Cerita ini hanya fiktif belaka, hasil kehaluan yang hakiki dari Author gabut. Silahkan tinggalkan jejak jempol setelah membaca dan kasih bintang lima biar karya ini melesat pesat. Percayalah Author tanpa Readers hanyalah butiran debu.
Siti dan Gandhi tetiba menjadi pasangan nikah dadakan, karena Siti menghindar perjodohan dari sang ayah yang akan di pindah tugas keluar Pulau.
Sebelumnya Siti sudah punya kekasih, tetapi belum siap untuk menikahinya. Jadilah Gandhi yang bersedia di bayar untuk menjadi suami pura-pura hingga Arka siap meminang Siti.
Isi rumah tangga Siti dan Gandhi tentu saja random, isi obrolan mereka hanya tentang kapan cerai di setiap harinya.
Mari kita simak bagaimana akhir rumah tangga Siti dan Gandhi yang sejak awal berniat bercerai. Apakah sungguh berpisah atau malah bucin akut?
Happy Reading All
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EmeLBy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26 : GUA YANG BAYAR
Hanya Gandhi dan author yang tau apa sesungguhnya Siti bagi Gandhi. Yang pasti, Gandhi sudah banyak menerima uang bayaran dari Siti, walaupun sebenarnya tidak mudah bagi Gandhi menjalani perannya sebagai suami pura-pura manusia macam Siti. Tetapi, Gandhi gak mau kemakan uang haram kali. Jadi se amanah mungkin menepati janjinya pada Siti Haurah anak Pak Harso itu.
"Maaf mengganggu waktunya Pak. Sidang Skripsi saya sudah terdaftar secara kolektif, jadi mohon bantuannya untuk memeriksa kembali tulisan saya." Begitu susunan kalimat yang sudah Gandhi ajarkan pada Siti selama di perjalanan. Jika nanti bertemu dengan dosen pembimbingnya.
"Oh, boleh. Kebetulan keluarga saya juga ada yang datang dan bisa menggantikan tugas saya menjaga ibu." Ada tampilan lelah di wajah pria berusia setengah abad tersebut. Sepertinya dia orang baik, dan selama dua bulan ini tidak bermaksud jahat atau mempersulit Siti.
"Ijin Pak, boleh saya kembali 1 jam lagi. Pamit mau sholat sebentar." Ujar Siti yang sudah di kirimi chat oleh Gandhi.
"Oh, iya silahkan. Sama saya juga mau sholat, terima kasih sudah mengingatkan." Ujar Dosen itu tersadar jika matahari sungguh sudah pulang keperaduannya akan bersilih dengan rembulan sang penguasa malam.
Alasan sholat dari Siti bukan akting, kebetulan saat itu waktunya beribadah. Gandhi dan Siti sudah menjalankan rukun Islam itu layaknya penganut agama tersebut melaksanakannya di sebuah Mushala Rumah Sakit tersebut.
"Kita makan dulu, baru kamu menemui dosen itu lagi." Ajak Gandhi yang sabar menemani Siti, walau ponsel tidak lepas dari tangannya. Entah dia membaca apa, atau sedang memantau apa. Siti tidak berani bertanya, ia lihat dari jauh Gandhi juga sering melakukan panggilan. Dari kejauhan Siti juga sempat melihat Gandhi dadah dadah di depan ponselnya, kissbye juga. Norak banget kan. Mana senyumnya lebar banget lagi kalo sudah memandang ponselnya. Gemes Siti tuh.
"Siti, bisa temui saya di lobby rumah sakit ini?" Isi chat dari dosen pembimbing Siti, yang bahkan belum 1 jam pertemuannya dengan Siti tadi.
"Baik Pak, siap." Jawab Siti menunda makannya.
"Gan, gua makannya nanti aja. Pak Dosen udah mau ketemu ini." Ucap Siti menunjukkan ponselnya.
"Ya sudah, gua tungguin di sini." Ujar Gandhi yang juga menunda makannya. Memilih memegang ponselnya kembali.
"Harusnya begini revisian yang saya mau sejak lama, Siti." Tanpa basa-basi dosen pembimbing itu mengulas senyum puas dengan tulisan Siti kali ini.
"Gimana Pak?" tanya Siti.
Lalu ... bla bla bala. Dosen itu menjelaskan kekuatan dan kelemahan tulisan Siti, namun secara keseluruhan baik dan sesuai dengan yang ia maksud. Siti melongo saja, berakting mengerti padahal setelah ini, mungkin ia akan banyak tanya dengan Gandhi lagi.
"Besok, ketemu dengan pembimbing 2 yak. Bilang dengan Buk Nurul saya sudah ACC. Mohon bimbingan tentang tata letak dan aturan penulisan lagi, supaya setelah sidang minim revisi, Oke?" Ujar Dosen itu senang, akhirnya mahasiswanya ini benar juga menulis.
"Alhamdulilah. Makasih banyak yak Pak." Ujar Siti menyalimi tangan dosen pembimbing itu.
"Iya. Sampai jumpa di Sidang yak." Ramah Dosen itu pada Siti.
Sementara Siti dan Dosennya berdiskusi. Diam-diam Gandhi meninggalkan tempat makan mereka. Ia berjalan menuju ruang rawat ibunda dosen tadi, untuk meninggalkan bingkisan berupa cemilan, biskuit, dan aneka buahan segar yang tentu sangat bermanfaat bagi orang yang menunggu juga pasien itu sendiri. Tidak hanya dalam sebuah keranjang, melainkan mirip sebuah rak tinggi sepinggang. Kebayang kan berapa nilai parsel makanan yang Gandhi berikan untuk dosen pembimbing Siti.
"Loe dari mana? katanya nungguin." Cebik Siti saat datang ketempat makan tapi Gandhi tidak ada di tempat.
"Buang air." Jawab Gandhi datar.
"Oh."
"Gimana? aman?" tanya Gandhi merasa tau jika hasilnya pasti bagus.
"Iya, udah ACC. besok ke dosen 2. Terus minggu depan sidang deh." Siti tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya.
"Gak bilang makasih?" tanya Gandhi memandang Siti seblah mata.
"Gua bayar kali." Sombong Siti keluar.
"Hem." Kemudian keduanya menikmati makan malam di sebuah kedai di pinggiran kota Bandung.
"Sit, elu nyetir sebentar yak, gua ngantuk." Pinta Gandhi saat mereka sudah selesai makan dan mungkin akan kembali.
"Ih, gua juga ngantuk kali." Jawab Siti menatap Gandhi.
"Ya udah, kita chek in aja." Gandhi melajukan mobil Siti mengarah ke penginapan.
"Tapi besok gua harus ketemu dosen 2." Tolak Siti.
"Iya, tapi gua mau tidur dulu." Jawab Gandhi.
"Emang keburu, kalo besok kita pulang."
"Kalo gak mau terlambat loe yang nyetir." Gandhi memberi pilihan.
"Gak mau."
"Ya udah, chek in aja." Ulang Gandhi sudah berhenti di sebuah penginapan sederhana, hotel bintang lima.
"Kenapa di sini?" tanya Siti meragu.
"Lu mau yang berbintang? emang ada duit?" tanya Gandhi lagi.
"Ya sayang lah. Gua harus hemat." Siti sudah kenal dengan hemat sekarang.
"Ya udah, cuma tidur ini." Jawab Gandhi cuek lalu mendaftarkan diri dengan KTP barunya.
"Satu kamar ya Pak, dengan single bad." Ujar receptionis itu ramah.
"Minta yang double bad aja mbak." Ujar Siti, mana mau seranjang dengan Gandhi dan mereka selama menikah memang belum pernah tidur dalam satu kasur.
"Maaf mbak, penuh." Jawab Pelayan itu kembali.
Dengan sedikit kesal Siti pun terpaksa masuk kamar yang sama dengan Gandhi.
"Loe tidur di kursi." Siti sudah melempar bantal ke sebuah kursi busa di dalam kamar penginapan itu.
"Hey, kamar ini gua yang bayar!" Hardik Gandhi kemudian merebahkan tubuhnya tanpa peduli perasaan marah dan kesal Siti.
BERSAMBUNG ...
ujan ujan gitu, mknya cakit/Grin//Grin/
🏃🏃🏃🏃🏃🏃
Keren kok alurnya