Kecelakaan yang menimpa Nasya bersama dengan calon suaminya yang menghancurkan sekejap kebahagiaanya.
Kehilangan pria yang akan menikah dengan dirinya setelah 90% pernikahan telah disiapkan. Bukan hanya kehilangan pria yang dia cintai. Nasya juga kehilangan suaranya dan tidak bisa berjalan.
Dokter mengatakan memang hanya lumpuh sementara, tetapi kejadian naas itu mampu merenggut semua kebahagiaannya.
Merasa benci dengan pria yang telah membuat dia dan kekasihnya kecelakaan. Nathan sebagai tersangka karena bertabrakan dengan Nasya dan Radit.
Nathan harus bertanggung jawab dengan menikahi Nasya.
Nasya menyetujui pernikahan itu karena ingin membalas Nathan. Hidup Nasya yang sudah sepenuhnya hancur dan juga tidak menginginkan Nathan bisa bahagia begitu saja yang harus benar-benar mengabdikan dirinya untuk Nasya.
Bagaimana Nathan dan Nasya menjalani pernikahan mereka tanpa cinta?
Lalu apakah setelah Nasya sembuh dari kelumpuhan. Masih akan melanjutkan pernikahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 Ciuman
Hujan deras yang membasahi bumi. Nasya dan Nathan yang sekarang berada di dalam mobil dengan Nasya mengobati luka di tangan Nathan.
Nathan menolak untuk dibawa ke rumah sakit jadi Nasya mengobati ala kadarnya hanya menggunakan P3K saja. Padahal luka itu sangat parah sekali dan seharusnya membutuhkan Dokter untuk menangani. Tatapi Nathan yang tetap ngotot untuk lukanya tidak perlu dibawa ke rumah sakit.
Nathan harus menahan rasa perih yang sangat luar biasa saat Nasya menuangkan alkohol untuk membersihkan luka tersebut. Karena memang seharusnya dalam keadaan seperti itu Nathan membutuhkan bius untuk mengurangi rasa sakit itu.
"Kamu yakin bisa bertahan?" tanya Nasya panik yang tidak tega melanjutkan pengobatan itu. Wajahnya dipenuhi dengan rasa kekhawatiran.
"Lakukan saja apa yang bisa kamu lakukan. Aku hanya kaget saja dan sedikit perih," jawab Nathan.
"Tapi memang ini pasti akan sangat sakit. Kamu yakin tidak mau dia bawa ke rumah sakit. Biar aku yang menyetir," ucap Nasya yang kembali menawarkan.
"Nasya. Ini sudah begitu malam dan sebaiknya kamu lakukan saja jika memang ingin mengobati ku. Jika tidak maka aku akan melakukan sendiri," jawab Nathan.
"Baiklah aku akan coba hati-hati," ucap Nasya. Nathan hanya menganggukan kepala yang menyerahkan semua kepada Nasya untuk mengobati tangannya.
Nasya melakukan dengan sangat hati-hati dan selalu memperhatikan ekspresi wajah Nathan. Setelah membersihkan luka tersebut dan melihat luka itu cukup sangat besar. Nasya yang ngeri sendiri melihat lukanya. Tetapi dia memiliki tanggung jawab untuk mengobati luka di tangan suaminya dan sangat tidak mungkin membiarkan Nathan mengobati sendiri.
Nathan yang berusaha untuk tenang menahan rasa sakit dan sampai Nasya yang mengobati dengan sangat lembut dan pasti begitu hati-hati.
Nathan hanya memperhatikan Nasya saja bagaimana mengobatinya yang sekarang sudah memasuki tahap melilitkan perban.
"Terima kasih kamu sudah menolongku," ucap Nasya.
"Kamu juga menolongku yang nekat berlari dan kamu tahu dia memiliki senjata yang juga bisa menusuk kamu," ucap Nathan.
"Aku mendengar semua pembicaraan orang itu saat menelpon. Saat aku di sekap. Apa orang yang dia telepon adalah kamu?" tanya Nasya dengan rasa penasaran yang mengangkat kepalanya.
Nathan menjawab dengan anggukan kepala.
"Aku mendengar semua apa yang dia katakan dan juga yang kamu katakan," ucap Nasya.
"Apa orang itu adalah musuh kamu?" tanya Nasya.
"Dia saingan bisnisku. Aku pernah menolak kontrak kerjasama dengannya. Karena aku yakin dia tidak akan cocok denganku. Tapi aku tidak menyangka jika apa yang aku lakukan membuat dia tersinggung yang akhirnya merencanakan sesuatu yang buruk dan menginginkan proyek besar yang sedang aku kerjakan," jawab Nathan sedikit menjelaskan.
"Dia mengancam kamu?" tanya Nasya yang membuat Nathan menganggukkan kepala.
"Apa orang itu yang kamu telepon beberapa hari belakangan ini?" Nasya terus bertanya dengan sangat hati-hati.
"Kamu benar! Dia orangnya dan aku tidak percaya jika dia benar-benar berada di Swis. Dia juga melibatkan kamu dalam semua ini," jawab Nathan.
"Jadi aku selama ini salah paham dan aku pikir dia sedang berhubungan dengan kekasihnya," batin Nasya.
"Aku benar-benar minta maaf Nasya. Karena masalahku dengan dia, kamu harus terlibat dan hampir saja nyawa kamu menjadi taruhannya. Aku juga lengah yang tidak memperhatikan kamu saat berada di rumah sakit. Aku benar-benar minta maaf," ucap Nathan yang tampak tulus sekali merasa bersalah.
Nasya hanya diam dan tidak merespon apapun yang dikatakan Nathan. Tetapi tatapan matanya tidak lepas dari Nathan yang memang dia sudah selesai memberi perban pada tangan Nathan.
"Apa yang dia lakukan kepada kamu?"
"Apa dia menyakiti kamu?" tanya Nathan.
"Tidak! Kamu bisa melihat jika aku baik-baik saja. Dia hanya memberiku obat bius dan mengikat tanganku. Dia tidak sempat melakukan apapun," jawab Nasya.
Mata Nathan yang melihat dahi Nasya yang sedikit tertutup bagian rambut yang ternyata ada luka di sana. Nathan yang langsung mendekatkan wajahnya untuk melihat lebih jelas lagi luka tersebut.
"Bagaimana mungkin kamu mengatakan tidak kenapa-napa, lalu ini apa?" tanya Nathan.
Jarak mereka berdua yang semakin dekat dengan tatapan mata yang semakin dalam.
"Aku hanya terbentur saat dia memberhentikan mobilnya secara mendadak," ucap Nasya.
"Apapun itu. Ini tetap luka," ucap Nathan.
Nathan yang bertindak ingin mengambil obat dan tiba-tiba Nasya menghentikannya dengan memegang tangan Nathan dan mata mereka berdua kembali bertemu.
"Aku bisa melakukannya sendiri. Kamu tidak perlu melakukan hal itu," ucap Nasya dengan lembut.
"Tangan kamu sedang terluka dan semuanya karena aku. Jadi nanti aku akan mengobati sendiri," ucap Nasya.
"Jangan menunggu nanti. Lukanya akan semakin parah," ucap Nathan.
"Kenapa kamu begitu khawatir padaku?" tanya Nasya.
"Bagaimana mungkin aku tidak khawatir pada kamu. Kamu adalah istriku, kamu tanggung jawab ku," jawab Adrian.
Jantung Nasya berdebar dengan kencang yang dia membisu saat mendengar pernyataan dari Nathan. Perkataan yang keluar dari mulut Nathan benar-benar begitu tegas.
Nathan yang tiba-tiba memegang pipi Nasya dengan tatapan mereka berdua yang tidak lepas.
"Aku senang Nasya akhirnya kamu sudah bisa berjalan dan juga sudah bisa berbicara dan aku tidak percaya kata yang pertama kali kamu ucapkan adalah memanggil namaku," ucap Nathan.
"Aku juga sudah terima kasih kepada kamu. Sudah berusaha begitu banyak untuk bisa sembuh Dan kamu bisa melewati semuanya," lanjut Nathan yang menatap begitu dalam dan suaranya bahkan terdengar begitu berat.
Nasya yang tidak merespon apapun dengan matanya berkaca-kaca. Jantungnya yang berdebar begitu kencang yang tidak mengerti dengan perasaannya. Mungkin dia sudah luluh dan melupakan jika laki-laki itu yang membuat dirinya seperti itu.
"...I...."
Suhu tubuh yang terhubung begitu panas hingga sangat mengejutkan. Dengan lembut Nathan meremas leher belakang Nasya dengan mengisap bibirnya. Nasya secara refleks mendorong bahunya. Namun dia tetap tidak bergerak seperti batu, seketika lidah yang panas masuk ke dalam mulutnya yang sedikit terbuka.
"Hmmmm!"
Lidah yang lembab itu saling bergelut, tak memberi kesempatan untuk menolak. Bibir yang menempel seakan ingin menelan seluruh rongga mulutnya.
Nasya benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya, dirinya yang begitu keras kepala dan selalu memberontak apapun yang dilakukan pria yang sekarang masih menikmati bibirnya itu dan sekarang dia malah sukarela membiarkan begitu saja.
Hatinya bimbang terbawa suasana yang akhirnya pasangan itu untuk pertama kali larut dalam ciuman di dalam mobil yang ditemani hujan yang begitu deras.
**
Nasya dan Nathan yang masih berada di dalam mobil dengan mobil yang sudah melaju dan dikendarai oleh Nathan. Tadinya Nasya meminta untuk menyetir dan Nathan tetap tidak ingin walau tangannya terluka. Dia merasa masih bisa melakukannya.
Setelah mereka berdua berciuman dalam keadaan sadar. Ada rasa canggung sedikit di antara keduanya yang pasti tidak percaya jika apa yang mereka lakukan. Tetapi mungkin itu bawaan dari perasaan masing-masing dan lagi pula keduanya sama-sama setuju dan tidak ada penolakan di antara keduanya baik Nasya dan juga Nathan.
Keheningan yang terjadi di dalam mobil yang sejak tadi Nasya terlihat saling memencet jarinya yang hanya menatap lurus ke depan dan sementara Nathan bolak-balik menoleh ke arah Nasya. Sangat wajar jika Nasya bersikap seperti itu.
Bersambung....