Gadis kutu buku tiba-tiba mendapatkan sistem play store yang menyatakan jika update bumi akan segera terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orpmy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu
Empat orang menyusuri lorong tangga yang gelap, hanya satu senter sebagai sumber penerangan. Dua di antaranya adalah pegawai hotel, sedangkan sisanya adalah polisi.
Perjalanan mendaki ke lantai teratas terasa melelahkan. Mereka perlu beristirahat beberapa kali hingga akhirnya tiba di tujuan.
"Ya ampun, itu tadi sungguh melelahkan," keluh seorang karyawan, yang segera diiyakan oleh yang lainnya.
Lantai yang biasanya hanya membutuhkan waktu tiga menit jika menggunakan lift, kini memakan waktu 15 menit akibat mati listrik.
Mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak guna memulihkan tenaga.
"Apakah ini benar-benar akan baik-baik saja? Aku mendengar buronan itu mampu mengalahkan belasan petugas keamanan hotel dengan tangan kosong," tanya salah satu karyawan hotel dengan nada ketakutan.
"Serius? Para petugas keamanan yang berbadan besar itu?" Salah satu polisi tampak tidak percaya.
"Aku tidak melihatnya secara langsung, tapi aku mendengar bahwa buronan itu juga bisa menangkap peluru dengan giginya."
Keadaan seketika hening sebelum akhirnya tawa menggema di antara para polisi. Tentu saja, mereka tidak percaya dengan cerita karyawan hotel itu.
"Menangkap peluru dengan giginya? Apa dia seorang praktisi debus?"
"Pasti giginya terbuat dari emas, hahaha!"
Dua polisi mengejeknya, membuat karyawan itu merasa malu karena telah menceritakan sesuatu yang terdengar tidak masuk akal.
Namun, polisi yang terakhir justru berkomentar, "Sepertinya dia telah mencapai ranah surgawi."
Perkataan itu kembali membuat suasana hening.
"Apa maksudnya?" tanya seorang karyawan hotel.
"Jangan pedulikan dia. Sejak suara aneh itu terdengar, dia terus saja berperilaku aneh, seperti sudah kehilangan kewarasannya," jawab salah satu polisi.
Setelah cukup beristirahat, mereka hendak mengetuk pintu besar penthouse di depan mereka.
Namun, tiba-tiba, salah satu polisi secara refleks menekan tombol bel, kebiasaan yang biasa ia lakukan saat bertamu ke rumah orang.
Yang lain menatapnya aneh, mengingat tidak ada listrik di seluruh gedung, sehingga bel tersebut seharusnya tidak berfungsi.
Namun, tiba-tiba...
Ding-dong!
Suara bel terdengar jelas, menandakan bahwa listrik masih menyala di lantai ini.
Semua orang terkejut karena listrik di seluruh kota telah padam akibat tsunami yang terjadi pagi tadi.
"Lantai ini pasti memiliki suplai cadangan listrik sendiri," pikir karyawan hotel yang lebih tua.
Pemikiran itu terdengar masuk akal, mengingat betapa mahalnya harga menginap satu malam di penthouse ini. Fasilitasnya pasti juga kelas atas.
Namun, hal itu semakin membuat mereka penasaran dengan keadaan di dalam penthouse, karena di lantai bawah udara terasa begitu dingin akibat AC yang mati.
Beberapa kali bel ditekan, lalu tidak lama kemudian terdengar suara seorang gadis dari dalam penthouse.
Semua orang pun bersiap, khawatir jika buronan akan menyerang.
Para karyawan berdiri di belakang, sementara para polisi bersiaga di depan.
Saat pintu terbuka, cahaya terang dari lampu-lampu dalam penthouse menyeruak keluar, membuat mereka seakan melihat sebuah pintu menuju surga.
Seorang gadis berpenampilan nyentrik dengan tato di sekujur tubuh dan cincin di hidungnya, keluar dari dalam penthouse.
"Polisi!" serunya, tampak terkejut melihat tiga polisi di depan rumahnya.
***
Scarlett menyambut para tamunya dengan ramah.
Begitu memasuki penthouse, kelima tamu itu langsung merasakan suasana yang nyaman. Udara terasa segar, dan aroma ruangan yang harum menambah kenyamanan.
Keadaan ini sangat berbeda dari lantai bawah, yang terasa dingin akibat udara malam dan bau menyengat dari toilet yang tidak bisa digunakan karena tidak ada air pembilas.
Scarlett mempersilakan mereka duduk di ruang tamu yang mewah. Sementara para tamu dilayani oleh pelayan robot, Scarlett meminta izin untuk menemui Crow.
Tak lama kemudian, empat robot pelayan muncul, membawa makanan ringan seperti buah dan kue kering, serta menyajikan minuman sesuai permintaan para tamu.
Para tamu terkejut melihat kecanggihan robot yang melayani mereka dengan begitu baik.
"Apakah robot-robot ini bagian dari fasilitas hotel?" tanya salah satu polisi dengan rasa ingin tahu.
Seorang karyawan senior menjawab, "Setahu saya, hotel tidak menyediakan layanan pelayan robot untuk penthouse."
"Kemungkinan besar, robot-robot ini adalah milik pribadi Nona Scarlett," tambahnya sambil menikmati kopi yang disajikan oleh salah satu robot.
Beberapa saat kemudian, Scarlett kembali menemui para tamunya, tetapi Crow tidak ikut bersamanya.
"Maaf, para polisi yang terhormat. Crow mengatakan bahwa dia tidak akan pergi karena kondisi di luar masih banjir," ucap Scarlett.
Jawaban itu tidak mengejutkan para polisi. Bagaimanapun, hampir tidak mungkin ada buronan yang mau menyerahkan diri secara sukarela dan meninggalkan kenyamanan penthouse demi tempat yang jauh lebih tidak menyenangkan.
Namun, tugas tetap harus dijalankan. Ketiga polisi bersikeras agar Scarlett membawa mereka bertemu Crow.
"Anda juga melanggar hukum, Nona, karena menyembunyikan seorang buronan!" tegas salah satu polisi.
Scarlett tampak ketakutan, membuat mereka berpikir bahwa kepribadiannya sangat berbeda dari penampilannya. Meski tampilannya terkesan seperti anak nakal, dia ternyata lemah dan mudah panik.
"Tidak! Kumohon, jangan bawa Crow! Dia satu-satunya keluargaku!" Scarlett memohon dengan wajah memelas, air mata mulai menggenang di matanya.
Para karyawan hotel merasa iba, tetapi tidak demikian dengan para polisi.
"Jangan khawatir, kalian tetap bisa bersama... di dalam penjara!" ejek salah satu polisi.
Polisi berkumis itu kemudian mencoba menarik tangan Scarlett, tetapi sebelum dia sempat melakukannya, gadis itu lebih dulu mencengkeram lengannya dan memutarnya hingga terdengar suara retakan.
"Gyaa!"
Jeritan kesakitan keluar dari mulut polisi itu saat lengannya patah.
Semua orang yang menyaksikan kejadian itu terkejut.
"Ma... maaf, i... ini tidak sengaja. Kau tadi terlihat menakutkan," ujar Scarlett dengan nada penuh penyesalan.
Kini semua orang mulai mempertanyakan sesuatu. Meskipun Scarlett memiliki penampilan yang agak mencolok, dia tetap terlihat seperti gadis biasa. Lalu, bagaimana mungkin dia bisa mematahkan lengan seorang pria dewasa dengan begitu mudah?
Polisi yang lengannya patah menjadi marah. Dengan tangan kirinya, dia mengambil tongkatnya. Dua rekannya mencoba menghentikannya, tetapi amarahnya sudah menguasainya.
Dengan cepat, tongkat itu melayang ke arah kepala Scarlett. Namun, seperti seorang ahli bela diri, gadis itu dengan mudah menangkis serangan tersebut lalu melancarkan serangan balik. Sebuah pukulan telak mendarat di dada polisi itu hingga membuatnya jatuh terkapar.
Karyawan hotel dan dua polisi lainnya menatap adegan itu dengan mata terbelalak.
Tatapan Scarlett tajam, tubuhnya masih mempertahankan kuda-kuda. Namun, sesaat kemudian, dia menjerit panik dan meminta maaf.
Kontras antara ketegasannya saat bertarung dan ekspresinya yang ketakutan setelahnya membuatnya tampak seperti seseorang dengan dua kepribadian.
Setelah memastikan rekan mereka hanya mengalami luka parah, dua polisi lainnya memilih mundur. Mereka menyadari bahwa menghadapi Scarlett bukanlah hal yang mudah, terutama karena gadis itu memiliki keahlian bela diri yang luar biasa.
Begitu para polisi mundur, para karyawan hotel pun menyampaikan maksud kedatangan mereka. Mereka mengabarkan bahwa kontrak penyewaan penthouse telah dibatalkan, karena pihak hotel tidak ingin menyewakan kamar kepada seseorang yang menyembunyikan buronan.
"Ahahaha! Itu alasan yang sangat lucu!"
Scarlett tertawa lepas, seolah kejadian sebelumnya tidak pernah terjadi. Sikap ketakutannya saat menghadapi polisi menghilang begitu saja.
Pada akhirnya kelimanya pergi, pihak polisi mendapati salah satu anggota terluka, sedangkan para karyawan mendapatkan bingkisan oleh-oleh.
"Jika pihak hotel mau mengusirku, maka manajernya sendiri yang harus berbicara padaku." Tegas Scarlett seraya menutup pintunya rumahnya.