Namaku Melody Bimantara, umurku baru dua puluh dua tahun, tapi sudah menjadi Manager sebuah hotel bintang lima milik keluarga.
Yang membuat aku sedih dan hampa adalah tuntutan orang tua yang memaksa aku mencari lelaki yang bisa dinikahi.
Kemana aku harus mencari laki-laki yang baik, setia dan mencintaiku? sedangkan para lelaki akan mundur jika aku bilang mereka harus "nyentana"..
Tolonglah aku apa yang harus aku perbuat??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CEMBURU BUTA
Tend4ngan dan pukulan mengenai tubuh Arunakha. Dia berkelit dan tidak melawan sedikitpun, sesekali pukulan mengenai wajahnya. Melihat tindakan Bryan yang brut4l aku cepat bangun dan mendorong tubuh Bryan ke samping.
"Bryan kondisikan dirimu!" bentakku saat pria itu kembali mau mem*kul Arunakha.
"Tidak! aku ingin memb*nuh b4jing4n ini. Beraninya dia menyentuhmu."
"Dia istriku, harusnya kau tahu diri ingin merebutnya. Aku yang berhak atas dirinya bukan kau." Arunakha menjawab dengan lantang.
"Hahaha...rupanya kau baru sadar. Selama ini kau kemana saja. Ngiler dengan harta kami? Kau adalah pungguk merindukan bulan." ucap Bryan melempar bantal sofa ke arah Arunakha.
"Bryan STOP!!" teriak ku kenc4ng.
Aku memegang tangan Bryan supaya tidak memukul Arunakha.
"Sudah..sudah, Arunakha pulanglah. Ingat yang kita bicarakan tadi. Semua telah berakhir, aku akan menikah dengan Bryan dan kita tetap sebagai sahabat sejati."
Arunakha diam, dia menghapus d4rah yang menetes dari sudut b*birnya, lalu ia menatapku dengan mata berkaca-kaca dan perlahan melangkah keluar.
Hatiku tersayat melihatnya, ntah apa yang ada dipikiran Arunakha. Aku tidak tahu pasti, yang jelas dia sedih lahir bathin. Aku merasa bersalah ketika Bryan datang kemudian men*ndang dan mem*kulnya bertubi-tubi.
Laki-laki itu kes*tanan. Aku cepat berdiri seraya menangkis pukulan Bryan yang di tujukan kepada Arunakha.
"Kenapa kamu memukulnya, kamu tidak punya adab. Wajar kami melakukan itu, kami suami istri. Salahnya dimana? Kau lancang masuk ke kamar ku." ujarku kesal.
"Perempuan j4lang, wajahmu saja yang polos, tapi kel4kuanmu menj*jikkan!! Aku paling benci melihat wanita sock m0ralis tapi sebenarnya b0brok....."
"Plakkk...Plakkk..."
Belum selesai dia bicara, tanganku dengan cepat melayang dan mampir ke pipi Bryan. Dia terhenyak mendapat t4mparan dariku. Aku tidak peduli, aku marah besar
"Kau yang b4jingan, keluar kau dari sini. Laki-laki tidak tahu diri!" bentak ku sengit.
"Kau berani menamparku dan mengusirku gara-gara membela m4nusia ini. Kau le4k tidak pantas menjadi wanita berkasta, kelakuanmu mur4han." katanya sinis.
Aku seolah diperlihatkan w4tak asli Bryan oleh Tuhan. Laki-laki itu mencaci maki dengan sarkas. Tiba-tiba dia memukulku dengan keras, aku berkelit. Sungguh aku tidak menyangka laki-laki itu ringan tangan. Bagaiman kalau tadi aku tidak berkelit, pasti aku pingsan.
"Ibl*s kau!!" m4ki ku dengan wajah merah membara.
"Hahaha....lihat saja pembalasanku nanti. Kau akan tahu siapa aku. Sekarang kau boleh merasa menang."
"Kau boleh tertawa dan merencanakan kebus*kan di rumahku. Aku tidak takut padamu. Terbuka topengmu, untung aku belum menikah denganmu......"
"Berani kau membatalkan pernikahan kita aku akan membuat papamu lumpuh seperti mamamu."
"B4jingan!! Ternyata kau dalang dari bencana yang menimpa keluargaku. Kau ker4k-ker4k ner4ka."
Aku langsung menendangnya, membuat tubuh Bryan jatuh menimpa sofa. Aku seperti kesurupan, pukulanku kembali bersarang di tubuhnya membuat dia kewalahan.
"Melody, berhenti!!"
Teriakan papa membahana membuat aku sadar. Aku berhenti memukul. Nafasku memburu dan dada berdebar menahan amarah.
Aku kaget melihat papa berdiri diambang pintu. Dia kemudian mendekatiku. Serius aku ketakutan. Aku yakin papa membela Bryan karena papa melihat Bryan sebagai korban.
"Ngapain kamu memukuli Bryan? Dimana 0takmu. Untung dia mabuk, kalau tidak, kau sudah hancur di buatnya." ucap papa memegang Bryan.
"Aku tidak apa-apa, pukul aku sampai tul4ngku lepas......." ucap Bryan berlagak bod0h, lagunya seperti orang m4buk, dasar k*mpret.
"Duduklah Bryan, maafkan calon istrimu." papa menepuk punggung Bryan dengan kasih sayang. Aku semakin sebel melihat tingkah Bryan. Papa tidak ngerti dibodohi dan dimanfaatkan.
"Dia yang mulai pertengkaran ini, dia tidak mabuk paa.. Aku benci padanya dan tidak mau menikah dengan b4jingan ini."
Mendengar ucapanku papa terdiam. Dia memegang dadanya, aku baru ingat papa punya penyakit jantung.
"Papaa...." jeritku.
Aku gemetar melihat keadaan papa, gegas aku memegangnya dan mengajak duduk. Perlahan aku membuka dasi dan kancing kemejanya.
"Tenanglah, silahkan papa duduk dulu. Atau rebahan, tadi aku bercanda. Bryan akan menjadi suamiku. Kita akan menikah secepatnya." ucapku cemas.
Papa tetap diam, aku cepat mengambil minyak hangat seraya mengurut dada dan punggungnya.
Aku lalu menghubungi dokter. Perasaan ku cemas dan ketakutan. Gara-gara Bryan papa begini. Bathinku. Semoga tidak terjadi apa-apa.
"Papa atur nafas, sebentar lagi dokter akan datang." kataku penuh sesal. Aku berdoa dalam hati supaya papa sembuh.
Mataku melirik Bryan yang bertingkah seperti orang mabuk. Kesal sekali dengan tingkahnya yang penuh drama. Ingin rasanya mengadu kepada papa, tentang kebiadaban Bryan.
"Bryan bangunlah jangan drama dech..." ucapku memandangnya. Dia pura-pura tidur berlagak mabuk. Das4r d4jjal!!.
"Makanya jangan sembarangan ngom0ng, sudah tahu papa sakit. Aku sudah baik hati tidak mengirim vidio plus-plus mu." pungkasnya menatap ku.
"Elehhh...beraninya ngancam melulu. Jika berani kita sparring partner..."
Bryan tidak menjawab, dia bermain bersih karena ada papa di depannya, dia takut mem*ki ku.
Tiba-tiba dia mengacungkan jempolnya mengarah kebawah. Aku melotot marah lalu mengacungkan jari tengah ke arahnya.
"Melody....." tegur papa menepis tanganku.
Sialan! Aku memang kurang l*cik. Aku kini berada di depan papa sehingga gerak gerik ku dilihat papa. Sedangkan Bryan terus memancing kemarahanku yang ada di belakang papa.
"Bagaimana perasaan papa? Sudah agak baikan. Sebentar lagi dokter akan datang." ucapku mengalihkan perhatiannya.
Aku mengurut punggung papa dengan minyak hangat, sesekali mengancam Bryan.
"Papa sudah enakan, kalian jangan suka berantem tidak baik dilihat orang. Mulai sekarang Melody harus menurut kepada Bryan." ucap papa pelan.
"Papa, dia yang harus menurut padaku. Aku yang berkuasa."
"Pemikiran begini membuat jarang yang mau "nyentana" rata-rata lelaki takut di perbudak oleh perempuan, karena kita menganut Patriaki."
"Aku senang hidup sendiri, bebas. Tidak ada yang membuat aku marah."
"Tapi tidak bisa mendapat keturunan." sahut Bryan.
"Sekarang sudah modern. Aku akan menaruh sperma di Bank sperma supaya dibekukan. Kapanpun ingin inseminasi buatan, aku tinggal melakukan dengan pengawasan dokter."
"Terus siapa donor sperma laki-lakinya?" tanya Bryan ingin tahu.
"Orang-orang hebat dunia lah, tidak mungkin orang bod0h yang haus harta." sindirku.
"Aku juga bisa menentukan gender dan jumlah bayi yang aku inginkan."
"Tookkk...Tookkk..."
Obrolan mereka terhenti, Sri nongol di ambang pintu dengan dokter Arya. Aku menyapanya dengan ramah.
"Dokter silahkan masuk..."
"Sore tuan..nona..."
"Langsung periksa papa, dokter..."
"Baik nona..."
Aku menyeret Sri keluar kamar.
"Sri bagaimana ibu dan suamiku, apa dia menangis?" tanyaku pelan.
"Saya tidak tega melihat tuan, wajahnya bekas dipukul dan ada darahnya di bibir. Ibunya menangis sesenggukan. Saya cepat menyuruh mereka pergi sebelum tuan besar datang." bisik Sri.
****
onel dapatt dari mana si munarohhh iniii??
aduhhhhh kasiannn itu yang tak bisa tumpah
. tapi udaaa penuhhh di otak