Ara harus cepat-cepat kembali ke Indonesia karena mendengar bundanya sakit. Dia sampai harus kehilangan kontrak kerjasama dengan salah satu perusahaan yang sudah lama diincarnya karena mengkhawatirkan kondisi sang bunda. Namun apa yang terjadi di Indonesia tidak sepanik seperti apa yang ada dalam benak Ara.
Bahkan ini semua hanya rencana sang bunda untuk menjodohkan Ara dengan putra dari teman baiknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Niken Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 7
"Ara, sini nak,"suara sang bunda membuat Ara seketika melangkah dengan cepat ke arah seorang wanita yang telah melahirkannya tersebut.
Ara memeluk sang bunda dan menumpahkan air matanya. Dia tahu bahwa dia telah salah selama ini tidak ingin pulang ke Indonesia. Hanya karena keegoisannya, dia melupakan keluarganya.
"Maafkan Ara, Bun. Maaf..."Ara menangis di pelukan sang bunda. Dia menumpahkan segala rasa sedihnya dipelukam sang ibunda.
Maya mengedipkam sebelah matanya ke arah Angga. Dia mengisyaratkan agar Angga meninggalkan mereka berdua di kamar. Melihat perilaku sang bunda, Angga hanya memutar kedua bola matanya. Lalu pergi meninggalkan sang adik dan bundanya di kamar.
Maya mengurai pelukan mereka. Dia melihat air mata yang membasahi wajah putri bungsunya itu. Maya mengusap air mata Ara.
"Bunda memaafkan mu, Nak. Bunda hanya sangat merindukan putri bungsu ku. Sudah tujuh tahun lamanya tidak pernah kembali. Mana mungkin bunda sebagai ibumu tidak merindukanmu, nak. Tapi bunda tahu alasanmu pergi, nak. Bunda sangat tahu. Meskipun kamu dan kakak mu tidak cerita kepada bunda. Semua adalah salah bunda. Seharusnya yang meminta maaf adalah bunda. Karena bunda justru membuatmu kehilangan cinta pertamamu,"Maya mulai menangis.
"Sudahlah, bun, jangan dipikirkan lagi. Ara sudah melupakan semua itu."
"Bagaimana kabarmu, nak? Apakah kamu baik-baik saja di sana?"tanya Maya sambil memperhatikan keadaan putri bungsunya.
"Aku di sana baik-baik saja, Bun. Sekarang bunda istirahat ya, bunda harus cepat sehat. Nanti Ara akan ajak bunda jalan-jalan."
Maya mengangguk. Dia merebahkan tubuhnya dan Ara menyelimuti sang bunda. Ara duduk di samping ranjang sang bunda. Ara memperhatikan wajah sang bunda yang tampak pucat. Ara merasa bersalah karena sudah tidak memperdulikan kondisi sang ibu selama ini.
**
"Kak..."
Angga menoleh dan tersenyum melihat kedatangan adiknya. Ara duduk di sebelah kakak tertuanya.
"Bunda sakit apa? Kenapa tidak dirawat di rumah sakit?"tanya Ara serius.
"Hipertensi, kakak sudah sempat bawa bunda ke rumah sakit tapi ya bunda setelah merasa enakan ingin buru-buru pulang."
"Aku tidak tahu kalau bunda memiliki hipertensi, kenapa kakak tidak pernah memberi tahu aku?"tanya Ara.
"Untuk apa? Kamu sendiri sibuk menata hatimu, sehingga jarang membalas pesan-pesan dari kakakmu,"sungut Angga.
Ara mendelik, selama di Paris dia selalu malas membalas pesan dari kakaknya itu. Dia selalu beralasan sibuk.
"Maaf, kak, aku memang sibuk. Hidup di sana juga keras, aku berjuang sampai bisa menyelesaikan studi sampai S2."
"Heh, kamu dan Anggi sama saja. Karena seorang pria kalian menjadi menjauhi keluarga kalian. Apa kalian pernah memikirkan bagaimana perasaan bunda? Bunda hancur melihat kedua putrinya bertengkar seperti ini."
Ara menunduk mendengar nasehat kakaknya. "Aku tahu kak, aku bersalah."
"Sudah tujuh tahun lamanya kamu pergi. Sekarang kamu masih ingin pergi lagi?"tanya Angga kepada Ara. Di berharap adiknya ini bisa menetap tinggal di Indonesia seperti dulu lagi.
"Entahlah, kak. Aku masih belum mengambil keputusan."
"Ya, sudah, kamu telah dewasa sekarang,"ujar Angga kemudian pergi meninggalkan Ara sendirian di ruang keluarga.
Ara melihat sekeliling rumah, dia masih merasakan suasana seperti dulu. Rumah ini tidak ada yang berubah dari dulu. Hanya saja kini orang-orang di dalamnya yang telah berubah. Tidak sama lagi seperti dulu.