangan yang lebih menjijikkan.
Mereka berpegangan tangan… saling memeluk… dan nyaris berciuman.
Saat itu juga, aku kehilangan semua rasa.
Aku berjalan mendekat, berdiri tak jauh dari mereka.
Dia baru sadar saat aku mengucapkan dua kata:
"Kita putus."
Dia ingin bicara. Tapi aku menoleh dan pergi. Tak ingin mendengar apapun lagi.
Aku benar-benar hancur. Tapi aku tak punya waktu untuk meratap. Bahkan untuk Mey pun aku tak bisa membantu. Aku terlalu kalut. Terlalu penuh luka.
Aku pulang. Mengunci pintu kamar.
Menangis sendirian hingga tertidur.
19 April 2025
Hari ini Devano mencariku. Ingin menjelaskan.
Tapi untuk apa? Aku melihat semuanya dengan kepala dan mata kepalaku sendiri.
Tak ada yang perlu dijelaskan.
Aku sudah kosong.
Tak ada amarah. Tak ada tangis. Tak ada cinta.
Hanya... hampa.
Sejak saat ini, aku, Jelita Yunanda, akan bersikap cuek, dingin, dan datar kepada siapa pun.
Tak akan ada lagi Jelita yang manis dan periang. Semua itu sudah mati bersama rasa percayaku.
Dan jika suatu hari... ada seseorang yang membaca buku ini, ku mohon satu hal:
Tolong jaga Meyriska. Dan sahabat-sahabatku yang lain dari si ular bernama Laura.
Jika kau bisa, hajar dia. Kumpulkan bukti. Bongkar rahasianya. Aku yakin dia menyembunyikan sesuatu. Hatiku... instingku... berkata begitu.
Dan semoga...
Jika aku tak bisa membalas semua ini...
Kau yang membalasnya untukku.
Wajah Jelita menjadi dingin. Terdiam lama.
“Tenang, Jel... semua udah aku tahu. Dan tenang saja...”
Ia meletakkan buku itu pelan di atas meja. Berdiri perlahan. Menatap bayangannya di cermin dengan senyum sinis.
“Akan aku balas mereka satu persatu.”
Suaranya penuh determinasi.
“Sudah aku hajar juga tadi. kamu puas, kan?”
Matanya menyala.
“Dan buat si bocah bau Devano itu...”
Ia tertawa dingin.
“Bodo amat. Siapa dia? Cuma mantan brengsek.”
Ia menarik napas, memejamkan mata, lalu membukanya dengan wajah yang benar-benar berbeda dari tadi.
“Mulai hari ini, kamu gak sendiri, Jel. Aku ada di sini. Dan aku akan selesaikan semua ini.”
Di lantai bawah rumah megah keluarga mereka yang tenang, Jelita menuruni anak tangga dengan satu tangan memegang perut. "Laper banget," gumamnya, menapaki keramik dingin menuju dapur.
Sesampainya di dapur, ia membuka kulkas—cek bahan sisa. Ada telur, sedikit sosis, daun bawang, bawang putih dan bawang merah, juga kecap manis. Dengan cekatan, ia mengintip isi magic com.
"Ada nasi," katanya senang. “Pas banget!”
Ia menggulung lengan bajunya, menyalakan kompor, dan mulai mengiris bawang. Aroma harum segera memenuhi ruangan saat bumbu ditumis.
Sret—sret—sret.
Suara sosis dipotong tipis bersahutan dengan bunyi nasi saat ditumis. Jelita menambahkan sedikit garam, kecap, dan irisan daun bawang di akhir.
“Ini sih fix enak,” ujarnya dengan senyum puas, mengaduk nasi gorengnya yang kini berwarna kecokelatan menggoda.
Tak lama, terdengar suara motor berhenti di depan rumah, disusul derap langkah cepat mendekat.
“Dek!” suara Reza terdengar dari ruang tengah.
“Di dapur, Kak!” teriak Jelita.
Tak sampai semenit, si kembar masuk ke dapur hampir bersama.
Keduanya mencium aroma sedap di udara.
“Makan apa, Dek?” tanya Reza sambil menjulurkan leher, melihat ke wajan.
“Nasi goreng,” jawab Jelita sambil menyendok hasil masakannya ke piring.
Raza langsung mendekat, mencium harum masakan itu lebih dekat. “Hm... enak sepertinya. Mau dong, Dek.”
“Buat sendiri,” sindir Jelita sambil nyengir.
“Jahat banget,” cibir Reza sambil meraih piring tambahan. “Tapi kayaknya kamu masaknya banyak, kan?”
Jelita pura-pura mikir. “Liat aja nanti.”
Namun pada akhirnya, ia tetap menyendokkan dua piring besar untuk kakak-kakaknya.
Di meja makan dapur, ketiganya duduk bersama, menikmati nasi goreng buatan Jelita.
"Lit, kamu kayaknya cocok deh buka warung nasi goreng," celetuk Raza sambil mengunyah puas.
"Sembarangan kalau ngomong, aku getuk juga pakai Sutil mulutnya!" ucap Jelita marah.
"Sabar deh, bercanda kok! Jangan marah, nanti tambah sayang kakak ini." ucap Raza sambil jari tangannya membentuk formasi peace.
"Huft. makan cepat, dasar cerewet!" ucap Jelita.
maaf ya...edisi maruk betul...
tinggal author yg ngebul...
buat ngabulin permintaan nya
para reader....😁🙏