Original Story by : Chiknuggies (Hak cipta dilindungi undang-undang)
Aku pernah menemukan cinta sejati, hanya saja . . . Arta, (pria yang aku kenal saat itu) memutuskan untuk menjalin kasih dengan wanita lain.
Beberapa hari yang lalu dia kembali kepadaku, datang bersama kenangan yang aku tahu bahwa, itu adalah kenangan pahit.
Sungguh lucu memang, mengetahui Arta dengan sadarnya, mempermainkan hatiku naik dan turun. Dia datang ketika aku berjuang keras untuk melupakannya.
Bak layangan yang asyik dikendalikan, membuat aku saat ini tenggelam dalam dilema.
Hati ini. . . sulit menterjemahkan Arta sebagai, kerinduan atau tanda bahaya.
°°°°°°
Airin, wanita dengan senyuman yang menyembunyikan luka. Setiap cinta yang ia beri, berakhir dengan pengkhianatan.
Dalam kesendirian, ia mencari kekuatan untuk bangkit, berharap suatu hari menemukan cinta yang setia. Namun, di setiap malam yang sunyi, kenangan pahit kembali menghantui. Hatinya yang rapuh terus berjuang melawan bayang masalalu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chiknuggies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Kedai hanya diisi oleh kami berdua, beberapa lampu terutama lampu dapur telah mati, menyisakan pencahayaan dari 3 lampu dalam satu saklar yang menyinari kami berdua di salah satu meja. Sandi duduk di depanku, hanya saja posisi tubuhnya menghadap ke samping, membuatku hanya bisa melihat sebagian dari wajahnya.
Setelah mencolek, dan mengejutkanku barusan, rupanya dia hanya berniat memberikanku makanan yang telah dia buat sebelumnya, tetapi kali ini dia tidak membiarkanku untuk membawanya pulang, karena makanan yang ia hidangkan kali ini tidak cocok bila di santap ketika dingin.
Di atas meja, tersaji shoyu ramen. Makanan paling sederhana di tempat ini, hanya saja bagi Sandi, ini bukanlah makanan yang dia bisa masak begitu saja. Menurutnya, makanan yang paling sederhana adalah makanan yang membutuhkan skill memasak paling tinggi demi mengeluarkan cita rasa asli dari bahan makanan tersebut. Sebagai contoh saja, memasak Telur mungkin terdengar mudah, akan tetapi jika kita memilih untuk lebih serius, makan akan banyak menu yang bisa di ciptakan dengan beragam rasa yang dapat lebih dikembangkan lagi. Seperti itulah kira-kira yang ada di dalam pikiran Sandi saat ini.
Dalam mangkuk ramen, terdapat mie tipis yang terendam oleh kuah beraromakan kecap asin dan kaldu yang cerah bening kecoklat-coklatan. Sebagai topingnya, hari ini dia hanya memberikan ajitsuke tamago (telur rebus setengah matang khas ramen) dan juga daun bawang yang dia iris tipis menyerupai rambut-rambut halus.
Aku menghirup dalam-dalam aroma makanan tersebut hingga mencapai batas paru-paru, dan mencoba untuk meraih mug berisikan rajangan bawang putih.
Sandi menepis tanganku, "Lu nilai dulu, baru pake bumbu lain, dan jangan coba-coba buat bilang enak."
Aku menelan ludah melihat kesungguhan hati Sandi pada makanan ini, membuatku terpaku serius menatapi isi dari mangkuk ramen. Bagiku, presentasi yang dia berikan pada makanan ini sudah cukup baik, dapat aku lihat dari jernihnya kuah juga cara dia mengkombinasikan warna dalam satu mangkuk. Aromanya sendiri, sangat membuatku berkeringat dan tidak sabar untuk makan, terlebih uap yang mengepul keluar tidak henti-hentinya membawa jutaan rasa yang belum aku rasakan di lidah.
Dengan menggunakan sendok berbahan melamin, aku menyendok kuah ramen ini perlahan, terlihat minyak dari bumbu yang dia tambahkan, membuat aku semakin tidak sabar menyeruput kuah ini sebanyak-banyaknya.
*sruppp!*
"Mhh~, gila! Emang masakan lu kaga pernah gagal anjir." Jawabku sumringah, tidak dapat menyembunyikan bahagia ketika setiap senyawa yang dipadukan meluncur ke kepala.
Lain hal dengan Sandi yang masih memasang wajah kaku, dia menatap mangkuk dan dengan datar berkata. "Sekarang coba mie nya."
Aku menaruh sendok dan mengambil sumpit untuk segera mencicipi beberapa helai mie tanpa ragu. Namun tepat ketika mie tersebut berada di depan mataku, aku tahu bahwa ini adalah mie yang di sediakan oleh kedai Oishika, dan bukan buatan tangan Sandi sendiri.
*srupp~ srupp!"*
"Hmm?? (meski sempat berwajah heran, aku mencoba untuk menyembunyikannya dengan senyum) Woahh, enak anjir."
"Lu mungkin bisa bohong Rin, tapi otot di pipi lu bilang kalo ada yang salah di mienya. Gak apa-apa, gw emang udah tau, kalo ada yang salah sama mie yang disediakan di Oishika. kurang kenyel dan aroma nya terlalu earthy."
Memang aneh pria ini, dia dengan tepatnya mendeskripsikan semua rasa yang aku keluhkan di dalam batin dengan ringkas. Meski terkesan obsesif, aku menyukai sisi Sandi yang seperti ini.